PALU – Pemuda BERANI Sulteng merespon positif langkah Gubernur Sulawesi Tengah (Sulteng), untuk membuat satuan tugas (satgas) mengawasi kekayaan alam dan berbagai problem pokok yang dihadapi rakyat Sulawesi Tengah.
“Satgas ini sangat penting dan mendesak untuk dibentuk karena sifatnya yang krusial dalam upaya menghentikan kebocoran kerugian negara,” kata Inisiator PEMUDA BERANI Sulteng, Moh. Jabir, Jumat (16/05).
Jabir mengatakan, ilegal mining di Sulteng terjadi secara massif dan tak terkendali. Menurutnya, hal ini terjadi karena pemerintah kurang memberikan perhatian serius untuk menyelesaikan problem ilegal mining.
Selain itu, kata dia, maraknya ilegal mining atau penambangan Ilegal di Sulawesi Tengah juga disebabkan oleh munculnya ledakan jumlah penduduk yang tidak disertai dengan pembukaan lapangan kerja.
“Akan tetapi, faktor utama ilegal mining di Sulteng karena lemahnya aparat penegak hukum (APH) dalam mengusut tindak pidana disektor pertambangan, Bahkan ada indikasi beberapa oknum mengambil keuntungan dari ilegal mining,” ungkap Jabir.
Selain itu, lanjut dia, ada indikasi kuat bahwa kelompok-kelompok penambang ilegal terafiliasi ke beberapa oknum penegak hukum.
Akibatnya, kata dia, para pembegal sumber daya alam merasa terlindungi dan aman-aman saja dalam melakukan aktifitasnya,” katanya.
Lebih lanjut ia mengatakan, sejak Tahun 2020 sampai 2025, atau kurang lebih lima tahun belakangan ini, keuntungan dari praktik penambangan secara melawan hukum setiap bulannya mencapai Rp100 miliar.
Kata dia, penambangan terbesar secara ilegal terjadi di Kelurahan Poboya Kota Palu dengan modus berlindung di balik Kontrak Karya (KK) PT Citra Palu Mineral (CPM) sebagaimana yang dilakukan PT Adijaya Karya Makmur (AKM).
“AKM bukan merupakan perusahaan yang memiliki Izin Usaha Jasa Pertambangan (IUJP), tetapi hanya sebagai perusahaan penyedia alat-alat berat. Tetapi praktik itu dibiarkan karena ada keterlibatan kelompok-kelompok yang sangat kuat dan terindikasi kebal hukum,” ujarnya.
Ia juga mengungkap modus praktik penambangan ilegal di wilayah lain, seperti di Kabupaten Parigi Moutong, Kabupaten Buol dan Tolitoli.
Modusnya, kata dia, kelompok-kelompok pelaku ilegal mining melibatkan oknum-oknum tertentu dan kelompok masyarakat, sehingga praktek ilegal ini tidak mudah disentuh oleh APH.
“Di Tambarana Kabupaten Poso, akhir Tahun 2024 juga terjadi bencana berupa tanah longsor dilokasi penambangan rakyat tanpa izin, yang berdampak pada kematian warga, kematian sia-sia akibat pertambangan ini harus dihentikan. Pemerintah tidak boleh abai terhadap nyawa rakyatnya,” tegasnya.
Padahal, kata dia, pembiaran adalah tindakan melindungi kejahatan, sebagaimana yang disebutkan dalam pasal 2 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Kepolisian RI
“Berdasarkan uraian pasal 2, tegas dan jelas, bahwa Kepolisian sebagai Institusi Penegak Hukum, wajib melakukan penegakan hukum untuk memberikan perlindungan terhadap kekayaan negara. Jika tidak dilakukan Penindakan, maka wajah hukum selalu bopeng karena tindakan pembiaran,” katanya.
Selain kerugian negara akibat tambang, juga kerusakan lingkungan, hutan dan infrastruktur jalan yang massif terjadi.
“Lihat saja sepanjang jalan Palu-Donggala, karut marut pengelolaan pertambangan walaupn memiliki izin tetap saja berdampak buruk kepada warga sekitar,” katanya.
Kata dia, kurang lebih terdapat 32 titik jalan rusak sepanjang Palu-Donggala, dan lima kali akses jalan putus karena disapu banjir akibat wilayah hulu tidak lagi mampu menahan curah hujan.
Pada sisi yang lain, peredaran BBM di Sulteng juga begitu massif.
“Tetapi kita mengetahui bahwa para pialang BBM juga tidak sedikit yang melibatkan oknum-oknum tertentu. Mereka mengambil keuntungan dari bisnis BBM karena tingginya jatah permintaan kelompok tertentu,” ungkapnya.
Akibatnya, kata dia, ada indikasi laporan perusahaan mengenai suplai minyak tidak sesuai, guna menutupi biaya-biaya tidak resmi. */RIFAY