POSO – Kasus hukum yang menjerat Jemi Mama (41), petani asal Desa Bategencu, Kecamatan Lage, Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah, memicu perhatian publik.
Jemi ditahan Polisi atas tuduhan mencuri buah sawit di lahan yang diklaim sebagai miliknya sendiri. Perkara tersebut kini bergulir di Pengadilan Negeri (PN) Poso dengan agenda sidang eksepsi.
Kuasa hukum terdakwa, Yusrin Ichtiawan, menyebut kasus tersebut sebagai bentuk kriminalisasi terhadap masyarakat kecil.
“Klien saya hanya menuntut hak bagi hasil sesuai kesepakatan. Alih-alih mendapat keadilan, dia malah dipenjara. Fakta ini akan kami buktikan di persidangan,” kata Yusrin kepada sejumlah media di Poso, Rabu (10/9).
Yusrin menjelaskan, kasus ini bermula pada 2010 silam, ketika Jemi memperoleh lahan 15 hektare dari kakek istrinya di Desa Peleru, Kabupaten Morowali Utara, yang kemudian dikembangkan hingga 30 hektare.
“Tahun 2014, PT Nusamas Griya Lestari (NGL) masuk dan menggusur tanaman tanpa izin. Setelah protes, perusahaan membuat kesepakatan bagi hasil 70/30 pada 2016,” jelasnya.
Hidayat Hasan, yang juga selaku kuasa hukum Jemi menambahkan, pembayaran bagi hasil yang diterima Jemi sangat minim, hanya ratusan ribu rupiah per tahun dan dihitung sebatas 1 hektare. Sejak 2021, pembayaran bahkan mandek, hingga 2025 baru diterima sebagian.
Sehingga, Jemi yang merasa dirugikan terpaksa memanen sawit dari lahannya sendiri. Aksi itu justru berujung laporan polisi oleh PT NGL, ia dituduh mencuri 4,8 ton sawit dan ditahan sejak Mei 2025, kini berstatus terdakwa.
“Sangat ironis, petani memanen hasil di tanahnya sendiri tapi dilaporkan sebagai pencuri, perkara ini seharusnya masuk ranah perdata bukan pidana,” kritik Hidayat.
Ia juga menyoroti penerbitan Hak Guna Usaha (HGU) perusahaan di atas lahan plasma yang statusnya belum tuntas.