Panen Paksa, Buruh PT HIP Berhadapan dengan Petani Lahan Plasma

oleh -
Dua orang perempuan tani pemilik lahan plasma rela berbaring di bawah mobil dam milik perusahaan, untuk menahan agar TBS tidak diangkut ke pabrik pengolohan PT HIP. Kebun plasma di desa Maniala, Kabupaten Buol. Foto : Ist

BUOL- Dua hari pasca libur lebaran tepatnya pada 16 dan 17 April 2024, sejumlah buruh dari PT. Hardaya Inti Plantations (HIP) berusaha untuk membuka paksa penghentian operasional kebun plasma sedang dilakukan oleh pihak masyarakat pemilik lahan yang menuntut keadilan atas tanahnya, termasuk soal dana bagi hasil/SHU tak kunjung mereka terima kurang lebih 16 tahun lamanya.

Buruh yang diduga dimobilisasi oleh PT HIP itu melakukan panen paksa di Perkebunan Plasma Koperasi Awal Baru, di Desa Balau dan Maniala. Namun dalam keterangannya pihak buruh berdalih perintah kerja tersebut bukan oleh pihak perusahan, melainkan mereka mengikuti perintah oknum ketua koperasi Awal Baru.

Mereka para buruh juga kebingungan karena tidak kunjung mendapat lokasi kerja baru sesuai, dan hanya mengikuti perintah. Dalam melakukan pemanenan buruh dikawal pihak security perusahaan. Juga terlihat aparat Brimob di sekitar lokasi kebun plasma tersebut.

Dalam dua hari tersebut hampir saja terjadi insiden, salah satu petani atas nama Mada Yunus mendapat tekanan dan didorong-dorong oleh banyak orang dari pihak perusahaan, serta ketua koperasi saat ia melakukan pelarangan pengangkutan TBS ke pabrik pengolahan sawit milik PT. HIP yang sudah sempat dipanen paksa.

Ia meminta untuk pengutamaan penyelesaian masalah kemitraan inti-plasma terlebih dahulu, baik di tingkat Pemerintah Daerah maupun lembaga berwenang lainnya, barulah boleh ada aktivitas di atas lahan sengketa plasma.

Tindakan serupa dilakukan oleh Masnia, salah satu perempuan tani pembela HAM suaminya saat ini masih dalam tahanan LP Buol karena dilaporkan PT. HIP saat memperjuangkan tanah plasmanya pada 2021 silam.

BACA JUGA :  Gubernur Sulteng Dorong Implementasi Jamsostek

Menurut Masnia sudah puluhan tahun petani ditipu dan tidak ada penyelesaian adil dan terbuka baik dari PT. HIP maupun pihak berwenang lainnya. Sehingga kali ini ia bertekad malakukan segala upaya untuk menahan agar belum dilakukan operasional kebun oleh pihak Perusahaan mitra inti mereka, PT. HIP.

“Kami ini pemilik lahan tidak mau ribut dengan teman-teman buruh. Kami sejak pilpres sudah mengurangi datang ke kebun plasma karna menghindari dituduh ini itu, sambil tunggu niat baiknya PT. HIP. Jadi kami harapkan juga, tolong perusahaan tidak bertindak semena-mena di tanah milik petani. Kasihan kami sudah tidak terima bagi hasil plasma selama ini, masih juga dihina-hina dan dilapor-lapor ke polisi seolah kami ini penjahat mencuri di tanah HGU. Padahal jelas ini lahan plasma. Kebun plasma ini ow, bukan kebun inti!” tegas Fatrisia dalam keterangan tertulis di terima Media Alkhairaat.id di Palu.

Aksi penghentian sementara operasional kebun tersebut terpaksa dilakukan oleh para petani pemilik lahan lantaran kerja sama pembangunan plasma sama sekali tidak membawa keuntungan dan keadilan bagi mereka. Selama bermitra, petani tidak pernah mendapatkan bagian hasil panen TBS/sisa hasil usaha. Bahkan banyak pemilik lahan tidak masuk dalam daftar keanggotaan koperasi, justru digantikan dengan nama orang lain tidak dikenal.

