Oleh : Hj. Nilam Sari Lawira
INDEKS Pembangunan Gender (IPG) merupakan perbandingan antara Indeks Pembangunan Manusia (IPM) laki-laki dan IPM perempuan dilihat dari kualitas dimensi pendidikan, kesehatan, dan ekonomi. Dimensi pendidikan menggunakan harapan lama sekolah dan rata-rata lama sekolah, dimensi kesehatan menggunakan umur harapan hidup, serta dimensi ekonomi menggunakan pengeluaran per kapita disesuaikan (Purchasing Power Parity, PPP). Angka IPG yang mendekati 100 menunjukkan bahwa pencapaian pembangunan perempuan hampir sama dengan laki-laki. Namun, kita perlu perhatikan level pencapaian IPM laki-laki dan perempuan di suatu wilayah yaitu apakah sama-sama tinggi atau sama-sama rendah. Pada Dimensi Pembangunan Gender yang tergambarkan pada IPG yang komponen pembentukannya Pendidikan, kesehatan, ekonomi laki-laki dan perempuan menunjukkan bahwa, pertama, di Sumatra, kesepuluh provinsi menunjukkan kinerja tepat menuju pada pencapaian IPG 100 poin, yakni IPG selama periode 2014-2021 berada pada 88-94 poin. Makna 88-94 poin berarti, kesenjangan pembangunan gender berada pada angka 6-12 poin. Pencapaian Pembangunan dari dimensi Pendidikan, kesehatan, ekonomi antara laki-laki hampir setara.
Kedua, di Jawa-Bali-Nustra, IPG menunjukkan capaian antara 89-94 poin yang bermakna kesenjangan dimensi Pendidikan, kesehatan, ekonomi berada pada kisaran 6-11 poin. Namun, di Provinsi NTT, kita menemukan adanya penurunan IPG dari 92,76 poin pada 2014 menjadi 92,63 poin pada 2021. Fenomena ini menarik perhatian kita, sehingga patut ditindaklanjuti dengan meneliti dimensi apakah ada masalah dengan Pendidikan khususnya rata-rata lama sekolah laki-laki dan perempuan, harapan rata-rata lama sekolah laki-laki dan perempuan, usia harapan hidup laki-laki dan perempuan, PPP perempuan dan laki-laki pada dua puluh dua kabupaten dan kota di NTT. Dimensi geografi kepulauan menentukan pula pada Provinsi NTT yang angka kemiskinannya menempati posisi keempat tertinggi setelah setelah Papua, Papua Barat, Maluku.
Ketiga, di Kalimantan, kelima provinsi berada pada jalur yang tepat menuju kesetaraan gender pada dimensi Pendidikan, kesehatan dan ekonomi. Angka IPG mencapai 86-91 poin yang menunjukkan kesenjangan gender berada pada 9-14 poin. Fenomena menarik terjadi di Kalteng yakni capaian IPG menurun dari 89,33 poin pada 2014 menjadi 88,79 poin pada 2021. Pemetaan dimensi Pendidikan, kesehatan, ekonomi secara spasial pada 14 kabupaten/kota di Kalteng terutama pada daerah terpencil seperti di Kabupaten Murung Raya, Lamandau, Barito Utara, Katingan, Kapuas, Gunung Emas, maupun daerah di pesisir Laut Jawa Kota Waringin Barat, Kota Waringin Timur, Pulang Pisau. Keempat, di Kawasan Timur Indonesia, angka IPG mencapai 80-94 poin yang bermakna kesenjangan IPG berada antara 6-20 poin, lebih lebar ketimpangannya ketimbang wilayah lain. Hal yang menarik di KTI adalah, satu-satunya provinsi yang IPGnya menurun antara Tahun 2014 dan 2021 adalah Sulawesi Tengah. Angka IPG menurun dari 92,69 poin menjadi 91,91. Di Sulteng, baik harapan rata-rata lama sekolah (HLS), usia harapan hidup maupun pendapatan perempuan lebih tinggi dari laki-laki. Namun, rata-rata lama sekolah (RLS), justru perempuan lebih rendah dari laki-laki. Hal ini bermakna bahwa pada dimensi Pendidikan, bila dalam rumah tangga ada prioritas bersekolah, maka lebih diutamakan laki-laki sebagai pelanjut nama keluarga dibandingkan dengan perempuan yang tenggelam dalam membantu urusan rumah tangga serta membantu menyemai tanaman pangan dan hortikultura.
Di Provinsi Sulteng, terdapat delapan daerah yang mempunyai peningkatan IPG selama periode 2014-2021. Kedelapan daerah tersebut adalah Banggai Kepulauan, Morowali, Donggala, Buol, Tolitoli, Parigi Moutong, Sigi dan Banggai Laut. Sebaliknya, lima daerah mempunyai IPG menurun, yaitu Kabupaten Banggai, Poso, Tojo Una-Una, Morowali Utara dan Kota Palu. Saya berharap, bahwa kelima Kepala Daerah tersebut memperhatikan IPG ini terutama akar masalah Pendidikan, siapa berperan apa karena dimensi, Pendidikan, kesehatan, ekonomi telah mempunyai Indikator Kinerja Utama (IKU), Indikator Kinerja Kunci (IKK), Indikator Kinerja Daerah (IKD) yang sudah terjabarkan sampai pada indikator Kepala/Wakil Kepala Daerah, Eselon II, Eselon III, hingga sampai pada eselon IV dan fungsional, sehingga dapat dilakukan deteksi dini tersistem pada indikator mana terjadi masalah.
