PALU — Kurun waktu Januari- Desember 2025, Kejaksaan Negeri (Kejari) Palu memaparkan capaian kinerja meliputi bidang pidana umum, tindak pidana khusus, dan intelijen.
Pada bidang tindak pidana khusus tahap penyelidikan 3 kasus, penyidikan 4 kasus, penuntutan 3 kasus, eksekusi 8 terpidana.
Dan melakukan pemulihan keuangan negara sebesar Rp4.039.159.113 diperoleh dari denda dan uang pengganti telah disetor ke kas negara.
Pada bidang tindak pidana umum, pada prapenuntutan dari target 462 perkara, terealisasi 455 perkara, sampai penuntutan 389 perkara. Sedangkan tahap eksekusi dari target 317 perkara terealisasi 384 perkara. Sedangkan realisasi anggaran dari pagu awal Rp600.508.000 , terealisasi Rp562.003.000 atau persentasenya 96,16 persen.
Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Palu, Mohamad Rohmadi menegaskan setiap unit kerja memiliki kewenangan berbeda.
Mohamad menuturkan, jumlah restorative Justice (RJ) yang dilakukan Kejari Palu, terbanyak se- Sulteng. Dalam setahun tujuh perkara berhasil diselesaikan melalui RJ, termasuk dua perkara narkotika.
“Penerapan RJ pada kasus narkotika tidak bersifat menyeluruh,” kata Mohamad, turut didampingi Kasi Pidsus Kejari Palu, Junaedi dan Kasi Pidum Inti Astutik.
Mohamad menjelaskan, pada bidang penerangan hukum, hampir seluruh program terlaksana. Termasuk dalam program Jaksa Masuk Sekolah (JMS).
“Namun masih terdapat program terkendala, seperti kegiatan Pengawasan Aliran Kepercayaan dan Keagamaan dalam Masyarakat (Pakem). Pengawasan Pakem butuh kerjasama dengan Majelis Ulama Indonesia (MUI), kementerian agama, maupun organisasi keagamaan lainnya,” tuturnya.
Mohamad mengatakan, pada sektor intelijen, menegaskan bahwa tugas intel bersifat pengumpulan informasi awal, bukan menemukan atau memastikan unsur tindak pidana.
“Jika informasi awal menunjukkan potensi tindak pidana korupsi, maka temuan itu diteruskan ke bidang tindak pidana khusus (Pidsus). Bila tidak terbukti, intelijen dapat memberikan rekomendasi, masukan, atau meneruskan persoalan tersebut kepada Inspektorat dan instansi teknis untuk perbaikan administrasi,” ujarnya.
Mohamad mengatakan, dalam beberapa kasus pembangunan fisik, jika ditemukan kekurangan volume pekerjaan, kejaksaan dapat melakukan negosiasi pengembalian kerugian.Jika rekanan sanggup mengembalikan dana, proses dapat dihentikan.
“Jika tidak ada itikad baik, perkara diserahkan ke penyidik untuk diproses hukum,” katanya.
Mohamad menegaskan, kejaksaan menerapkan paradigma baru, penegakan hukum tidak semata berorientasi pada pemidanaan, tetapi memprioritaskan pengembalian kerugian negara dan pemulihan hak korban.
“Cara pandang ini diharapkan mencegah penjara semakin penuh tanpa menyelesaikan akar masalah. Pendekatan tersebut kini menjadi salah satu kebijakan strategis Kejaksaan Agung dalam penanganan perkara,” ujarnya.

