PALU – Sejumlah pemuda di Kota Palu menggelar aksi tabur bunga dan tebar lilin di depan Gedung DPRD Sulawesi Tengah, Minggu (25/8).
Aksi ini dilakukan sebagai bentuk protes simbolis pasca demonstrasi mengawal putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait RUU Pilkada yang berakhir tanpa kesepakatan.
Dalam aksi yang berlangsung di depan plang nama Gedung DPRD Sulteng tersebut, para pemuda menyalakan lilin dan menaburkan bunga layaknya orang yang sedang berkabung, sembari berorasi pelan. Mereka menyampaikan kritik tajam terhadap kondisi demokrasi di Indonesia, yang mereka anggap sedang mengalami kemunduran.
Aksi serupa sebenarnya telah dilakukan sejak sehari sebelum demonstrasi besar-besaran oleh Aliansi Mahasiswa se-Kota Palu pada Jumat (23/8). Saat itu, spanduk-spanduk dengan ucapan belasungkawa bertuliskan “turut berduka cita atas mati-matinya demokrasi” dan sebuah properti demo berupa nisan bertuliskan “turut berduka cita atas matinya DPR” dipasang di sekitar lokasi.
Meskipun demonstrasi tersebut telah usai, aksi tabur bunga dan tebar lilin ini terus berlanjut. Belakangan, aksi ini juga diisi dengan tulisan-tulisan kritik yang ditujukan kepada aparat kepolisian, yang dianggap represif dalam mengamankan aksi demo sebelumnya. Beberapa tulisan yang mencolok antara lain, “Tembak Polisi anti demokrasi”, “Polisi tidak lagi melindungi”, dan “Beri keadilan untuk para korban represifitas polisi”.
Wahyu, salah satu pemuda yang terlibat dalam aksi tersebut, menyatakan bahwa ia dan rekan-rekannya melanjutkan aksi ini hingga tanggal 27 Agustus, yang mereka sebut sebagai “tahlilan malam ke-7”. Tanggal tersebut bertepatan dengan dibukanya pendaftaran calon kepala daerah untuk Pilkada 2024.
“Aksi tabur bunga dan tebar lilin yang kami lakukan ini menunjukkan bahwa sedang ada duka yang mendalam di negara kita. Tiga lembaga negara, yaitu eksekutif, legislatif, dan yudikatif, saat ini sedang mengalami krisis yang parah,” tegas Wahyu.
Mahasiswa Universitas Tadulako ini mengungkapkan bahwa putusan MK mengenai RUU Pilkada seolah membawa Indonesia kembali ke masa Orde Baru, di mana mahasiswa harus turun ke jalan dalam demonstrasi besar-besaran untuk melawan rezim yang berkuasa.
Diketahui, setelah aksi demonstrasi tersebut, Aliansi Masyarakat Sipil Sulteng melaporkan bahwa empat orang mengalami luka-luka akibat bentrokan antara demonstran dan aparat keamanan.
“Ada beberapa orang yang tumbang setelah aksi, tapi pihak Polres masih bungkam soal itu. Melalui aksi ini, saya ingin menyampaikan duka ini kepada semua orang,” pungkas Wahyu.
Reporter : Mun
Editor : Yamin