PARIMO – Aktivitas Pertambangan Emas Tanpa Izin (PETI) di Desa Tirtanagaya, Kecamatan Bolano Lambunu, Kabupaten Parigi Moutong, Sulawesi Tengah (Sulteng), dilaporkan masih terus berlangsung pasca-banjir yang melanda sejumlah desa di wilayah hilir.

Tiga lokasi PETI yang masih beroperasi yakni di wilayah Dengki, Kuala Raja, dan Duyung.

Seorang warga yang enggan disebutkan namanya menyebutkan bahwa para penambang tetap menggunakan alat berat untuk membuka lahan, meski desa-desa di bagian hilir baru saja terdampak banjir.

“Baru beberapa hari desa yang berada di hilir sungai terdampak banjir. Namun, para penambang masih melakukan aktifitasnya dengan merusak hutan dengan alat berat,” ungkapnya, Kamis (3/7).

Ia menyayangkan tidak adanya tindakan tegas dari Pemerintah Daerah Parimo maupun Aparat Penegak Hukum (APH), sehingga memicu kekhawatiran akan potensi bencana yang lebih besar jika aktivitas PETI tidak dihentikan secara permanen.

“Persepsi kami yang berada di hilir, trauma dan ketakutan ketika masuk musim penghujan. Karena sewaktu-waktu bencana banjir atau tanah longsor bisa terjadi jika mereka di atas tidak menutup total PETI di Tirtanagaya,” jelasnya.

Camat Bolano Lambunu, Sodik Hamzah, membenarkan adanya dugaan aktivitas PETI yang masih berlangsung. Namun ia mengaku belum bisa memastikan langsung karena masih fokus menangani dampak banjir.

“Karena masih sibuk pasca banjir, saya belum tahu persis, tapi menurut saya kemungkinan masih ada (aktivitas PETI),” ujarnya.

Sodik menambahkan bahwa pihak kecamatan telah berupaya melakukan pendekatan kepada para pelaku PETI melalui pengiriman surat imbauan.

“Kepala seksi saya sudah naik ke lokasi bawa surat ke ‘bos’ tambang, tapi tidak ada satu pun yang datang. Surat itu menyampaikan bahwa warga saya banyak petani dengan luas sawah sekitar 6.000 hektare. Saya tidak mau petani dirugikan,” tegasnya.

Sementara itu, Kepala Bidang Penataan dan Penaatan Lingkungan pada Hidup Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Parimo, mencurigai aktivitas PETI di Tirtanagaya berada di kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT). Namun hingga kini belum ada identifikasi pasti melalui koordinat lokasi.

“Kita curigai aktivitas PETI Tirtanagaya masuk dalam kawasan HPT, tapi memang belum pernah dilakukan pengambilan titik koordinat lokasi,” ungkap Mohammad Idrus,

Kecurigaan itu, lanjut Idrus, didasarkan pada sejumlah informasi dari warga yang menyebut lokasi PETI berada di bekas wilayah izin salah satu perusahaan tambang.

“Kita curiga karena dari data dan informasi yang kami terima, aktivitas PETI Tirtanagaya berada di lokasi eks tambang salah satu perusahaan,” pungkasnya.