SIGI – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sigi menggelar seminar akhir pelaksanaan kajian inovasi reformasi birokrasi aparatur daerah Tahun 2025, Selasa (08/12).
Kegiatan ini merupakan transformasi birokrasi menuju tata kelola pemerintahan yang berkualitas dan berintegritas.
Seminar yang dihadiri oleh seluruh pimpinan organisasi perangkat daerah (OPD), akademisi Universitas Tadulako (Untad) dan stakeholder pembangunan ini menjadi momentum refleksi sekaligus komitmen bersama mempercepat reformasi birokrasi berbasis inovasi dan kolaborasi.
Sekretaris Kabupaten (Sekkab) Sigi mengatakan, reformasi birokrasi bukan sekadar program administratif, melainkan sebuah gerakan transformasi menyeluruh untuk mewujudkan birokrasi inovatif yang mendukung pembangunan berkelanjutan.
“Birokrasi yang baik adalah birokrasi yang mau belajar, mau berubah, dan mau melayani dengan sepenuh hati,” ujar Sekkab.
Kata dia, peningkatan produktivitas pertanian, kualitas pariwisata, dan daya saing ekonomi daerah menjadi fokus utama yang akan dipercepat melalui reformasi birokrasi.
“Dalam konteks inilah, peran Badan Perencanaan Pembangunan, Penelitian dan Pengembangan Daerah (Bappelitbangda) menjadi sangat strategis, tidak hanya sebagai perencana pembangunan, tetapi juga sebagai motor penggerak riset, inovasi, dan kebijakan berbasis bukti,” tambahnya.
Menurutnya, dengan sinergi antara pemerintah daerah, perguruan tinggi, dan masyarakat, semangat kolaborasi dan sinergitas ini harus menjadi landasan pijakan kita dalam membangun kerja-kerja produktif ke depan.
“Tidak ada lagi kerja-kerja sektoral, tetapi yang dibutuhkan adalah kerja-kerja kolaboratif dan sinergitas,” tegasnya.
Ia optimis, Kabupaten Sigi mampu membangun tata kelola pemerintahan yang semakin berkualitas dan berintegritas.
“Keberhasilan tidak datang secara instan, tetapi dibangun melalui kerja yang konsisten, terukur, dan berorientasi pada manfaat bagi banyak orang. Mari kita bersama-sama mengawal reformasi birokrasi di Kabupaten Sigi agar benar-benar menghadirkan nilai tambah bagi masyarakat, yaitu pelayanan yang cepat, transparan, dan berkeadilan,” ujarnya.
Hasil kajian yang dipresentasikan oleh tim peneliti dari Universitas Tadulako menunjukkan capaian yang membanggakan.
Kabupaten Sigi berhasil meraih peningkatan Indeks Reformasi Birokrasi (IRB) sebesar 171,95% dan Indeks Daya Saing Daerah (IDSD) hingga 962,26%.
Capaian ini menempatkan Kabupaten Sigi di peringkat 3 se-Sulawesi Tengah dengan IRB 72,8 pada tahun 2024, dengan tingkat pertumbuhan tertinggi (3,9%) dibandingkan kabupaten/kota lainnya di Sulteng.
Keberhasilan ini merupakan hasil dari implementasi lebih dari 10 inovasi digital lintas OPD yang telah mengubah wajah pelayanan publik.
Inovasi unggulan seperti SIMPATI (Sistem Informasi Manajemen Puskesmas Terintegrasi) yang mencapai adopsi 100%, Satu Sigi (portal layanan terpadu), SI-GITA (Sistem Informasi Geospasial Investasi dan Tata Ruang), dan SRIKANDI (Sistem Riset dan Kajian Inovasi Daerah) telah memberikan dampak nyata dalam meningkatkan kecepatan, transparansi, dan aksesibilitas layanan publik.
Selanjutnya, reformasi birokrasi memberikan dampak langsung pada kesejahteraan masyarakat. Indeks Pelayanan Publik (IPP) mencapai 70,1 dengan kepuasan masyarakat 72-74% (kategori “Baik”), dan 75,1% masyarakat menilai pelayanan publik lebih baik dibandingkan 3 tahun lalu.
