PARIMO – Pemerintah Kabupaten Parigi Moutong (Parimo), Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng) melalui Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang, dan Pertanahan (PUPRP) Kabupaten Parigi Moutong (Parimo), tidak menegtahui adanya aktivitas pertambangan perusahaan Galian C di Desa Lemusa, Kecamatan Parigi Selatan.
“Kami belum menerima laporan dari Pemerintah desa maupun masyarakat disana, terkait perusahaan tersebut,” ungkap Kepala Bidang Tata Ruang I Wayan Sukadana saat ditemui, Kamis (24/02)
Ia menuturkan, usaha batu pecah merupakan aktivitas tambang batuan, yang harus mengantongi izin beroperasi dari Kementerian ESDM.
Kata dia, dalam proses pengurusan izin, pertama yang harus dilakukan perusahaan, yakni penyesuaian lokasi dengan peta Balai Sungai wilayah III Sulteng. Jika memperoleh penyesuaian lokasi tersebut, dilanjutkan dengan pengurusan rekomendasi di bidang tata ruang pada Dinas PUPRP Parimo, sebagai pemilik wilayah.
“Kalau kami sudah mengeluarkan rekomendasi, baru dilanjutkan dengan perizinan, sesuai penyesuaian lokasi apa betul atau tidak Desa Lemusa memiliki bebatuan,” jelasnya.
Apabila pihak perusahaan mengklaim sedang mengurus Izin Usaha Pertambangan (IUP) di Jakarta, langkah tersebut bisa saja dilakukan. Namun meskipun telah megantongi IUP, perusahaan tidak serta merta dapat beroperasi, karena analisis lingkungan harus diusulkan terlebih dahulu, berdasarkan rekomendasi pihaknya.
“Semua penambang itu wajib mengurus analisis lingkungannya. Tahun kemarin sampai saat ini belum ada laporan pengusurusan tambang, kami juga belum tahu lokasi usaha itu di mana,” akunya.
Ia menuturkan, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) juga setempat menyampaikan informasi terkait pembukaan perusahaan batu pecah, dan akan melakukan pengecekan lokasi.
“DLH sudah sampaikan ke kami. Kita tinggal menunggu, apakah mereka mau mengajak kami untuk turun bersama atau seperti apa nantinya,” ujarnya.
Seharusnya kata dia, pemerintah desa lebih proaktif dalam menyikapi persoalan tersebut, dengan melaporkan kepada pihaknya terkait adanya aktivitas pertambangan, yang masuk tanpa izin.
Ia berharap, pihak perusahaan pun sebaiknya tidak melakukan kegiatan apapun di lokasi usaha, sebelum proses perizinan dilengkapi, dan diketahui oleh pemerintah desa serta masyarakat setempat.
Ia menambahkan, kurangnya komunikasi antara perusahaan dan pemerintah desa mengakibatkan, pembukaan usaha batu pecah tersebut, mengalami pro dan kontra. Ditambah lagi, masyarakat tidak lebih dulu diberikan sosialisasi.
“Perusahaan harusnya sosialisasi dulu, apakah itu diizinkan atau tidak, jangan sampai ketika ada permasalahan, pemerintah desa yang disalahkan,” tutupnya.
Reporter : Mawan
Editor : Yamin