PALU – Panitia Khusus (Pansus) Pengawasan Penanggulangan Pascabencana Alam Palu, Donggala, Sigi dan Parigi Moutong (Padagimo) bentukan DPRD Provinsi Sulteng, menggelar dialog secara virtual dengan Deputi II Kantor Staf Kepresidenan (KSP), Abetnego Tarigan, di ruang sidang utama DPRD, Selasa (17/21).
Pihak Pansus DPRD Sulteng diikuti hampir seluruh anggota. Sementara dari pihak KSP, selain Abetnego Tarigan, juga diikuti dua staf khusus lainnya.
Pada kesempatan itu, Ketua Pansus Padagimo, Budi Luhur Larengi, menyampaikan bahwa saat ini pembangunan hunian tetap (huntap) bagi korban bencana alam, rata-rata baru mencapai 40 sampai 50 persen.
Sehingga, kata dia, Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 10 Tahun 2018 tentang Percepatan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pascabencana Gempa Bumi dan Tsunami di Provinsi Sulawesi Tengah dan Wilayah Terdampak Lainnya yang berlaku sampai tanggal 31 Desember 2020, tidak memungkinkan lagi untuk digunakan.
“Sehingga kami mengusulkan perpanjangan,” kata Budi.
Politisi Partai Golkar itu menambahkan, selain berkoordinasi dengan sejumlah kepala daerah terdampak bencana alam, pihaknya juga memiliki agenda untuk menemui Wakil Presiden (Wapres) dalam rangka membicarakan lokasi pembangunan huntap yang sejauh ini masih bermasalah, khususnya di Kota Palu.
Masalah yang dimaksud adalah masih adanya lahan yang dikuasai pemegang Hak Guna Bangunan (HGB)/Hak Guna Usaha (HGU). Sementara, kata dia, lahan-lahan yang dimaksud juga tidak dimanfaatkan lagi oleh pemegang izin.
“Jadi masalah ini yang bisa menyelesaikan hanya Presiden atau Wapres. Sudah ada yang dibebaskan oleh Wapres di jaman Jusuf Kalla, tapi Palu masih membutuhkan tambahan. Kami mohon dijembatani ke Wapres secara langsung,” pintanya kepada Deputi.
Sementara itu, anggota Pansus, Yahdi Basma, menuturkan secara ringkas beberapa poin penting dalam Inpres Nomor 10 Tahun 2018 tersebut, di antaranya menyangkut rekonstruksi yang sejauh ini juga belum tuntas.
“Jadi mohon Inpres diperpanjang. Bencana non alam Covid-19 saja, Inpres-nya bisa diperpanjang sampai berapa kali, masa bencana alam tidak bisa,” tekan politisi Partai NasDem itu.
Selain itu, lanjut Yahdi, jika perlu ada semacam surat dari Istana atau kementerian terkait, minimal Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), sebagai petunjuk dalam penggunaan biaya bantuan kebencanaan.
“Ada pembiayaan yang sekarang masih parkir di rekening daerah sebagai konsekwensi Inpres yang ada saat ini. Yang dikhawatirkan, pembelanjaannya bisa menyeberang ke Tahun 2021. Jadi harus ada petunjuk soal itu,” sarannya.
Anggota Pansus lainnya, Alimuddin Pa’ada, menambahkan, selain persoalan rekonstruksi, Pansus juga memiliki tugas dalam rangka pemulihan ekonomi masyarakat terdampak bencana alam.
Terkait pemulihan ekonomi, Alimuddin menyampaikan beberapa hal yang menjadi tuntutan masyarakat terdampak, khususnya yang memiliki utang di perbankan.
“Ini mungkin usulan kami juga apakah bisa diberi keringanan, mungkin bunga yang tidak dibayar atau kalau perlu utangnya dianggap lunas. Karena yang kami dengar Jogyakarta juga ada pemutihan utang debiturnya,” jelasnya.
Senada dengan rekannya, anggota Pansus, Suryanto juga menekankan agar dalam perpanjangan Inpres 10 Tahun 2018 tersebut, setidaknya bisa lebih menekankan pada pemulihan ekonomi.
Dari Jakarta, Deputi II KSP, Abetnego Tarigan mengakui bahwa usulan perpanjangan Inpres sudah tepat.
Ia menyarankan agar Gubernur Sulteng menyurat ke Istana dan ditembuskan ke Deputi, terkait kebutuhan untuk melanjutkan pekerjaan penanganan bencana.
“Tentu dengan memuat substansi yang sudah melalui pembahasan antara Gubernur dengan DPRD. Saya minta untuk menekankan aspek yang perlu mendapat perhatian luas dalam penanganan bencana. Tidak ada alasan bagi kami untuk menghalangi hal-hal yang berkaitan dengan penanganan bencana. Kita akan bantu proses perpanjangan ini,” katanya.
Ia menjelaskan, khusus aspek pendanaan dari BNPB tidak ada masalah, meskipun belum ada perpanjangan Inpres.
Terkait permintaan Pansus untuk menemui Wapres KH Ma’ruf Amin, ia juga berjanji akan membantu memfasilitasi.
“Jadi ajukan surat resmi ke Wapres dan kami juga akan koordinasikan dengan kementerian terkait,” ujarnya.
Sementara itu, terkait utang debitur maupun pemulihan ekonomi, ia menyarankan agar perlu dimasukan dalam rencana aksi penanganan bencana.
“Apakah rencana aksi yang ada saat ini masih relevan atau tidak. Secara prinsip dimungkinkan ada keringanan, tapi ijinkan kami dalami lebih jauh karena memang kita ini juga seringkali terkendala masalah data,” pungkasnya.
Usai pertemuan, maka disepakatilah rencana pertemuan selanjutnya. Khusus pertemuan dengan Wapres, Pansus sendiri tetap menunggu waktu yang disedikan oleh pihak Istana. (RIFAY)