PALU – Pandemi Covid-19 yang terjadi selama tahun 2020 lalu ternyata ikut meningkatkan angka kekerasan dalam rumah tangga.
Berdasarkan catatan Yayasan Kelompok Perjuangan Kesetaraan Perempuan Sulawesi Tengah (KPKP-ST), total 47 kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), 11 kasus kekerasan seksual, 17 Perempuan Anak (PA), 8 kasus kekerasan terhadap anak (KTA) dan kekerasan berbasis gender.
Menurut Ketua Yayasan KPKP-ST, Soraya Sultan, saat konferensi pers catatan tahunan KPKP-ST 2020, Jumat (7/1). data kasus ini diterima dari enam Rumah Ramah Perempuan (RRP) dan Satgas PPA desa.
Soraya mengatakan, KDRT dapat terjadi dalam situasi apapun, termasuk situasi pandemi. Pelakunya bisa perempuan atau laki-laki, sebab pembatasan aktivitas sosial.
Selain itu, kata Soraya, tingginya intensitas interaksi penyintas di dalam rumah juga menjadi penyebab terjadinya perselingkuhan melalui pergaulan di media sosial.
Hal lain yang merebak di era pandemi, sebut Soraya, adalah kekerasan seksual berupa insest. Dari 11 kasus kekerasan seksual sebagian besar insest.
“Pelakunya ayah kandung atau ayah tiri, kakak atau punya hubungan darah,” ucap Aya, panggilan akrabnya.
Hal ini terjadi kata Aya, relasi kuasa orang tua atas anak, untuk menekan atau mengintimidasi bahkan mengancam membunuhnya,
Berdasarkan database KPKP-ST, lanjut dia, perbandingan kasus kekerasan berbasis gender, yakni total pengaduan 2018 sebanyak 14, tahun 2019 sebanyak 106 dan tahun 2020 sebanyak 84.
“Jika melihat data pembanding 2019 dan 2020, secara angka memang terlihat trendnya menurun, akan tetapi hal itu bukan berarti kasusnya menurun,” ujar Aya.
Hal ini, kata dia, disebabkan karena pada masa pandemi, di mana akses layanan atas penyintas/korban kekerasan sangat sulit sebab adanya pembatasan keluar rumah.
“Selain itu juga penyintas ataupun keluarganya juga punya kekhawatiran untuk mendatangi lembaga layanan,” pungkasnya.
Reporter : Ikram
Editor : Rifay