Pemkot Palu Target Turunkan Angka Stunting Hingga di Bawah 20%

oleh -
Wakil Wali Kota Palu, dr Reny A. Lamadjido menggendong seorang balita pada kegiatan penyerahan bantuan telur di Posyandu Bougenvil, Jalan Merpati, beberapa waktu lalu. (FOTO: IST)

PALU – Wakil Wali Kota, Palu Reny A Lamadjido, mengatakan, Pemerintah Kota (Pemkot) Palu menargetkan penurunan angka stunting di Kota Palu hingga di bawah angka 20 persen.

Saat ini, angka stunting di Kota Palu berada di angka 23,9 persen, masih di bawah angka nasional sebesar 24 persen.

“Kami menargetkan akan terus menekan angka stunting ini bisa di bawah 20 persen pada Tahun 2022 ini,” kata Wakil Wali Kota Palu, Reny A Lamadjido di ruang kerjanya, Kamis (13/10).

Sejauh ini, pihaknya telah menerapkan sejumlah pola dan inovasi melalui program yang ia gagas bersama Wali Kota Palu, yakni “Nosialapale” (Bahasa Kaili, red) yang berarti gotong-royong.

“Untuk menurunkan stunting ini tidak bisa hanya diselesaikan oleh Dinas Kesehatan saja, namun harus bersama-sama dengan seluruh OPD dan elemen masyarakat,” katanya.

Ia juga mengemukakan program lain melalui Dinas P2KB, yakni “Tabungan Telur” yaitu program penyaluran bantuan telur yang disumbang beberapa OPD untuk masyarakat yang anaknya memiliki berat badan kurang.

Penyaluran telur itu dilakukan di posyandu. Setiap anak diberikan sebanyak tiga butir. Demikian juga kepada ibu hamil.

“Ketika si anak sudah memiliki berat badan yang kurang maka sudah harus diberikan suplai makanan yang lebih bergizi,” ungkapnya.

Ia menyampaikan alasan mengapa memilih menyalurkan telur dibanding ikan. Sebab, kata dia, telur lebih memiliki daya tahan ketimbang ikan yang akan cepat busuk.

“Kalau telur bisa divariasi, digoreng atau direbus tergantung selera. Kemudian bisa juga disimpan dua hingga tiga hari,” ujarnya.

Kemudian, lanjut dia, tenaga kesehatan (nakes) juga memiliki inovasi yang disebut “Nakes Nonggaya” atau nakes yang gesit dan lincah serta tepat sasaran dalam penangan medis.

“Sebenarnya stunting ini sudah ada sejak lama namun penatalaksanaannya itu. Saya tidak mengatakan ada yang salah, tapi dalam hal ini kita harus mencari pendekatan yang lebih tepat,” sebutnya.

Menurutnya, nakes yang ada harus lebih fokus terhadap masalah yang ada di wilayah tugasnya. Nakes yang ada berbasis RT/RW bersama kader posyandu dan dasawisma harus tahu berapa jumlah anak yang berat badannya kurang di wilayah kerjanya.

“Nakes Nonggaya ini akan menjemput bola terkait itu. Di posyandu juga saat ini diharap akan lebih banyak lagi yang hadir,” harap mantan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Sulteng.

Selain nakes dan kader, PKK juga memiliki peran yang penting dalam persoalan stunting.

Lebih lanjut ia mengatakan, anggaran penanganan stunting di Palu bukan hanya bersumber dari APBD saja, namun secara bersama melibatkan seluruh OPD untuk menyiapkan anggaran Dana Alokasi Khusus (DAK) dari APBN.

Reny menerangkan, sebelum memulai menyusun program tahunan, pihaknya terlebih dahulu membuat analisis situasi yang akan digunakan dalam mencari penyebab masalah stunting.

Tahun lalu, kata dia, pihaknya telah memulai melaksanakan analisis situasi, sehingga ketahuan kelurahan mana yang terdapat kasus stunting, termasuk apa yang dibutuhkan dalam penanganannya.

“Inilah yang menjadi dasar pengajuan anggaran, termasuk acuan dalam mengalokasikan DAK. Jadi kita tidak serta merta menggunakan APBD murni di dalamnya, mengingat pendapatan daerah kita tidak besar,” tandas mantan Direktur RSUD Anutapura Palu itu.

Reporter : Hamid
Editor : Rifay