PALU- Balai Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH) wilayah XVI Palu mendapat denda adat tiga dulang dan tiga ekor kambing dari dewan adat Salena. Instansi ini didenda sebab dinilai melanggar adat memasang patok dan plang hutan lindung (HL) di Kebun Warga Salena tanpa ada pemberitahuan.
Pihak BPKH wilayah XVI Palu mengakui kesalahannya di Bantaya Potangara ada (Balai Pertemuan Adat) Salena, di depan puluhan warga yang mengikuti musyawarah adat, Kamis (02/12).
Ketua RW Lingkungan Salena, Tamin S. Rantelino, menjatuhkan denda adat 3 dulang dan 3 ekor kambing, sebab memasang patok tanpa ada pemberitahuan dan dianggap melanggar adat.
“Harus digivu (denda adat), karena kami tidak mengetahui maksud dan tujuan pemasangan patok”, tegas Tamin
Menurut dia, tindakan itu tidak dibenarkan dalam aturan adat dan besaran denda juga sudah sesuai dengan kesalahan yang dilakukan.
” Kalau mengulangi kesalahan, dendanya bisa ditambah lagi,” sambung dia.
Sementara itu, warga Salena, Arifin Likesando mengatakan, bahwa konsep Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) memberikan wilayah kelolah dengan luas tertentu adalah bentuk penjajahan pemerintah kepada warga.
“Kami yang memiliki wilayah, untuk apa diberikan kepada kami. Kalau diberikan artinya bahwa bukan kami pemiliknya. Karena kami yang berkuasa atas wilayah sendiri maka itu hak kami,” ungkap Arifin
Selanjutnya, perwakilan BPKH Wilayah XVI Palu, Karman menerima denda adat yang dijatuhkan kepada pihaknya.
“Saya menerima denda adat itu dan berkoordinasi dengan pimpinan, sebab kami hanya orang yang ditugaskan di lapangan,” sebutnya.
Dalam pertemuan itu juga disepakati penandatanganan berita acara oleh BPKH Wilayah XVI Palu, Kepala KPH Banawa Lalundu, Ketua RW, Ketua RT dan Tokoh adat Salena.
Adapun isi berita acara adalah pertama, menolak pemasangan patok. Kedua, denda adat tiga dulang dan tiga ekor kambing. Ketiga, denda adat dikeluarkan selambatnya-lambatnya tujuh hari sejak diputuskan.
Reporter: IKRAM
Editor: NANANG