PALU – Kuasa hukum dari Kantor Law Office Tepi Barat & Associates, menyoroti kinerja dari penyidik Polres Donggala yang dinilai tidak profesional dan lambat dalam penanganan laporan pengancaman dan penyerobotan lahan milik Abdul Rachman (kliennya).

Sejak dilaporkan dengan Laporan Polisi Nomor : LP/B/05/1/2022/SPKT/Polres Donggala/Polda Sulteng dengan terlapor H dari Desa Wani I, Kecamatan Labuan Tanantovea, namun sudah sekitar 1,8 tahun belum menemui titik terang.

“Ada apa laporan klien kami ditunda begitu lama, bila ini terus berlarut-larut maka akan kami laporkan kembali di Polda Sulteng,” kata Rukly Chahyadi selaku kuasa hukum dari Kantor Law Office Tepi Barat & Associates, didampingi rekannya Moh. Fadly, Rivkiyadi serta adik pelapor, Jumat (25/08) malam.

Ia menjelaskan, sejak dilaporkan pada Januari 2022, pihaknya menerima Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP) Agustus 2022 lalu, setelah itu tidak ada lagi kabar hingga saat ini.

Padahal, ucap dia, sesuai Peraturan Kapolri Nomor: 12 Tahun 2009, Pasal 9 ayat 1, bahwa dalam hal menjamin akuntabilitas dan transparansi penyidikan, penyidik wajib memberikan SP2HP kepada pihak pelapor baik diminta atau tidak diminta secara berkala paling sedikit 1 kali setiap 1 bulan.

Saat dikonfirmasi, Kasat Reskrim Polres Donggala, Iptu Asep Prandi, mengatakan bahwa perkara tersebut masih dalam proses penyelidikan, belum ke penyidikan.

“Hasil penyelidikan di lapangan dan pemeriksaan saksi-saksi serta cek legalitas, tidak ditemukan adanya dugaan peristiwa pidana, tapi itu ranah perdata,” ucapnya.

Olehnya, sebut dia, penyelidik segera melakukan gelar perkara untuk proses penghentian penyelidikan, sebab bukan peristiwa pidana.

Adik Rachman, Fagih menceritakan, orang tuannya membeli beberapa lokasi tahun 1991, salah satunya perkebunan kelapa seluas sekitar 2 hektar di Desa Wani 1.

Ia menyebutkan, semua lokasi itu ada akta jual beli (AJB) dan sebagian sudah ada sertifikat hak milik (SHM).

Lalu pada saat orang tuanya meninggal tahun 2011, setahun kemudian dirinya dipanggil oleh pihak desa guna mempertanyakan legalitas atas kepemilikan lahan tersebut.

Ia lalu menunjukkan fotocopy legalitas atas kepemilikan lahan tersebut. Bahkan salah satu anak dari pemilik tanah membuat surat pernyataan tidak lagi mengganggu dan menggugat karena sudah menjadi ahli waris dari almarhum ayahnya.

Belakangan di tahun 2022, sebut dia, cucu dari salah satu anak pemilik tanah komplain bahwa tanah ditanami pohon kelapa itu hanya dikontrak.

Tidak berselang lama, cucu dari pemilik lahan itu menandai pohon kelapa yang berada lokasi tersebut dan menancapkan plang di pohon kelapa yang bertuliskan “Jangan Diganggu Gugat”.

“Jangan berani panjat, ini dalam sengketa,” katanya, mengutip tulisan di pohon kelapa tersebut.

Kejadian itu pun dilaporkan ke pihak kepolisan, tapi hingga saat ini belum ada kejelasan penanganan kasusnya.

Akibat pemasangan plang larangan tersebut, dirinya dirugikan dan tidak bisa lagi memanen kelapa, sebab tidak ingin mengambil risiko.

Reporter : Ikram
Editor : Rifay