TOUNA – Pemilik ataupun pengendara mobil Pajero, Fortuner ataupun Innova dan sekelasnya diminta agar tidak ikut mengisi kendaraannya dengan Bahan Bakar Minyak (BBM) yang disubsidi oleh pemerintah.
Hal ini dikatakan Komite Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas), Iwan Prasetya Adhi, saat meresmikan SPBU BBM Satu Harga, di Desa Uekuli, Kecamatan Tojo, Kabupaten Tojo Una-Una (Touna), Rabu (02/11).
Menurutnya, BBM subsidi ini dikhususkan kepada masyarakat yang kurang mampu dari sisi daya beli.
“Jadi kalau kendaraannya misalnya yang jenis Pajero, Fortuner atau yang Innova Diesel, ya jangan ngisi solar subsidi. Malu ya, karena itu hanya untuk orang miskin atau orang-orang yang kita bantu untuk bisa meningkatkan daya belinya. Nelayan-nelayan besar juga mestinya tidak perlu,” ujarnya, menyikapi keluhan Bupati Touna mengenai banyaknya masyarakat yang sulit mendapatkan BBM bersubsidi.
Ia mengakui, saat ini banyak terjadi penyalahgunaan BBM, karena disparitasnya begitu tinggi. Solar misalnya. Di SPBU, kata dia, dijual seharga Rp6.850 per liter, namun harga di luar yang bukan subsidi mencapai Rp17.800 per liter. Bahkan untuk solar industri mencapai Rp23 ribu.
“Hal inilah yang membuat terjadinya penyalahgunaan, orang beli di SPBU kemudian menjualnya ke industri, terutama industri yang kategori “nakal”. Karena seharusnya mereka ini harus membeli solar industri khusus yang mobil tangki biru,” tuturnya.
Kaitannya dengan penggunaan jerigen, lanjut dia, biasanya dilakukan oleh nelayan. Sepertinya, kata dia, di Touna sendiri belum ada SPBN yang khusus untuk nelayan, sehingga mereka membelinya ke SPBU.
“Seharusnya, jika mereka membeli di SPBU menggunakan jerigen, harus membawa rekomendasi dari pemerintah daerah sesuai kapasitas atau kebutuhan kapal,” katanya.
Pada prinsipnya, kata dia, SPBU menyediakan BBM untuk kendaraan. Untuk saat ini, kata dia, boleh saja digunakan oleh nelayan, tapi tetap saja harus membawa rekomendasi.
“Nanti kita akan atur, misalnya rekomendasinya berlaku selama 3 bulan. Termasuk juga petani, itu bisa kami bantu. Merekapun berhak mendapatkan BBM bersubsidi,” jelasnya.
Untuk pengawasan, lanjut dia, pihaknya melakukannya dalam bentuk aplikasi MyPertamina melalui Program Subsidi Tepat.
“Dengan adanya ini nanti maka penyalurannya jauh lebih tepat sasaran. Jika ada yang menggunakan plat nomor palsu, maka akan ketahuan juga,” tuturnya.
Saat ini, lanjut dia, program tersebut sedang diuji coba di lima provinsi. Nantinya akan dimassifkan sehingga tahun depan sudah berlaku di semua provinsi. Jika sudah berlaku, maka sudah bisa dilihat kendaraan mana yang masih layak mendapatkan BBM subsidi dan mana yang tidak.
Di tempat yang sama, Executive General Manager Pertamina Patra Niaga Regional Sulawesi, Erwin Dwiyanto, mengakui, yang menjadi tantangan bersama setelah BBM satu harga didirikan adalah bagaimana melakukan pengawasan sehingga tepat sasaran dan bisa dinikmati oleh masyarakat yang benar-benar membutuhkan BBM berharga murah atau bersubsidi.
“Dalam hal ini, Pertamina pada dasarnya sudah menyediakan sistem melalui aplikasi MyPertamina dengan harapan ini bisa menjadi tools atau platform untuk melakukan monitoring atau pengendalian BBM bersubsidi,” jelasnya.
Ia berharap, ke depan, wilayah peresmian SPBU BBM Satu Harga tidak terus-terusan menjadi 3T (Tertinggal, Terluar dan Terdepan).
“Beberapa tahun ke depan semoga berkembang menjadi SPBU reguler dan proses pengendalian penyaluran BBM bersubsidi bisa kita lakukan dengan menggunakan teknologi,” harapnya.
Sementara itu, Bupati Tojo Una-Una, Mohammad Lahay, mengatakan, dibutuhkan kerja sama yang solid seluruh pihak untuk ikut serta dalam mengawasi pendistribusian BBM satu harga agar tepat sasaran.
“Sebagaimana harapan bersama, kehadiran SPBU BBM satu harga ini lebih mempermudah masyarakat untuk mendapatkan BBM. Namun ini perlu ditertibkan, banyak keluhan kepada kami dari masyarakat yang sering tidak kebagian BBM,” ungkapnya.
Biasanya, kata dia, satu jam setelah pembongkaran, BBM di SPBU sudah habis. Anehnya, di sekitar SPBU justru banyak penjual BBM eceran.
“Kendaraan yang sudah antrean tiga sampai empat jam, justru tidak dapat bagian,” katanya.
Bahkan, kata dia, yang terlihat sering didahulukan adalah pembeli yang membawa jerigen. Padahal, kata dia, jika diperuntukkan untuk kendaraan masyarakat, maka dua sampai tiga hari belum tentu BBM tersebut habis di SPBU.
“Mungkin SPBU ini juga setelah diresmikan, satu dua hari sudah ada kios-kios yang menjual BBM eceran di sekitar sini. Ini masalah yang kita hadapi saat ini yang perlu kita pikirkan bersama agar BBM ini tepat sasaran,” imbuhnya. (RIFAY)