Panggilan Shalat

oleh -
Ilustrasi. (media.alkhairaat.id)

Pada mulanya, Rasulullah SAW bermusyawarat dengan para sahabat, bagaimana cara memanggil untuk mengumpulkan umat Islam salat berjemaah. Ada yang mengusulkan apabila waktu salat tiba, dibunyikan saja lonceng. Rasulullah pun menjawab, “Kalau dibunyikan lonceng kita akan sama dengan umat Nasrani.”

Lalu ada yang mengusulkan, “Apabila waktu salat tiba, dibunyikan terompet.” Rasulullah pun menyanggah, “Kalau dibunyikan terompet, kita akan sama dengan umat Yahudi.”

Kemudian ada yang mengusulkan, “Bila salat tiba dinyalakan api.” Rasulullah menyanggah, “Kalau dinyalakan api kita akan sama dengan umat Majusi.”

Besoknya seorang sahabat bernama Abdullah bin Zaid RA melaporkan, bahwa ia bermimpi diajari oleh seseorang kalimat-kalimat azan dan iqamat. Kalimat itu dibenarkan oleh Rasulullah SAW sebagai mimpi yang benar, dan kalimat-kalimat itu pernah didengar oleh beliau pada waktu beliau mikraj. (lihat Subul As-Salam 1/171).

Esoknya, Umar pergi menemui Rasulullah SAW dan memberitahukan mimpinya. “Ya Rasulullah, semalam aku seperti bermimpi tentang laki-laki berpakaian hijau lewat di depanku membawa lonceng”.

Maka, Umar ibnu khattab, bercerita kepada Rasululah SAW bahwa dalam mimpi dia bertanya kepada laki-laki berpakaian hijau itu, “Hai hamba Allah, apakah lonceng itu akan kau jual?” Kemudian orang itu balik bertanya, “Memangnya ingin kau gunakan untuk apa?“Sebagai panggilan shalat” jawab Umar ra.

Orang itu bertanya lagi, “Maukah aku tunjukkan yang lebih baik daripada itu?” Kemudian, dia menyebutkan kepada Umar ra lafal azan.

Rasulullah SAW menyuruh Bilal untuk menyerukan azan dengan lafal yang dikatakan Umar ra. Pada saat itu Umar ra mendengar suara azan itu dari rumahnya. Dia keluar menemui Rasulullah SAW dan berkata, “Wahai Rasululla, demi Yang Mengutus Anda dengan sebenarnya, aku bermimpi seperti itu.”

Sejak saat itu, suara azan bergema di Madinah setiap hari lima kali, dan menjadi semacam penegasan bahwa kaum Muslim kini telah unggul.

Azan dan iqamah untuk salat fardu lima waktu, hukumnya sunat muakkadah bagi laki-laki di setiap masjid, Nabi SAW bersabda, “Bila waktu salat telah tiba, maka salah seorang di antara kalian hendaklah menyampaikan azan, dan yang tertua di antara kamu menjadi imam.”

Bagi perempuan, disunatkan iqamah dengan perlahan. Azan harus dengan bahasa Arab, dapat didengar oleh jemaah, tertib dan berurutan (muwalat) di antara lafadh-lafadh azan itu sendiri, disampaikan oleh seorang yang berakal (mumayyiz) dan laki-laki. Tidak disyaratkan suci dari hadats, menghadap kiblat dan tidak berkata-kata, hal-hal ini hanya sunat.

Seorang mu’adzin sunat pula menyerukan iqamah; bersuara nyaring dan merdu (menarik), berdiri di tempat yang tinggi atau menara agar bisa didengar, merdeka (bukankah budak), balig, adil, dipercaya, shaleh (orang baik-baik; tahu akan waktu-waktu salat, berwudhu lagi suci, dan menghadap kiblat.

Sunat sesudah azan memberikan tenggang waktu dari iqamah sehingga memungkinkan orang-orang yang ingin salat untuk datang/hadir, dan menyerukan azan dimaksudkan untuk mencari rida Allah.

Diriwayatkan, “Barang siapa (menyampaikan azan) azan tujuh tahun lamanya dengan maksud mencari rida Allah SWT niscaya lepas dari siksa api neraka.” (HR Ibnu Majah).

Dalam kalimat-kalimat azan dan iqamah terdapat pengagungan asma Allah, kalimat syahadatain, seruan untuk salat dan meraih kemenangan, ditutup dengan kalimat tauhid. Wallahu a’lam

DARLIS MUHAMMAD (REDAKTUR SENIOR MEDIA ALKHAIRAAT)