JAKARTA — Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum Sulawesi Tengah (Kepala Kanwil Kemenkum Sulteng), Rakhmat Renaldy, menyambut baik langkah strategis pemerintah dalam menata ulang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Menurutnya, pembaruan tersebut adalah momentum penting mewujudkan sistem peradilan pidana lebih adaptif, modern, dan berpihak pada hak asasi manusia.
“Saat ini kita berada di titik krusial pembaruan hukum. KUHAP yang sudah digunakan selama lebih dari empat dekade, tentu tidak lagi sepenuhnya relevan dengan kebutuhan masyarakat dan tantangan hukum di era digital. Oleh karena itu, penyusunan RUU KUHAP adalah langkah tepat dan progresif,” ujar Rakhmat menyambut baik kegiatan Penandatanganan Naskah Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) RUU KUHAP di Jakarta, pada Senin 23 Juni 2025.
Rakhmat menjelaskan bahwa pembaruan KUHAP tidak hanya soal mengganti aturan lama, tetapi juga menyangkut pergeseran paradigma hukum lebih menjunjung tinggi keadilan substantif, keterbukaan proses hukum, dan perlindungan terhadap hak asasi setiap warga negara.
“Poin penting menjadi sorotan dalam RUU KUHAP ini adalah bagaimana proses penegakan hukum tidak semata-mata bersifat represif, tapi juga berorientasi pada keadilan restoratif, responsif terhadap kemajuan teknologi, serta memastikan semua prosesnya berjalan dengan transparan,” tegasnya di Palu, Kamis, (26/6).
Sebagai perpanjangan tangan Kementerian Hukum di daerah, Kanwil Kemenkum Sulteng menyatakan komitmennya mendukung penuh proses pembaruan tersebut.
Menurut Rakhmat, peran Kanwil Kemenkum Sulteng sangat strategis dalam mendorong implementasi RUU KUHAP di tingkat lokal, baik melalui sinergi lintas sektor, edukasi masyarakat, maupun penguatan koordinasi antar aparat penegak hukum.
“Kami memastikan pembaruan KUHAP ini tidak hanya berhenti di tingkat pusat, tapi juga benar-benar diterapkan hingga ke pelosok desa di Sulawesi Tengah. Sinergi dengan pemerintah daerah, kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan terus kami perkuat,” tambahnya.
Langkah pembaruan KUHAP tersebut sebelumnya ditegaskan oleh Menteri Hukum, Supratman Andi Agtas, yang menyebutkan bahwa KUHAP, saat ini berlaku merupakan pembaruan dari HIR (Herzien Inlandsch Reglement) warisan kolonial dan sudah saatnya diganti.
Menurutnya, perkembangan sistem ketatanegaraan, hukum, dan teknologi menuntut sistem peradilan lebih modern dan adaptif.
Hal senada disampaikan Ketua Mahkamah Agung, Sunarto, yang menekankan tantangan revolusi industri 4.0 dan 5.0 dalam konteks alat bukti dan pembuktian di persidangan. Ia meyakini DIM yang disusun telah mengakomodasi kebutuhan dan tantangan hukum modern.
Dengan pembaruan KUHAP tersebut, diharapkan sistem peradilan pidana Indonesia mampu menjamin supremasi hukum, perlindungan hak asasi manusia, serta mampu mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi terus melaju pesat.
Reporter: **/IKRAM