PALU – Asisten I Bidang Pemerintahan dan Kesra, Sekretariat Daerah (Setda) Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng), Fahrudin D. Yambas, menjadi salah satu narasumber rapat evaluasi pengawasan masa tenang pada Pemilu Tahun 2024 yang dilaksanakan Bawaslu Provinsi Sulteng, di Palu, Kamis (18/07).
Pada kesempatan itu, Fahrudin menyinggung terkait netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN) dalam menyambut pesta demokrasi Pilkada Serentak Tahun 2024.
Ia menegaskan, ASN harus netral dalam pilkada, karena di badannya melekat tugas dan tanggung jawab untuk menyelenggarakan pemerintahan.
“Tidak boleh berpihak dan tidak boleh terlibat. Harapannya nantinya, dengan sikap netral dapat melahirkan pelaksanaan pilkada serentak, pemerintahan yang lebih profesional, pemerintahan yang dapat melayani yang pada akhirnya bermuara pada kesejahteraan,” kata Fahrudin.
Sejauh ini, kata dia, pihaknya juga sudah melakukan langkah-langkah memanggil sejumlah pejabat yang mempunyai keinginan untuk ikut dalam pesta demokrasi 2024.
“Sudah dipanggil mengingatkan, apabila punya keinginan yang kuat silakan, tidak ada larangan. Tetapi ada ketentuan, ada rambu-rambu yang harus dipatuhi dan diikuti, sehingga tidak mengganggu kedudukannya sebagai penyelenggara negara,” jelasnya.
Bagaimanapun, kata dia, di dalam ASN melekat tugasnya sebagai perekat Negara Kesatuan Republik Indonesia, pelayan publik, dan pengambil keputusan.
“Ada beberapa kewenangan yang dimiliki ASN, mengelola keuangan negara, mendapatkan fasilitas dari negara, membuat kebijakan untuk kepentingan bangsa,” katanya.
Di tempat yang sama, Ketua Bawaslu Provinsi Sulteng, Nasrun, mengungkapkan penanganan pelanggaran yang dilakukan Bawaslu Sulteng selama pemilu 2024, termasuk di dalamnya keterlibatan ASN.
Kata dia, pihaknya melakukan penanganan pelanggaran sebanyak 116 kasus. Dari 116 kasus ini, 96 itu bersumber dari laporan yang masuk ke Bawaslu, 20 yang bersumber dari temuan bawaslu.
“Dari 116 ini ada sekitar 8 pelanggaran administrasi, trennya itu terkait dengan pemasangan APK yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, terkait dengan etik ada 12 yang berhubungan dengan penyelenggaraan ad hoc, seperti panwascam, PPS ataupun PPK yang berpihak kepada salah satu paslon,” ungkapnya.
Kemudian terkait dengan tindak pidana, kata dia, pihaknya menangani ada 35 kasus.
Selain itu, kata dia, ada juga pelanggaran perundang-undangan lainnya, seperti ASN yang memberikan dukungan kepada calon atau mengikuti kegiatan parpol.
“Kita tahu bersama, ASN ini memang barang seksi yang kemudian selalu dipelototi oleh pengawas. Kalau ASN ini, sebelum dan sesudah proses Pemilu maupun Pemilihan memang diminta mereka untuk tetap netral,” katanya.
Lebih lanjut Nasrun mengatakan, jika disandingkan, pada Pemilu Tahun 2019, terjadi pemungutan suara ulang (PSU) sebanyak 70 TPS. Namun di 2024 ini, ada sekitar 38 atau menurun sekitar 40%.
Kemudian pemungutan suara lanjutan (PSL), di 2019 itu sebanyak empat, namun di pemilu 2024 itu hanya ada dua atau turun 50%.
“Jadi memang kita bekerja sama dengan KPU bagaimana menekan PSU dan PSL,” kata Nasrun.
Yang paling fenomenal, kata dia, PSS (pemungutan suara susulan), di mana pada tahun 2019 sebanyak 483 TPS di Kabupaten Banggai.
“Namun di pemilu 2024, kita hanya punya satu, itu di Morowali Utara. Jadi kalau kita menyandingkan, artinya kinerja teman-teman penyelenggara juga bisa diukur dari turunnya potensi-potensi tadi, PSU turun, PSS turun, PSL juga turun,” ujarnya.
Menurutnya, hal ini semua karena adanya perpaduan dengan pemerintah daerah.
“Inilah evaluasi buat kita semua, sehingga ke depan kami mohon juga dukungannya dalam pelaksanaan pemilihan kepala daerah serentak nanti. Ayo kita bersama-sama berkolaborasi, baik pemerintah daerah dan seluruh stakeholder yang ada, kita sama-sama meyukseskan ini dan kemudian kita benahi semua apa yang terjadi sebelumnya agar ini tidak terulang lagi,” tandasnya. (RIFAY)