PALU-Pemerintah Kabupaten Buol menolak terbitnya Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 517/MENLHK/SETJEN/PLA/2/2018 tentang pelepasan dan penetapan batas pelepasan kawasan hutan produksi yang dapat dikonversi untuk perkebunan kepala sawit seluas 9.964 hektar untuk PT Hardaya Inti Plantation (HIP). Pemkab pun meminta pembatalan SK tersebut karena telah menabrak sejumlah aturan .
Bupati Buol dr H.Amiruddin Rauf kepada wartawan di salah satu café di Palu, Ahad (20/1/2019) sore membeberkan alasan penolakan SK Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia tentang perluasan lahan perkebunan sawit. Alasan tersebut antara lain kawasan yang dimohonkan hampir 10 ribu hektar tersebut bukan kawasan perkebunan tapi cadangan air dan pangan daerah. ‘’Dari kajian lingkungan strategis juga tidak boleh lagi ada perluasan perkebunan sawit di Buol. Karena kalau dipaksakan maka daya dukung lingkungan akan terlewati,’’tegasnya.
Alasan lain lanjut Bupati, secara empirik hadirnya sawit di Buol membuat sejumlah wilayah yang tadinya subur kini menjadi tidak produktif. Ia mencontohkan desa Mongkudu. Soal PT HIP, juga menurutnya masih memiliki masalah hukum termasuk kasus suap yang melibatkan mantan Bupati Buol, Amran Batalipu. Dan yang lebih menguatkan lagi, SK Menteri LHK tersebut bertentangan dengan peraturan menteri Agraria yang hanya membolehkan satu konsorsium menguasai 20 ribu hektar dalam satu provinsi. Sedangkan faktanya, PT HIP telah menguasai 32 ribu hektar lahan perkebunan sawit. ‘’Ini jelas menabrak aturan,’’tambahnya.
Bupati yang didampingi staffnya dari Bappeda dan Bagian Hukum juga mengaku telah menyurati Presiden Joko Widodo beberapa waktu lalu terkait penolakan SK Menteri LHK tersebut. Ia pun bersama jajarannya akan melakukan pengkajian dan upaya teknis.
Direktur Walhi Sulawesi Tengah Abdul Haris dalam kesempatan itu juga mempertanyakan keluarnya SK Menteri LHK yang dinilai sarat politis karena menjelang pileg dan pilpres. Selain itu, Haris juga melihat adanya sejumlah pelanggaran terkait terbitnya SK nomor 517 Tahun 2018 tersebut. Selain ijin prinsip yang dikeluarkan Menteri Kehutanan telah kadaluarsa, SK tersebut juga bertentangan dengan aturan Kementerian Agraria.
Haris pun mengaku WALHI Sulteng tahun ini akan melakukan berbagai langkah terkait usulan pembatalan SK tersebut. Selain PTUN yang terbuka lebar, pihaknya juga akan melakukan gugatan jika dalam dokumen nantinya ditemukan adanya pelanggaran baik secara administrasi maupun substantif.’’Tahun ini kami akan lakukan upaya hukum tersebut,’’janjinya.
Dosen Fakultas Hukum Universitas Tadulako Zulkifli mendukung langkah pemkab Buol menolak perluasan lahan perkebunan kelapa sawit. Menurutnya, jika perkebunan sawit terus ditambah maka akan mengancam keselamatan warga Buol. ‘’Kalau hutan rusak maka Buol tinggal menunggu bencana,’’terangnya.(IKRAM)
Tinggalkan Balasan
Anda harus masuk untuk berkomentar.