PALU – Komunitas sastra Nemu Buku Palu melaksanakan peluncuran buku Palu Yang Anu: Denyut Kota di Esai Warga, bertempat di Aula Dinas Pertanian Provinsi Sulawesi Tengah, Jalan R.A. Kartini, Sabtu (15/11) malam.

Buku setebal 260 halaman tersebut merupakan kumpulan tulisan dari sekitar 40 penulis dengan beragam latar belakang dalam memaknai perkembangan Kota Palu. Naskah-naskah di dalamnya telah melalui berbagai tahapan penyuntingan dan membutuhkan waktu sekitar empat bulan hingga akhirnya dicetak.

Direktur Nemu Buku, Neni Muhidin, mengatakan animo penulis yang mendaftar cukup besar, sekitar 65 orang. Namun karena keterbatasan, hanya 40 penulis yang akhirnya terlibat.

“Jadi Palu yang Anu itu dari proposal judulnya Palu dalam Esai. Lalu jadi buku, kita pilih satu judul unik dalam buku ini,” kata Neni.

Neni memaknai kata “anu” ke dalam dua pengertian. “Anu itu kan biasa kita pakai karena ketidakmampuan kita menjelaskan sesuatu atau menamai sesuatu. Tetapi di buku ini, kata itu sebagai satire, sebagai satire untuk melihat kota dengan banyak anunya”.

“Jadi, anu di sana itu jadi satire yang dalam sastra satu bagian penting untuk menghidupkan cerita itu,” katanya singkat.

Salah satu penulis, Arman Seli, merasa bangga bisa menjadi bagian dari tim dan diberi kesempatan berkarya. Dalam buku tersebut, Arman menulis esai berjudul Semesta Selena yang menceritakan bagaimana adat dan istiadat masih terpelihara dengan baik dan dijalankan secara bijak untuk menjaga alam.

Saat yang ditunggu-tunggu, bangga rasanya menjadi salah satu penulis dalam buku Palu Yang Anu: Denyut Kota di Esai Warga,” kata Arman.

Penerbitan buku ini merupakan kerja sama antara Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah, dengan komunitas sastra Nemu Buku Palu.

Dalam peluncuran buku tersebut, Miney Rifai, Herianto, dan beberapa penulis diberi kesempatan membacakan esai masing-masing sebagai penanda kemeriahan acara, yang juga diisi dengan musik tradisional.