OLEH: Dr. Sahran Raden, S.Ag, SH,MH*
Tulisan ini ingin menjelaskan berkaitan dengan eksistensi partai politik sebagai inprastruktur politik negara yang memiliki kontribusi dan peran penting dalam ketatanegaraan Indonesia. Mengapa saya menulis tentang partai politik dengan pemilu ini, karena memahami partai politik dan pemilu di Indonesia, kita merasakan dan memahami suatu peristiwa kenegaraan dan perubahan bagi bangsa Indonesia.
Memahami partai politik dan pemilu, kita dapat menyalurkan hak konstitusional dan hak asasi manusia untuk ikut serta dalam pemerintahan. Bahkan keberadaan partai politik dalam negara demokrasi menjadi sangat penting. Partai politiklah yang menentukan corak demokrasi sebab partai politik menjadi salah satu pilar demokrasi. Demokrasi tidak akan bermakna tanpa adanya partai politik.
Namun demikian, bukan berarti keberadaan partai politik tanpa masalah. Problem partai politik akan selalu muncul dalam momentum demokrasi electoral. Salah satunya adalah problem berkaitan dengan seleksi atau rekrutmen bakal calon anggota DPR dan DPRD pada pemilu tahun 2024.
Problem Pencalonan Pemilu 2024
Dalam tahap pencalonan anggota DPR dan DPRD pemilu 2024, KPU telah sampai pada kegiatan penerimaan dokumen syarat perbaikan verifikasi adminitrasi dari partai politik dan selanjutnya memasuki tahapan penyusunan daftar calon sementara.
Pada senin 27 Juni 2023, Kompas memuat berita bahwa Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI mengumumkan ada (89,81 persen) calon anggota DPR dan DPRD serta DPD yang dinyatakan belum memenuhi syarat dalam verifikasi administrasi pengajuan bakal calon anggota DPR dan DPRD oleh partai politik sebagai peserta pemilu.
Itu berarti hanya ada 11 % dokumen administrasi syarat bakal calon anggota DPR dan DPRD yang dinyatakan memenuhi syarat pada masa verifikasi administrasi. Paling tidak terdapat beberapa problem pencalonan bakal calon anggota DPR, dan DPRD pada pemilu 2024.
Pertama, lemahnya administrasi seleksi calon anggota DPR dan DPRD oleh partai politik sebagai peserta pemilu. KPU RI mengumumkan bahwa pencalonan anggota DPR dari 18 Partai Politik hanya ada 9.260 (89,81 persen) dari total 10.323 bacaleg DPR RI dinyatakan belum memenuhi syarat atau BMS sebagai peserta Pemilu 2024.
Status belum memenuhi syarat dari hasil verifikasi administrasi dokumen bakal calon anggota DPR atau pun DPRD ini menunjukan atas lemahnya admnistrasi dan rekrutmen atau seleksi bakal calon anggota DPR dan DPRD oleh partai politik pada pemilu 2024.
Beragam jenis kendala yang membuat persyaratan pendaftaran para bacaleg itu tidak lolos verifikasi administrasi. Beberapa di antaranya, mereka tidak menyerahkan KTP elektronik, surat pernyataan, fotokopi ijazah, kartu tanda anggota partai politik, bukti keterangan sehat, dan keterangan pengadilan.
Adanya pengajuan bakal calon yang ditemukan ganda daerah pemilihan dan adanya satu orang yang dicalonkan oleh dua partai politik dalam daerah pemilihan yang berbeda. Pengajuan bakal calon anggota DPR dan DPRD disusun dalam daftar bakal calon. Daftar bakal calon memuat paling banyak 100% (seratus persen) dari jumlah kursi pada setiap Dapil. Daftar bakal calon wajib memuat keterwakilan perempuan paling sedikit 30% (tiga puluh persen) di setiap daerah pemilihan. Setiap 3 (tiga) orang bakal calon pada susunan daftar bakal calon wajib terdapat paling sedikit 1 (satu) orang bakal calon perempuan.
Kedua, problem sistem pemilu yang digunakan dalam pemilu 2024 yang sedang diajukan permohonan uji materi kepada Mahkamah Kostitusi. Semua calon masi ambigu pada saat belum diputuskannya perkara pengajuan uji materi terhadap Undang Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang pemilu.
Semua partai politik dan calon menunggu putusan Mahkamah Konstitusi atas permohonan pengujian Pasal 168 ayat (2), Pasal 342 ayat (2), Pasal 353 ayat (1) huruf b, Pasal 386 ayat (2) huruf b, Pasal 420 huruf c dan d, Pasal 422, Pasal 426 ayat (3) Undang–Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.
