Paskibraka Putri Nasional Lepas Hijab, PPI Sulteng Mengecam

oleh -
Paskibraka utusan Sulteng Zahra Aisyah-Paskibraka di Istana Presiden RI, Selasa (13/8). Foto: istimewa

PALU – Kabar mencengangkan menjelang upacara HUT RI ke 79, tahun ini. Pasalnya saat melihat live streaming Pasukan Pengibar Bendera Pusaka di Istana Kepresidenan, Selasa kemarin, tak ada satupun para peserta putri yang berhijab. Hal ini ditengarai adanya pelarangan hijab pada Paskibraka putri.

Ketua Purna Paskibraka Indonesia (PPI) tingkat Provinsi Sulteng Moh Rachmat Syahrullah mengatakan, sejak tahun 2022 sampai sekarang tahun 2024 pelaksanaan Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka) tidak ada aturan pelarangan penggunaan hijab.

“Tentu jika ada pelarangan penggunaan hijab bagi anggota Paskibraka putri kami dari Provinsi Sulawesi Tengah tidak mengirimkan utusan yang menggunakan hijab, dan memang aturan itu tidak ada baik secara tertulis pelarangan penggunaan hijab bagi anggota Paskibraka putri dalam juknis penerimaan Paskibraka baik di tingkat kabupaten, kota, Provinsi hingga Nasional tidak ada aturan yang menyatakan tidak boleh berhijab,” ujar Rachmat Syahrullah kepada media ini Rabu (14/8).

Makanya kata Rachmat terdapat 17 provinsi yang mengirimkan utusannya ke tingkat nasional yang putrinya menggunakan hijab.

“Semua kami ketahui, kami tercengang, kaget saat ketika kami menonton siaran live secara langsung melalui channel YouTube sekretariat presiden Selasa sore kemarin semua peserta wanita Paskibraka tingkat nasional tidak ada lagi terlihat berhijab lagi. Saya sampai berulang-ulang kali saya lihat dan fix semua tidak ada lagi yang berhijab dan juga utusan Sulteng Zahra Aisyah berasal dari Kabupaten Morowali juga sudah tidak menggunakan hijab lagi,” sesalnya.

BACA JUGA :  Bawaslu Parimo Awasi Tahapan Pendaftaran Calon Kepala Daerah

Dalam konfirmasi PPI Sulteng ke daerah-daerah lain yang mengutus anggotanya berhijab semua menyatakan hal yang sama, utusan putri nya tidak lagi berhijab, seperti Utusan dari Banda Aceh Gorontalo, NTB, Yogyakarta dan beberapa provinsi lainnya.

Menurutnya, anak-anak tersebut secara kelembagaan tidak bisa lagi ditarik oleh daerah asal, semenjak masuk dan ditetapkan menjadi anggota paskibraka di tingkat nasional yang seluruhnya dikelola oleh Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) RI.

“Semenjak mereka itu ditetapkan sebagai Paskibraka Nasional mulai pemberangkatan ke Pusat, karantina dan segala macam akomodasi yang melekat pada mereka itu semua dikendalikan oleh BPIP. Kami tidak bisa melakukan penarikan secara kelembagaan karena kami tidak masuk dalam sistem kelembagaan itu, dan tidak punya hak untuk mengelola di tingkat nasional. Kami hanya punya hak untuk mengelola Paskibraka di tingkat Provinsi saja. Jadi makanya kenapa ada pernyataan sikap ini kami buat untuk membuka pandangan seluruh masyarakat seluruh stakeholder bahwa ada sesuatu yang dilanggar di sini,” ungkapnya.

BACA JUGA :  Satu Bakal Calon untuk Pilkada Parimo Tidak Memenuhi Syarat

Ia mengatakan, diketahui negara menjamin kemerdekaan setiap warganya untuk menjalankan ajaran agama yang dianut, salah satunya menggunakan hijab dalam ajaran agama Islam yang tentunya ada aturan dilarang untuk membuka hijab dan dalam program Paskibraka juga tidak ada aturan tertulis seperti pelarangan berhijab.

Menurutnya, Paskibraka ini merupakan duta Pancasila mereka yang diharapkan menjadi duta-juta dalam menyiarkan, mensosialisasikan bahkan mempraktekkan nilai-nilai Pancasila karena mereka adalah duta Pancasila. Lantas adanya pelarangan penggunaan hijab atau pencopotan hijab ini bukankah salah satu bentuk pelanggaran dalam nilai-nilai Pancasila, seperti sila 1, ketuhanan yang maha esa dan sila ke-5 keadilan sosial bagi bagi seluruh rakyat Indonesia dalam hal ini seperti hak sosial mereka diambil dan dirampas.

BACA JUGA :  Pilgub Sulteng, Pasangan BERAMAL Pastikan Masyarakat Balut Tidak Lagi Terpinggirkan

“Bagaimana bisa dikatakan sebagai duta Pancasila, justru mereka yang diperhadapkan dalam aturan yang melanggar sila-sila Pancasila. Bukankah pendiri bangsa ini mau menjadikan keragaman dan perbedaan itu menjadi instrumen pemersatu bangsa? Lantas malah saat ini anehnya justru dilecehkan dalam hal pencopotan hijab, Kalau dibilang karena keinginan anak tersebut buka hijab masa 17 anak perempuan secara serempak membuka hijabnya semua, itu kan tidak masuk akal,” sesal Ketua PPI Sulteng ini.

Jadi ini pernyataan sikap resmi sengaja kami publikasikan, kata dia, agar menggugah stakeholder pengemban kebijakan.

“Dan kami berharap kepada bapak Presiden RI Joko Widodo yang terhormat bisa melihat mendengar dan merespon, agar supaya anak-anak ini pada saat bertugas tanggal 17 Agustus nanti masih bisa dikembalikan pada hak mereka bisa berhijab lagi. Tapi tadi kan baru pengukuhan kita, jadi harus perkuat petisi ini agar hak anak-anak khususnya paskibra Putri dapat kembali berhijab seperti semula,” tutup Moh Rachmat Syahrullah mengakhiri percakapannya.

Reporter: IRMA/Editor: NANANG