Pemkab: PT HIP Ingin Menghindar Jeratan Hukum

oleh -
Kuasa Hukum Pemkab Buol Amerullah (kanan), S.H, Direktur Eksekutif Walhi Sulteng Aries Bira (tengah), Sekretaris LMND Sulteng Neny Setyawati Kote (kiri) saat memberikan pemaparan terkait HGU PT. HIP, pekan lalu. (MAL/IKRAM)

PALU – Pemerintah Kabupaten Buol, Sulawesi Tengah melalui kuasa hukumnya, Amerullah menilai jika keluarnya Surat Keputusan (SK) Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Nomor 517/MEN LHK/ Setjen/PLA.2/II/2018, merupakan PT Hardaya Inti Plantation (HIP) untuk menghindar dari jeratan hukum dan salah satu instrumen hukum perusahaan guna mendapatkan HGU.

SK Menteri LHK itu tentang pelepasan dan penetapan batas areal pelepasan kawasan hutan produksi, yang dapat dikonversi untuk perkebunan kelapa sawit atas nama PT HIP di Kabupaten Buol seluas 9.964 hektare.

Amerullah menjelaskan dari hasil temuan Pemkab, terdapat areal perkebunan berada di luar HGU sekira 5.190 hektare, terdiri hutan lindung (HL), hutan produksi terbatas (HPT), hutan produksi (HP), hutan produksi konversi (HPK) dan areal penggunaan lain.

Selain itu, ditemukan juga areal perkebunan sawit berada diluar izin HGU sekira 1.107 hektare, yang merupakan hutan kawasan belum dilakukan pelepasan, terletak dalam kawasan hutan produksi dan hutan produksi konversi.

“Lebih mencengangkan lagi, permohonan PT. HIP tahun 2015 terkait penetapan batas ulang àtas areal seluas sekitar 10.028 hektare,” kata Amerullah dalam pertemuan digagas liga mahasiswa nasional demokrasi (LMND), pekan lalu.

Menurut Amerullah, PT. HIP ingin melepas sandraan status hukum, karena telah berapa kali dilaporkan serta dianggap kementerian merupakan satu tindak pidana.

“Pada saat itu dilakukan full baket dan gelar perkara,” ujarnya.

Tetapi, kesimpulanya saat itu tidak ditemukan satu alat bukti dan bukan satu tindak pidana.

“Inilah yang sangat mengherankan,” ucap Amerullah.

Menurut dia, tindakan itu nyata sebagai perbuatan melawan hukum (PMH) dimana melakukan satu aktifitas perkebunan di luar areal izin HGU.

Sehingga, berdasarkan analisis dan kajian fakta, dimungkinkan persengkokolan penguasa dan kekuasaan, sehingga adanya pelanggaran nyata dan PMH yang dianggap biasa saja.

Sementara itu, Direktur wahana lingkungan hidup (Walhi) Sulteng, Aries Bira melihat adanya tumpang tindih antara kebijakan Negara dan implementasi.

“Semangat Presiden Jokowi ingin mendistribusikan lahan, tercoreng dengan dilepaskanya izin perkebunam sawit di Buol tersebut,” katanya.

Dalam Nawacita Jokowi, akan mendistribusikan lahan sekitar 12 juta hektare terdiri dari 4 juta untuk objek tanah reforma agraria dan 9 juta untuk perhutani sosial.

Distribusi lahan itu, melalui Perpres Nomor 85 tahun 2018 terkait reforma agraria, dimana Presiden memerintahkan Menteri LHK pemangku kepentingan untuk memastikan kawasan hutan dikelola rakyat dan segera dilakukan pelepasan untuk diberikan kepada masyarakat.

“Bupati Buol sejak pertama terpilih telah melakukan redistribusi lahan,” ujarnya.

Sehingga dengan terbitnya SK itu, mengambarkan antar kebijakan presiden mau mendorong mendistribusikan lahan dengan keputusan Mentri sangat timpang dan kontraproduktif. (IKRAM)