SIGI – Hasil rapat dengar pendapatan yang berlangsung di DPRD Kabupaten Sigi, Selasa (22/01), mengungkap sejumlah persoalan terkait rencana pembangunan hunian tetap (huntap) bagi korban bencana alam, 28 September 2018 silam.

Rapat dengar pendapat yang dimaksud melibatkan Komisi I DPRD Sigi bersama mitra kerja terkait, yakni Dinas Transmigrasi dan Tenaga Kerja (Distrasnaker) serta Dinas Pemuda  dan Olahraga.

Dari pertemuaan itu, terungkap bahwa pembangunan huntap sebanyak 50 unit yang berada di bawah kewenangan Distrasnaker di daerah trans Bulupountu, Kecamatan Sigi Biromaru, masih bermasalah. Masalah yang dimaksud adalah terkait lokasi yang tidak lain merupakan bekas Hak Guna Usaha (HGU) PT. Hasparm, dikomplain oleh warga setempat yang mengklaim sebagai pemilik lahan sejak lama. Mereka juga mengaku memiliki surat kepemilikan.

Ketua Komisi I DPRD Sigi, Ilyas Nawawi, mengakui upaya yang telah dilakukan Pemkab Sigi telah berjalan maksimal.

“Namun dalam hal ini kita jangan melihat dari sisi itu saja. Tetapi bagaimana dengan masyarakat yang tidak bisa lagi mengolah lahan pertaniannya. Kita tidak boleh tinggal diam dalam hal ini,” terangnya.

Terkait dengan huntap yang akan dibangun, sambungnya, perlu dilakukan sosialisasi kepada masyarakat, sebab jumlah 50 unit tersebut tentu tidak mencukupi dengan jumlah ratusan Kepala Keluarga (KK).

Ilyas mengingatkan agar pembangunan huntap tersebut tidak menimbulkan persoalan baru, mengingat masyarakat saat ini sangat sensitif dengan kondisi yang baru saja mereka alami.

“Apakah di lokasi itu sudah tersedia sarana prasarana seperti air bersih dan hal lain yang menjadi kebutuhan warga. Jadi rencana pembangunan huntap tersebut benar-benar matang. Kita juga mesti tahu, berapa lama pemerintah terlibat melakukan pengawasan di lokasi tersebut,” tandasnya.

Sementara Kepala Distransnaker Sigi, Asnuryati, mengatakan, 50 unit yang akan dibangun itu bukan huntap, melainkan Rumah Transmigrasi dan Jamban Keluarga (RTJK), bantuan dari kementerian untuk masyarakat Desa Jono Oge yang benar-benar terdampak musibah atau tidak lagi memiliki rumah sama sekali.

“Jadi yang mendapatkan rumah ini mereka yang betul-betul tidak memiliki rumah lagi. Kewenangannya nanti kita serahkan pada pihak desa serta kecamatan yang memahami kondisi warganya,” kata Asnuryati.

Dia juga mengakui adanya persoalan lain atas pembangunan hunian tersebut, seperti belum adanya sarana air bersih karena belum ada pipa air yang masuk di lokasi. Namun, kata dia, nantinya akan diupayakan sumur dalam.

Dia menambahkan, selama satu tahun, pemerintah akan melakukan pengawasan kepada warga yang tinggal di lokasi itu. Selain memberikan jaminan hidup, pemerintah pusat juga akan mengontrol dan membantu pengembangan usaha yang dilakukan warga.

“Dalam hal ini kita tegas. Bagi warga yang meninggalkan rumahnya selama tiga bulan, maka kita akan mencoret dan tidak boleh lagi datang ke tempat tersebut,” tandasnya. (HADY)