Indeks Pemberdayaan Gender (IDG) digunakan untuk mengukur partisipasi aktif perempuan di bidang ekonomi, politik dan manajerial. Tiga indikator yang digunakan yaitu persentase sumbangan perempuan dalam pendapatan kerja, keterlibatan perempuan di parlemen, dan keterlibatan perempuan dalam pengambilan keputusan melalui indikator perempuan sebagai tenaga manajerial, professional, administrasi, dan teknisi.
Di Sumatra, pertama, tujuh provinsi mempunyai Indeks Pemberdayaan Gender (IDG) yang meningkat. Sebaliknya, tiga provinsi yaitu Aceh, Riau, Kepulauan Riau mempunyai IDG menurun selama periode 2014-2021. Kedua, di Jawa-Bali-Nustra, tujuh provinsi memperlihat peningkatan kinerja IDG. Sebaliknya, dua provinsi yakni Jawa Tengah dan Nusa Tenggara Barat memperlihat kinerja menurun IDG. Ketiga, di Kalimantan, empat provinsi utama memperlihat peningkatan kinerja IDG selama periode 2014-2021, sebaliknya, Kaltara memperlihatkan kinerja menurun dari 66,52 poin menjadi 61,70 poin. Keempat, di KTI, delapan provinsi memperlihat peningkatan IDG, sebaliknya, dua provinsi yakni Sulbar dan Maluku meperlihatkan kinerja menurun IDG.
Di Provinsi Sulteng, Sembilan daerah memperlihat kinerja IDG meningkat yaitu Banggai Kepulauan, Banggai, Poso, Donggala, Parigi Moutong, Tojo Una-Una, Sigi, Banggai Laut, Morowali Utara. Sebaliknya, kinerja IDG Kabupaten Morowali, Buol, Tolitoli, Kota Palu mengalami penurunan. Selain itu, di Provinsi Sulteng, terdapat Rumah Tangga Perempuan miskin mencapai 31.448 Kepala Keluarga yang proporsinya mencapai 9,71 persen dari keseluruhan Rumah Tangga Miskin (RTM) di Sulteng yang berjumlah 323.642 KK. Dari jumlah tersebut, RTM yang dikepalai perempuan ini terdapat Kepala Keluarga perempuan berusia 16.367 RTM berusia 60 tahun ke atas atau proporsinya 52,04 persen, lalu sebanyak 10.231 RTM atau 32,53 persen berusia 45-59 tahun dan 4.850 RTM atau 15,42 persen berusia di bawah 45 persen. Selanjutnya, dari jumlah tersebut proporsi terbanyak berada di Kabupaten Banggai sebanyak 6.274 RTM Perempuan, diikuti oleh Kabupaten Parigi Moutong sebanyak 4.178 RTM Perempuan, dan Kabupaten Donggala sebanyak 3.803 RTM Perempuan.
Berdasarkan data di atas, maka permasalahan yang dihadapi dalam Peningkatan Partisipasi Perempuan dalam Pemilu dan Pilkada 2024 yang menurut United Nations Development Program (UNDP, 2010) yaitu Hambatan Langsung, Hambatan Bersifat Mendasar, Hambatan Struktural.
Hambatan langsung meliputi Kurangnya Kepercayaan Perempuan terhadap Sistem Politik, Kurangnya Ketrampilan dan Pendidikan Politik, Kurangnya Pengetahuan akan Sistem Politik, Kurangnya Minat Perempuan terhadap Politik, Kurangnya Sumberdaya Finansial, Kurang Percaya Diri, Kurang Mobilitas, Tanggung Jawab keluarga, Kurangnya Perempuan sebagai kader aktif Partai Politik, Kurangnya dukungan dari Partai Politik, serta Persepsi yang menganggap Politik itu kotor.
Hambatan bersifat mendasar meliputi Budaya Maskulin dan Dominasi Laki-Laki, Agenda Parpol yang berorientasi pada laki-laki, Kurangnya demokrasi di Internal Parpol, Komersialisasi Politik, Sistem Kepemiluan, Nepotisme dan Elitisme dalam Parpol, Kekerasan Politik, Korupsi dalam politik.
Hambatan bersifat struktural meliputi Dikotomi Diskursif Ranah Publik-Privat, Patriaki Publik-Privat, Perilaku Sosial yang Patriakis terhadap Laki-Laki dan Perempuan, Fundamentalisme Keagamaan.
Strategi yang ditempuh untuk meningkatkan partisipasi perempuan dalam Pemilu dan Pilkada Tahun 2024 yaitu, pertama, strategi mengintegrasikan perspektif gender dalam pembangunan dalam rangka mewujudkan kesetaraan gender. Selain itu, dilakukan pula, pengintegrasian perspektif gender tersebut dimulai dari perencanaan, penganggaran, pelaksanaan sampai pemantauan dan evaluasi.
Kedua, strategi Pemberdayaan Perempuan, melalui upaya pembangunan dalam rangka meningkatkan kapasitas dan kualitas perempuan, yang diwujudkan dalam bentuk, WID (women in development) yang terfokus kepada kuantitas perempuan dalam pembangunan; WAD (women and development), yang terfokus kepada kualitas peran perempuan dalam proses pembangunan; GAD (gender and development) yang terfokus kepada relasi antara laki dan perempuan.
Akhirnya, peningkatan partisipasi perempuan dalam Pemilu dan Pilkada Tahun 2024 dapat tercipta secara kolaboratif dengan mendorong peningkatan suara perempuan melalui transformasi paradigma pembangunan dari dimensi kompetisi, menjadi dimensi kolaboratif, berperan setara dalam pembangunan..
Penulis adalah Ketua DPRD Provinsi Sulteng