Pemulihan Hak Korban Pelanggaran HAM Berat Bukti Nyata Kehadiran Negara

oleh -

PALU- Setelah 19 tahun berjuang untuk memulihkan hak penyintas pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) Berat Masa Lalu Peristiwa 1965/1966 di Sulawesi Tengah (Sulteng) tahun ini, penyintas dan keluarga penyintas dapat merayakan hari HAM dengan suka cita.

Untuk pertama kalinya sejak UU HAM (No 39/1999) dan UU Pengadilan HAM (No 26/2000) diterbitkan oleh pemerintah, baru kali ini penyintas dapat merasakan kehadiran Negara secara lebih dekat, lewat upaya penyelesaian non yudisial pelanggaran HAM berat masa lalu di Indonesia.

Direktur SKP- HAM Nurlaela Lamasitudju memaparkan, tercatat 145 keluarga penyintas pelanggaran HAM Berat Peristiwa 1965/1966 menerima program pemulihan hak pada Kamis (14/12) mendatang.

“Penyelesaian non yudisial diatur melalui Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 2023, serta Keputusan Presiden Nomor 4 Tahun 2023. Kedua kebijakan ini mengatur tentang mekanisme pelaksanaaan rekomendasi Tim PPHAM,” papar Nurlaela dalam keterangan tertulis diterima Media Alkhairaat.id Senin (11/12).

Ia menjelaskan, tim ini dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 17 tahun 2022. Dalam rekomendasi Tim PPHAM terdapat rekomendasi langsung menyasar pada pemulihan hak korban yaitu ; Memulihkan hak korban dalam dua kategori, yakni hak konstitusional sebagai korban; dan hak-hak sebagai warga negara.

“Untuk melaksanakan pemulihan hak korban tersebut, Presiden memerintahkan 19 Kementerian dan Lembaga merancang program pemulihan berdasarkan tugas dan kewenangan,” katanya.

Ia menuturkan, di antara kebijakan program pemulihan hak tersebut adalah, hak atas kesehatan diberikan kepada penyintas langsung dan ahli warisnya.

“Bentuk program berupa Kartu Indonesia Sehat (KIS) Prioritas, sebanyak 445 penyintas dan ahli waris di Sulteng menerima program KIS prioritas tersebut,” ucapnya.

Selanjutnya kata dia, hak atas sandang dan pangan layak, disalurkan oleh Kementerian Sosial melalui program PKH Prioritas.

Lebih lanjut ucap dia, hak atas ekonomi, disalurkan melalui Kementerian Koperasi dan UMKM. Sebanyak 50 orang anak dan cucu penyintas pelanggaran HAM berat di Sulteng mendapatkan pelatihan literasi keuangan dan pengembangan usaha.

Lalu kata dia, hak atas pendidikan, disalurkan melalui program beasiswa strata 1 oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.Hak atas perumahan layak disalurkan oleh Kementerian PUPR.

“Sebanyak 57 keluarga penyintas pemerlu program tersebut segera diverifikasi dan divalidasi oleh Direktorat Perumahan Swadaya,” urainya.

“Saya berterimakasih, sekarang ini sudah ada regulasi dari Negara mengakui hak penyintas. Penyintas-penyintas Brawijaya juga semakin berterimakasih alhamdulillah kita sudah diperhatikan oleh Negara, kita semua mendapat bantuan KIS, dan lainnya,” kata Pengestu Murwandani (Ani) salah satu anak dari komunitas Brawijaya.

Ia menambahkan, kini, negara hadir memenuhi hak konstitusional penyintas dan hak-hak sebagai warga Negara. Komitmen Negara telah mengobati luka batin berpuluh tahun mereka derita.

Pelaksanaan program pemulihan HAK penyintas ini, menjadi bukti nyata bahwa komitmen Negara dalam memulihkan hak penyintas bukanlah gimik politik semata. Tetapi berangkat dari kesadaran yang sungguh. (IKRAM)