PALU –  Pengadilan Negeri Kelas 1A PHI/Tipikor Palu mengabulkan sebagian permohonan praperadilan yang diajukan Pimpinan Redaksi (Pimred) Berita Morut, Hendly Mangkali, terkait penetapannya sebagai tersangka dalam kasus dugaan pelanggaran Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

Kendati demikian, pihak Kepolisian Daerah Sulawesi Tengah (Polda Sulteng) menegaskan bahwa proses hukum terhadap Hendly tetap dilanjutkan.

Dalam putusan yang dibacakan oleh hakim tunggal Imanuel Charlo Rommel Danes, Rabu (28/5), dinyatakan bahwa penetapan tersangka terhadap Hendly oleh penyidik Direktorat Siber Polda Sulteng dinyatakan tidak sah karena didasarkan pada pemeriksaan tanpa surat panggilan resmi 24 April 2025 lalu.

Menanggapi putusan tersebut, Penasehat Hukum Polda Sulteng, Tirta Yasa Efendi mengaku sangat menghormati putusan tersebut.

Dia menjelaskan, bahwa putusan hakim hanya mengabulkan sebagian kecil dari permohonan praperadilan. Menurutnya, persoalan hukum yang menjadi pokok permohonan adalah terkait aspek formil pemeriksaan, bukan materi perkara atau alat bukti.

“Permohonan praperadilan itu hanya dikabulkan sebagian. Intinya, hakim menilai pemeriksaan Hendly Mangkali pada 24 April 2025 tidak sah karena dilakukan tanpa surat panggilan resmi. Oleh karena itu, penetapan tersangkanya pun dinyatakan tidak sah karena lahir dari pemeriksaan yang cacat prosedur,” jelas Tirta, dalam keterangannya, di salah satu kafe di Kota Palu, Kamis (29/5) malam.

Meski demikian, ia menegaskan bahwa semua proses penyelidikan dan penyidikan sebelum pemeriksaan tersebut tetap sah dan tidak dibatalkan oleh hakim.

“Dalam amar pertimbangannya, hakim menyatakan seluruh administrasi dari penyelidikan hingga penyidikan, termasuk SPDP (Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan), sah. Artinya, kami tidak perlu membuat proses baru dari awal,” lanjutnya.

Tirta juga menyampaikan bahwa hakim praperadilan memberi ruang bagi penyidik untuk melakukan pemanggilan ulang terhadap Hendly Mangkali secara sah dan dituangkan dalam berita acara pemeriksaan sebagai saksi.

“Hakim menyebut penyidik dapat memanggil ulang Hendly dan dituangkan dalam BAP. Artinya, penyidikan tetap berjalan sebagaimana mestinya, mengacu pada Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 4 Tahun 2016. Itu ditegaskan berulang kali oleh hakim,” ujarnya.

Lebih lanjut, Tirta menyatakan bahwa Polda Sulteng masih mengantongi dua alat bukti yang cukup untuk kembali menetapkan Hendly sebagai tersangka, sesuai dengan ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

“Kami menghormati proses hukum. Itu sebabnya kami ikuti praperadilan ini. Namun pada dasarnya, kami sudah memiliki dua alat bukti yang sah yang mendukung penetapan tersangka Hendly. Itu tidak dibatalkan oleh hakim karena bukan objek praperadilan,” tandasnya.

Ia juga membantah dalil dari pemohon terkait pasal dalam Undang-Undang ITE, yakni Pasal 27A dan Pasal 45 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024, yang menurut pihak Hendly tidak relevan. Tirta menegaskan bahwa itu masuk dalam ruang materi pokok perkara, bukan ranah praperadilan.

“Pasal 27A dan Pasal 45 itu menyangkut substansi. Hakim menyatakan itu adalah materi pokok dan bukan objek praperadilan. Maka kami akan buktikan itu di persidangan nanti,” ucapnya.

Ia juga menyinggung bahwa dalam gelar perkara sebelumnya, penetapan tersangka terhadap Hendly sudah melibatkan pihak eksternal, termasuk pengawas dari Dewan Pers, Etwasda, dan Bidang Hukum Polda Sulteng.

Sementara itu, Kasubdit II Ditreskrimsus Polda Sulteng, Kompol Alfian Komali, menambahkan bahwa proses pemanggilan terhadap Hendly Mangkali akan segera dilakukan kembali secara sah.

Jika yang bersangkutan tidak memenuhi panggilan pertama, maka akan dilanjutkan dengan pemanggilan kedua. Apabila tetap diabaikan, penyidik akan mengeluarkan surat perintah membawa, sebagaimana diatur dalam Pasal 1 KUHAP.

“Semua sesuai SOP. Kami akan panggil kembali secara resmi. Jika tidak hadir, kami akan ikuti prosedur hukum selanjutnya,” tandas Kompol Alfian.*/Yamin