Perkara pengujian konstitusional terhadap pasal 168 Undang Undang 7 Tahun 2017, telah berakibat adanya ketidakpastian hukum terhadap sistem pemilu proporsional terbuka sebagaimana diatur dalam Undang Undang Pemilu tersebut. Putusan Mahkamah Konstitusi pun telah selesai adanya masa pendaftaran bakal calon atau masa pengajuan bakal calon oleh partai politik kepada Komisi Pemilihan Umum.
Ketiga, problem sistem informasi pencalonan atau Silon. Kegiatan Verifikasi administrasi oleh KPU, KPU Provinsi dan KPU Kabuapaten/Kota merupakan suatu kegiatan penelitian terhadap kebenaran dan kelengkapan dokumen persyaratan serta kegandaan pencalonan bakal calon sebagai pemenuhan persyaratan menjadi daftar calon anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota.
Terhadap kerja verifikasi pencalonan DPR, DPD dan DPRD ini, KPU melaksanakan melalui suatu sistem informasi pencalonan. Silon adalah sistem dan teknologi informasi yang digunakan dalam memfasilitasi pengelolaan administrasi pencalonan Presiden dan Wakil Presiden, anggota DPR dan DPRD, anggota Dewan Perwakilan Daerah, Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati atau Walikota dan Wakil Walikota di tingkat KPU, KPU Provinsi, dan/atau KPU Kabupaten/Kota.
Salah satu problem dalam pencalonan pada penggunaan Silon ini, partai politik tidak maksimal dalam menggunakan silon ditambah dengan adanya sistem aplikasi silon yang selalu error. Penyiapan waktu persiapan tahapan yang tidak cukup dan sempit sehingga partai politik mengalami kendala dalam melakukan pengisian data dan unggah dokumen melalui Silon. Selain itu, masih adanya penafsiran yang berbeda terhadap muatan masing-masing formulir dari partai politik.
Sistem informasi pencalonan yang diterapkan oleh KPU, sebenarnya sebagai salah satu instrument dalam menata administrasi kelembagaan partai politik di Indonesia. Ditengah lemahnya administrasi partai politik, sistem informasi pencalonan sebenarnya digunakan oleh partai politik dalam menata data administrasi dokumen calon anggota DPR dan DPRD yang dapat digunakan setiap pemilu.
Eksistensi Partai Politik dan Upaya Menata Kelembagaannya
Salah satu tujuan dibentuknya partai politik adalah dalam rangka meningkatkan partisipasi politik anggota dan masyarakat dalam rangka penyelenggaraan kegiatan politik dan pemerintahan. Partai politik dengan pemilu adalah dua hal yang saling terkait.
Partai Politik adalah imbas dari adanya Pemilu. Partai Politik merupakan salah satu dari bentuk kedaulatan rakyat yang diwujdukan melalui Pemilu. Partai Politik sebagai kelompok anggota yang teroganisasikan secara rapi dan stabil yang berusaha mencari dan mempertahankan kekuasaan dalam pemerintahan melalui Pemilu. Sementara pemilu sebagai mekanisme penyeleksian dan pendelegasian penyerahan kedaulatan rakyat kepada orang atau partai politik yang dipercayai.
Dalam pertimbangan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 114/PUU-XX/2022, bahwa partai politik dikonstruksikan sebagai organisasi yang bersifat nasional dan dibentuk oleh sekelompok warga negara Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan dan membela kepentingan politik anggota, masyarakat, bangsa dan negara, serta memelihara keutuhan NKRI berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Dalam konteks itu, partai politik memiliki peran sentral dalam kehidupan berbangsa dan bernegara termasuk dalam kehidupan berdemokrasi, sehingga eksistensinya harus dipertahankan. Menurut Mahkamah, sesuai dengan ketentuan Pasal 22E ayat (3) UUD 1945 yang menempatkan partai politik sebagai peserta pemilihan umum anggota DPR/DPRD yang memiliki peran sentral dan memiliki otoritas penuh dalam proses seleksi dan penentuan bakal calon legislatif.