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) meningkat dari 68,48 (2020) menjadi 70,51 (2024), tingkat kemiskinan menurun dari 12,45% menjadi 12,06%, dan pertumbuhan ekonomi pulih dari kontraksi -1,50% (2020) menjadi 3,50% (2024).
Peningkatan investasi sebesar 139,82% melalui kemudahan perizinan online (OSS) dan Patroli Metrologi yang meningkat 474% untuk perlindungan konsumen menunjukkan bahwa inovasi tidak hanya meningkatkan efisiensi birokrasi, tetapi juga mendorong pertumbuhan ekonomi dan melindungi kepentingan masyarakat.
Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) yang meraih predikat A menegaskan komitmen terhadap transparansi dan akuntabilitas.
Seminar berlangsung dinamis dengan diskusi kritis dari para peserta.
Salah satu peserta menyoroti kesenjangan antara pengetahuan dan penggunaan aplikasi digital.
“Banyak ASN yang sudah tahu ada aplikasi seperti SRIKANDI, tetapi ketika ditanya cara menggunakannya, mereka tidak tahu. Ini bukan masalah tidak tahu, tetapi tidak ingin tahu,” ungkap peserta.
Isu kompetensi ASN juga menjadi sorotan. Peserta mengingatkan bahwa PP 11 Tahun 2017 jo. PP 17 Tahun 2020 mewajibkan setiap pegawai mengikuti pelatihan minimal 20 JP per tahun, terutama menghadapi implementasi Single Salary System pada tahun 2026.
“Bagaimana kita bisa meningkatkan kompetensi, sedangkan anggaran pelatihan terbatas? Pemerintah pusat mewajibkan di aturan, tetapi menahan dana. Ini kontradiksi yang harus kita hadapi bersama,” kritik peserta.
Pejabat dari salah satu OPD memberikan masukan konstruktif terkait beberapa aspek yang perlu diperkuat.
Pertama, website Pemkab Sigi yang masih rendah jumlah kunjungannya karena data tidak terupdate.
“Website seharusnya menjadi sumber informasi digital utama untuk kegiatan pembangunan, tetapi jika tidak terupdate, masyarakat tidak akan mengaksesnya,” ujarnya.
Kedua, kata dia, struktur organisasi pemerintah daerah yang perlu dievaluasi apakah sudah efisien dan efektif.
Ketiga, sistem informasi publik yang harus dipetakan untuk menjangkau kebutuhan informasi terkait penganggaran, perencanaan, kebijakan publik, dan partisipasi masyarakat.
Keempat, usulan pembentukan Mall Pelayanan Publik yang mengintegrasikan berbagai layanan administratif dalam satu tempat, seperti yang telah berhasil diterapkan di beberapa daerah lain.
Pejabat tersebut juga menekankan pentingnya model inovasi yang implementatif.
“Kami perlu mendengar hal-hal yang secara implementatif bisa diadopsi oleh OPD,” katanya.
Di OPD-nya, lanjut dia, sudah banyak inovasi yang dilakukan, seperti sistem layanan digital untuk petani melalui WhatsApp, Puspatani (Pusat Pupuk Subsidi Tepat Sasaran), dan sistem informasi pertanian berbasis GIS.
“Namun, inovasi-inovasi ini belum terdata dengan baik,” ungkapnya.
Menanggapi berbagai pertanyaan dan masukan, tim kajian dari Universitas Tadulako menegaskan bahwa semua rekomendasi strategis telah tersedia dalam laporan lengkap.
“Apa yang Bapak-Ibu tanyakan sebenarnya sudah ada dalam laporan kami. Karena keterbatasan presentasi, tidak semua bisa ditampilkan. Kami sengaja memancing pertanyaan agar laporan ini dibaca secara menyeluruh,” jelas ketua tim kajian.
Tim kajian menjelaskan bahwa laporan memuat rekomendasi jangka pendek (0-6 bulan), jangka menengah (6-12 bulan), dan jangka panjang (1-3 tahun) yang sangat operasional dan konkret.
