PALU – Wali Kota Palu, Hadianto Rasyid, bersama Kepala Balai Pemukiman dan Prasarana Wilayah (BPPW) Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng) serta perwakilan Forum Masyarakat Talise Bersaudara, Ustadz Bei Arifin, melakukan pertemuan guna membahas persoalan pembangunan hunian tetap (huntap) bagi korban bencana alam.
Pada pertemuan yang berlangsung , di ruang kerja Wali Kota Palu, Rabu (17/03) itu, semua pihak sepakat untuk menghentikan sementara pembangunan huntap di lahan eks Hak Guna Bangunan dan Hak Guna Usaha (HGB dan HGU) di Kelurahan Talise, Tondo dan Talise Valangguni.
Penghentian aktivitas pembangunan sambil menunggu hasil komunikasi dengan pihak Kementerian BPN/ATR.
Koordinator Forum Masyarakat Talise Bersaudara, Ustadz Bei Arifin, mengaku sangat bersyukur atas kebijakan wali kota tersebut.
“Kami Forum Talise Bersaudara diundang Pak Wali terkait lokasi eks HGB PT Duta Dharma Bakti. Ternyata memang akan ada bantuan untuk pembangunan sekolah. Jadi rencananya SDN 1, 2 dan Inpres di Jalan Yos Sudarso akan dialihkan ke lokasi tersebut,” ujarnya.
Kemudian, tambah Bei, seluruh lahan eks HGB/HGU yang berada di Kelurahan Talise, Talise Valangguni dan Tondo akan dirancang kembali agar lokasi itu juga bisa dibagikan kepada masyarakat, pemerintah dan pihak swasta.
“Jadi master plan yang sebelumnya itu secara otomatis tidak akan dipakai lagi,” katanya.
Olehnya, lanjut Bei, pihaknya mendukung dan menyetujui rencana pembangunan sekolah yang akan dibangun disebagian lahan PT Duta Dharma Bhakti (DDB).
“Bantuan ini kata pak wali adalah rezeki. Maka dibangun saja dulu. Bagaimana fungsinya nanti, karena SDN 1, 2 dan Inpres juga masih berfungsi. Ketika nanti terjadi perubahan, maka bisa saja difungsikan menjadi sekolah lain,” ucapnya.
Terlebih lagi, tambah Bei, lokasi pembangunan sekolah hanya mengambil sebagian dari luas lahan 46 hektar.
Terkait penundaan huntap sebagaimana kebijakan wali kota juga berlaku terhadap lahan-lahan yang selama ini dipertahankan Forum Masyarakat Talise Bersaudara.
“Ya, yang lokasinya di bagian barat,” pungkasnya.
Terpisah Kepala BPPW Sulteng, Ferdinan Kana’lo, membenarkan adanya penundaan tersebut.
“Apa kebijakan wali kota saya ikut. Kalau pak wali bilang tunda, saya tunda. Bangun, saya bangun. Kalau dibilang batal, ya saya batal,” sebutnya
Ketika ditanyai dampak penundaan itu terhadap batas waktu penggunaan anggaran pembangunan dari Bank Dunia, Ferdinan menjawab hal itu berbeda substansi.
“Itu urusannya berbeda lagi, karena kita ada di sini memang untuk membantu Pemkot. Bukan berarti pak wali bilang tadi batal, lantas batal huntapnya. Ya tidak seperti itu. Tapi beliau menunda sambil melakukan upaya ke Pak Menteri BPN/ATR, supaya lahan-lahan sisa HGB ini bisa dibagi,” paparnya.
Ferdinan menjelaskan bahwa semua pasti punya resiko, utamanya soal keterlambatan proses relokasi penyintas menuju huntap. Meski begitu, master plant nantinya tidak akan berubah, utamanya soal penetapan lokasi (penlok) huntap.
“Tidak mengubah master plan, tapi akan dibuat. Apa yang sudah ada itu tidak mungkin diubah. Contohnya kawasan huntap yang sudah ada, kan tidak mungkin ATR/BPN mengubah itu, Penlok inikan terhadap seluruh lahan,” terangnya
Akan tetapi, lanjutnya, dari seluruh lahan yang telah masuk penlok, tidak akan digunakan seluruhnya sebagai lokasi pembangunan huntap.
“Nanti ada land clearing, lean consolidation dengan warga agar warga juga bisa mendapat lahan. Demikian juga pemilik HGB. Win-win solusinya begitu. Jangan sampai nanti pemerintah tidak bisa bangun, masyarakat juga tidak bisa dapat,” jelasnya
Ferdinan menambahkan, dalam pembangunan huntap di Palu ini, pihaknya tidak mempunyai kepentingan selain berfikir bagaimana warga penyintas bisa cepat pindah.
Ia berharap, penundaan tersebut bisa menjadi solusi untuk segera menyelesaikan persoalan yang ada.
“Prinsipnya pasti ada batas waktu. Kita berikan ruang dulu kepada pak wali untuk melakukan langkah-langkah strategis. Kita berharap penundaan ini bisa selesai pada Juni tahun ini,” tandasnya.
Reporter : Hamid
Editor : Rifay