Setelah perubahan UUD 1945, partai politik menjadi satu-satunya pintu masuk bagi warga negara yang memenuhi persyaratan untuk diajukan sebagai calon anggota DPR/DPRD dalam pemilu. Bahwa selain dalam proses pencalonan, peran sentral partai politik juga dapat dilacak dalam mengelola jalannya kinerja anggota DPR/DPRD yang terpilih. Dalam hal ini, partai politik memiliki kewenangan untuk sewaktu-waktu melakukan evaluasi terhadap anggotanya yang duduk di DPR/DPRD melalui mekanisme pergantian antar waktu (PAW) atau recall
Bahwa dalam hal terdapat partai politik yang dinilai kehilangan peran sentralnya sebagai partai politik sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 1 angka 1 Undang Undang Nomor 2 tahun 2008 tentang partai politik, maka partai politik seharusnya berupaya memperkuat fungsi kelembagaannya terutama guna menyalurkan aspirasi dan kepentingan masyarakat termasuk melakukan pendidikan politik, sistem pengkaderan, penguatan kohesivitas internal partai politik, dan rekrutmen anggota partai politik yang berkualitas.
Melalui langkah tersebut, partai politik pada akhirnya akan mampu menghasilkan kader-kader partai politik, calon anggota DPR/DPRD, dan calon pemimpin yang mumpuni serta memperkuat kelembagaan partai politik.
Dalam konteks demokrasi, kelembagaan partai politik dikatakan sehat apabila dapat memerankan tugas kenegaaraan melalui pencalonan dalam pemilu. Partai politik menjadi pemasok utama para politisi yang siap memerankan tugas kenegaraan dalam jabatan pemerintahan baik dilevel eksekutif maupun dilevel legislatif.
Namun demikian, partai politik mengalami problem kaderisasi, secara politik terjadinya kekurangan kader disebagian partai politik karena kurangnya kaderisasi diinternal partai politik. Hal ini menjadi problem struktural sebagai konsekwensi dari penerapan sistem multi partai di Idonesia.
Sistem pemerintahan presidensial yang dianut dalam konstitusi tidak sinkron dengan sistem kepartaian. Meskipun sistem pemerintahan presidensial yang diterapkan di Indonesia, namun dalam praktek kenegaraannya cita rasa sistem parlementer sangat terasa. Sistem presidensial dengan cita rasa parelementer seringkali memperlihatkan kecendrungan anomali dalam praktek ketatanegaraan di Indonesia.
Membuka Peran Partisipasi Masyarakat
Salah satu tahapan dalam pencalonan Anggota DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota yang melibatkan peran aktif masyarakat yaitu masa tanggapan masyarakat.
Masa tanggapan masyarakat ini diatur dalam ketentuan Peraturan KPU Nomor 10 Tahun 2023 tentang Pencalonan Pasal 71 ayat (1) Masyarakat dapat memberikan masukan dan tanggapan terhadap calon sementara anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota yang tercantum dalam DCS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69. Ayat (2) Masukan dan tanggapan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan secara tertulis disertai dengan bukti identitas diri dan bukti yang relevan kepada KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota.
Dalam menyampaikan tanggapan, masyarakat bersurat kepada KPU, KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota dengan melampirkan data identitas diri. Sesuai jadwal tahapan pencalonan bahwa masukan dan tanggapan masyarakat atas daftar calon sementara dimulai tanggal 19 agustus dan berakhir tanggal 28 agustus 2023.
Merujuk waktu tersebut, maka waktu penyampaian tanggapan masyarakat sangat terbatas, sehingga tidak banyak tanggapan yang disampaikan masyarakat kepada KPU, KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota karena harus menyampaikan persuratan baik secara langsung ataupun dikirim, padahal fitur tanggapan masyarakat tersedia di Silon namun tidak dapat diakses oleh publik untuk penyampaian tanggapan masyarakat.
Tahapan tanggapan masyarakat ini penting dimanfaatkan oleh masyarakat untuk dapat mengawasi bakal calon DPR dan DPRD yang memenuhi syarat administrasi juga rekam jejak calon.
Tanggapan masyarakat ini sebagai salah satu sarana KPU dalam membuka ruang keterbukaan dan partisipasi mengawal demokrasi electoral. Esensinya bahwa tanggapan masyarakat, secara demokratis merupakan ruang partisipasi politik masyarakat sebagai keikutsertaan warga negara biasa dalam menentukan segala keputusan yang menyangkut atau memengaruhi kebijakan pencalonan DPR dan DPRD pada pemilu 2024.
Keterlibatan aktif individu maupun kelompok dalam proses pencalonan pemilu sebagai wujud dari asas pemilu yang transparan, partisipatif dan demokratis.
*Penulis adalah Dosen Hukum Tata Negara, Fakultas Syariah UIN Datokarama Palu