Rekomendasi jangka pendek mencakup pembentukan Gugus Tugas Reformasi Birokrasi, penyusunan roadmap, SOP reward-punishment, database kompetensi ASN, audit workload, dan pelatihan komunikasi teknis.
Rekomendasi jangka menengah meliputi penguatan infrastruktur digital, sistem monitoring terintegrasi, penguatan kolaborasi, dan peningkatan partisipasi masyarakat.
Sedangkan rekomendasi jangka panjang mencakup transformasi budaya kerja, pembelajaran organisasi, knowledge management system, smart government dengan pemanfaatan AI dan IoT, kelembagaan inovasi, implementasi merit system berbasis kompetensi dan kinerja, serta integrasi sistem informasi.
Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika memberikan klarifikasi terkait beberapa inovasi yang dibahas dalam kajian.
Terkait Satu Sigi, beliau menjelaskan bahwa aplikasi tersebut merupakan hasil program pada Mei 2024 dan masih dalam tahap pengembangan dengan baru 3 fitur (SSCID, IDM, dan Dapodik).
“Saya setuju dengan kritik bahwa website Kabupaten Sigi perlu diperbaiki. Bahkan saya yang Kepala Dinas Kominfo pun jarang membuka website kita karena memang belum optimal,” ungkapnya.
Terkait infrastruktur digital, Kadis Infokom menyampaikan kabar baik bahwa saat ini sedang ada penambahan 23 titik jaringan internet dari pemerintah provinsi, plus 7 titik lagi yang sedang dalam proses.
“Alhamdulillah, masalah blank spot yang selama ini menjadi kendala akan segera teratasi,” tambahnya.
Tim kajian juga memberikan catatan penting terkait keberlanjutan inovasi, mengambil pembelajaran dari Pusat Jejaring Inovasi Daerah (Puja Indah) yang pernah meraih juara pertama inovasi tingkat nasional pada 2019 namun kemudian tidak berkelanjutan.
“Persoalan keberlanjutan pembiayaan menjadi pelajaran penting. Kelembagaan inovasi harus didukung oleh regulasi yang kuat, anggaran yang memadai, dan komitmen politik yang konsisten agar tidak terjadi fenomena start-stop,” tegas tim kajian.
Meski mencatat berbagai capaian positif, hasil kajian mengidentifikasi tantangan yang harus diatasi, terutama keterbatasan infrastruktur digital (62,3% masyarakat mengeluhkan jaringan internet tidak stabil), literasi digital yang belum merata (44,7% masyarakat belum paham menggunakan platform digital), budaya kerja ASN yang masih reaktif dan pasif, koordinasi antar-OPD yang perlu diperkuat, dan sistem reward-punishment yang belum konsisten.
Untuk itu, Pemkab Sigi berkomitmen melakukan akselerasi transformasi digital dengan target 75% kompetensi digital ASN, 100% layanan e-government terintegrasi, dan 90% OPD dengan infrastruktur IT memadai pada tahun 2029.
Target Indeks Reformasi Birokrasi yang ingin dicapai adalah minimal 83,0 pada tahun 2029.
Reformasi birokrasi Kabupaten Sigi juga memanfaatkan momentum pasca-bencana gempa dan tsunami 2018 sebagai katalis perubahan untuk membangun kembali dengan lebih baik (build back better).
“Pengalaman bencana menciptakan kesadaran akan pentingnya sistem yang resilient dan digital, serta mengurangi resistensi terhadap inovasi. Ini adalah momentum yang harus kita manfaatkan untuk akselerasi reformasi birokrasi,” jelas tim kajian.
Keberhasilan reformasi birokrasi Kabupaten Sigi tidak lepas dari kolaborasi strategis dengan berbagai pihak.
Kerjasama dengan Universitas Tadulako melalui Program Kampus Berdampak memberikan dukungan riset, pengembangan sistem, dan evaluasi objektif.
Kolaborasi dengan Bank Indonesia dan Bulog dalam program Satu Desa Satu Perpustakaan, serta kemitraan dengan sektor swasta dalam pengembangan aplikasi digital, menunjukkan bahwa sinergi multi-stakeholder adalah kunci keberhasilan. ***

