PALU – Tidak kapok dan tidak belajar dengan jeratan hukum yang menimpa kepala desa (kades) lainnya, karena terlibat korupsi Alokasi Dana Desa (ADD) dan Dana Desa (DD). Inilah yang terjadi dengan ulah para kades yang dipercayakan oleh Negara untuk mengelola dua item anggaran tersebut.
Entah terlalu menggiurkan atau memang sengaja ingin “mencuri”, lagi-lagi ada kasus serupa yang sama masuk ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Pengadilan Negeri (PN) Palu.
Dua perkara itu masuk dalam pekan yang sama, yakni dari Desa Lintindu, Kecamatan Paleleh, Kabupaten Buol yang melibatkan Iskandar Karim Pau Sukara (mantan kades) dan mantan Kades Tobil, Kecamatan Togean, Kabupaten Tojo Una-Una, Samsi Saido.
Untuk kasus Desa Lintindu, perkaranya teregister dengan Nomor: 54/Pid.Sus-TPK/2017/PN Pal dan Desa Tobil Nomor: 50/Pid.Sus-TPK/2017/PN Pal.
Kepala Humas PN Palu menuturkan secara singkat kronologi kasus tersebut. Dimana pada tahun 2016 silam, Desa Lintindu mendapat anggaran DD sebesar Rp611 juta dan ADD Rp559 juta. Oleh kades, kala itu, digunakan untuk beberapa item pekerjaan, diantaranya pengadaan bak sampah, drainase, pagar lapangan dan lainnya.
“Tapi oleh terdakwa, pelaksanaannya tidak berdasarkan Rencana Anggaran Biaya (RAB) sehingga ada selisih Rp216 juta,” kata Lilik.
Selain itu, anggaran itu juga dikuasai sendiri oleh terdakwa. Dia juga mengambil dana potongan DD dan ADD sebesar Rp35 juta.
“Sehingga dana yang tidak bisa dipertanggung jawabkan sebesar Rp252 juta,” ujarnya.
Serupa dengan Kades Lintindu, modus yang digunakan mantan Kades Tobil, Samsi Saido juga dengan cara menyimpang dari ketentuan. Bedanya, kasusnya terjadi pada tahun 2015 dan besaran korupsi yang didakwakan kepadanya agak kecil dibanding Kades Lintindu, yakni hanya sebesar Rp78 juta.
Dana itu berasal dari DD Rp281 juta, ADD Rp414 dan bagian hasil pajak dan restribusi kabupaten sebesar Rp4 jutam sehingga total Rp700 juta. Dana itu dicairkan bertahap sampai sekitar Rp699 juta. Dari total pencairan inilah ditemukan kerugian negara sekitar Rp78 juta karena terdapat kekurangan Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SiLPA), kekurangan pekerjaan jalan setapak kayu, kekurangan pembangunan pos kamling, kekurangan rehabilitasi kantor desa dan lainnya.
Diwartakan sebelumnya, terdapat delapan perkara korupsi ADD dan DD yang ditangani jajaran kejaksaan di Sulteng, periode Januari-September, tahun ini. Rata-rata yang terlibat adalah para kepala desa (kades) dan aparatnya.
Beberapa diantaranya sudah menjadi terpidana dan mendekam di lembaga pemasyarakatan (lapas) dan lainnya tengah berproses di Pengadilan Tipikor, Pengadilan Negeri (PN) Palu.
Berdasarkan catatan media ini selama persidangan kasus ADD-DD, sedikitnya Rp1,4 miliar uang negara yang disalahgunakan para kades dan aparatnya itu. (IKRAM)