PALU – Perjuangan warga di Parigi Moutong atas upaya penyelamatan wilayah hak hidup dengan tuntutan cabut Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT. Trio Kencana berujung jatuh korban jiwa dan puluhan lainnya ditangkap aparat kepolisian.

Direktur Celebes Institute, Adriany Badrah, sangat menyayangkan jatuhnya korban dan mengecam keras pendekatan refresif aparat kepolisian dalam melakukan penanganan aksi warga.

“Aksi warga menuntut dihadapi dengan timah panas. Hal yang sepatutnya bisa dihindari jika aparat profesional dan lebih humanis,” sebut Adriany, Ahad (13/02).

Menurutnya, kondisi yang terjadi di sana harus dirunut lebih obyektif. Desakan warga atas penutupan dan penertiban lokasi pertambangan sudah disuarakan jauh sebelumnya, termasuk desakan dari Pemerintah Kabupaten Parigi Moutong.

Namun, kata dia, desakan tersebut terkesan tidak diindahkan Kapolres Parigi Moutong.

“Padahal jika ada sikap tegas dari aparat kepolisian dalam melakukan penertiban aktifitas tambang yang bermasalah, maka warga pasti tidak akan melakukan aksi demonstrasi,” terangnya.

Lebih lanjut ia mengatakan, aksi warga menuntut pencabutan IUP merupakan akumulasi sikap karena nampak ada kesan lamban upaya penyelesaian dari pihak terkait.

“Dan disaat bersamaan ada indikasi pembiaran aktifitas pengerukan di lapangan,” tambahnya.

Ia menegaskan, pemerintah pusat tidak bisa sepenuhnya lepas tangan atas maraknya konflik pengelolaan sumber daya alam, khususnya di sektor pertambangan. Pasalnya, akar utamanya ada diproses perizinan.

“Sentralisasi perizinan di pemerintah pusat. Sementara beban pertanggungan masalah ada di pemerintah provinsi. Dan rakyat butuh kepastian penyelesaian atas aneka soal yang timbul di lingkar tambang. Akar masalahnya ada situ,” tekannya.

Sehingga, kata dia, hal mendesak yang perlu segera dilakukan adalah perubahan regulasi dan pembagian kewenangan.

“Pusat melakukan apa, provinsi dan kabupaten kota melakukan apa,” jelasnya.

Dengan begitu, kata dia, negara bisa selalu hadir dan tidak abai. Bukan membiarkan rakyat selalu berhadapan dengan alat represif negara.

Terkait kasus jatuhnya korban jiwa, Komnas HAM juga didesak segera melakukan investigasi di lapangan dan memeriksa Kapolres Parigi Moutong, dan Kapolda Sulteng sebagi institusi setingkat di atas Polres Parigi Moutong.

“Termasuk memeriksa siapa sesungguhnya pemilik perusahaan PT. Trio Kencana,” desak Adriany.

Menurutnya, hal ini dimaksudkan agar tidak berkembang opini di publik bahwa seolah-olah setiap pemilik modal dan investor selalu mendapat “privilege” dari aparat keamanan dan pemerintah kabupaten. ***