PALU – Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Palu, menyatakan, secara prinsip, Islam tidak menganjurkan tindakan aborsi. Jumhur (mayoritas) ulama tidak membolehkan aborsi dilakukan.
“Secara prinsip, hukumnya haram,” tegas Ketua MUI Kota Palu, Prof Dr H Zainal Abidin, di Palu, Kamis (21/02), menanggapi rencana pemerintah untuk menyiapkan layanan aborsi aman yang diperbolehkan oleh peraturan perundang-undangan.
Kata Zainal, rencana itu tidak berkaitan dengan agama, melainkan berdasarkan ilmu medis.
“Aborsi yang tidak aman kan bahkan bisa menghilangkan nyawa si ibu. Karena dilakukan tidak dengan ilmu dan ketentuan yang berlaku di ilmu medis,” ucapnya.
Kata dia, aborsi dapat dilakukan bila didasari dengan alasan medis yang kuat. Misalkan, bila ada masalah dengan kehamilan, sehingga bila dibiarkan, maka akan membahayakan sang ibu.
“Karena ada faktor yang membahayakan, atau ada faktor emergency berdasarkan hasil pemeriksaan medis,” sebutnya.
Namun, tegas dia, bila tidak ada alasan yang kuat, maka tidak boleh dilakukan aborsi, karena tidak boleh menghalangi kehidupan.
“Filosof berpendapat, defenisi hidup adalah bertemunya jasad dengan roh dan itu terjadi pada saat bertemunya sperma dan ovum. Sehingga begitu ada kehamilan, berarti sudah ada kehidupan. Sehinga demikian abortus tidak boleh diakukan karena membunuh manusia,” tegasnya.
Sebelumnya, Dirjen Kesehatan Masyarakat, Kementerian Kesehatan, Kirana Pritasari, mengatakan, pemerintah tengah mempersiapkan layanan aborsi aman. Layanan aborsi yang diperbolehkan oleh peraturan perundang-undangan.
“Perlu proses karena permasalahan tidak sederhana. Cakupan Indonesia juga sangat luas, tidak hanya Jakarta,” kata Kirana, baru-baru ini.
Menurutnya, Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan sebenarnya melarang praktik aborsi. Namun, larangan aborsi dikecualikan apabila terdapat indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan dan kehamilan akibat perkosaan yang menyebabkan trauma bagi korban.
Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi juga mengatur tentang usia kehamilan yang diperbolehkan melakukan aborsi. Menurut Pasal 31 Peraturan tersebut, tindakan aborsi akibat perkosaan hanya dapat dilakukan apabila usia kehamilan paling lama 40 hari dihitung sejak hari pertama haid terakhir.
“Kami sedang menyiapkan peraturan yang lebih operasional. Untuk beberapa rumah sakit, terutama rumah sakit-rumah sakit pendidikan, sudah ada tim untuk melakukan aborsi aman yang terpadu, termasuk layanan konseling oleh psikolog dan psikiater,” jelasnya.
Di luar rumah sakit-rumah sakit pendidikan tersebut, Kirana mengatakan praktik aborsi harus dilakukan secara hati-hati, terutama untuk kehamilan akibat perkosaan. Penyelenggaraan pelayanan aborsi diatur lebih detail dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 3 Tahun 2016 tentang Pelatihan dan Penyelenggaraan Pelayanan Aborsi Atas Indikasi Kedaruratan Medis dan Kehamilan Akibat Perkosaan. (RIFAY)
Tinggalkan Balasan
Anda harus masuk untuk berkomentar.