BACA JUGA :  Kunker ke Koramil 1307-02, Dandim : Ciptakan Situasi Kondusif Jelang Pilkada Serentak

Fatrisia Ain selaku pengurus Forum Petani Plasma Buol (FPPB) menyayangkan tindakan pihak PT. HIP tidak segera membuka ruang perundingan bersama para pemilik lahan, untuk upaya penyelesaian secara adil dan terbuka, sebagaimana diminta para petani pemilik lahan selama ini. Namun kesannya justru melakukan pembiaran hingga provokasi agar petani menyerah. Termasuk atas nasib buruh dipekerjakannya di kebun-kebun plasma.

Menurutnya, sebaiknya untuk sementara ini pihak PT. HIP menempatkan buruh di lokasi kerja baru sesuai, dan tentu harus di luar perkebunan plasma sampai ada penyelesaian masalah kemitraan.

“Jangan ada lagi penghasutan baik secara langsung maupun tidak langsung sehingga buruh dikerahkan beraktivitas di kebun plasma dan memicu kekisruhan. Tidak ada yang menginginkan terjadinya konflik horizontal. Tujuan petani hanya meminta perundingan secara langsung dengan para Pimpinan PT. HIP dengan keterlibatan Pemda. Bila perlu ada keterlibatan semua pihak merasa berwenang, selama dilakukan secara setara, sesuai kapasitas, terbuka dan saling menguntungkan, seperti halnya prinsip-prinsip kemitraan tertuang dalam Pasal 1 Undang-Undang No. 20 Tahun 2008 tentang UMKM!” imbuhnya.

Selanjutnya menurut Fatrisia Ain, jika terus-terusan ada pembiaran seperti ini dan petani plasma selalu dituding oleh berbagai pihak telah menduduki lahan milik PT. HIP, padahal itu adalah lahan kemitraan plasma, maka bisa saja perusahaan telah meyalahi regulasi sebagaimana diatur dalam Pasal 35 UU No. 20 Tahun 2008 jo Pasal 12 PP No. 17 Tahun 2013, yang menyebutkan bahwa: Usaha Besar dilarang memiliki dan/atau menguasai Usaha Mikro, Kecil, dan/atau Menengah sebagai mitra usahanya dalam pelaksanaan hubungan kemitraan; Usaha Menengah dilarang memiliki dan/atau menguasai Usaha Mikro dan/atau Usaha Kecil mitra usahanya.

BACA JUGA :  Pj. Bupati Donggala Dorong ASN Tingkatkan Kualitas Kinerja Melalui Bimtek LPPD 2024

Di lain pihak, Seniwati Abd. Azis juga pengurus FPPB menyampaikan kekecewaan terhadap Pemerintah Kabupaten Buol berlarut-larut dalam memberikan pengawasan dan bertanggungjawab atas nasib para petani plasma bermitra dan dirugikan oleh PT. HIP, termasuk juga nasib para tenaga kerja di areal perkebunan plasma agar tidak selalu dihadap-hadapkan dengan petani.

Padahal Pemkab melalui Pj. Bupati Buol, Drs. M Muchlis sudah membentuk tim khusus penyelesaian masalah plasma. Kesan pembiaran sangat kuat dilakukan oleh pihak pemerintah daerah, ferivikasi keanggotaan koperasi semrawut sejak awal saja tidak kunjung ada progress, beberapa oknum pengurus koperasi plasma masuk dalam keanggotaan tim tersebut bahkan mengabaikan undangan dan permintaan data oleh Pemkab, termasuk ketidakpatuhan pengurus koperasi plasma Awal Baru.

“Belum lagi kewajiban pengurus untuk melaksanakan RAT (Rapat Anggota Tahunan) minimal satu kali dalam satu tahun sesuai ketentuan Pasal 22 – Pasal 28 Undang-Undang No. 25 Tahun 1992 Tentang Perkoperasian tidak dilaksanakan selama hampir 3 tahun berturut-turut. Seharusnya Pemerintah melalui dinas teknis berani memberikan sanksi atas perilaku pengurus koperasi tidak menjalankan kewajibannya pada anggota,” tandasnya. 

Reporter : **/IKRAM
Editor: IKRAM