Di zaman sekarang, banyak hal mudah dan cepat dilakukan. Termasuk menyebarkan maksiat, yang bisa dilakukan melalui beragam alat teknologi komunikasi sehingga maksiat menyebar kemana-mana.

Allah Taala berfirman: Sesungguhnya orang-orang yang ingin agar perbuatan yang amat keji tersiar di kalangan orang-orang yang beriman, bagi mereka azab yang pedih di dunia dan di akhirat” (QS. Al-Nuur: 19).

Bangga dengan maksiat. Memang ini suatu kecenderungan aneh manusia di dunia ini. Kecenderungan aneh ini tidak dimiliki, kecuali oleh manusia-manusia dari golongan yang dibenci Allah. Yaitu, menceritakan dengan penuh rasa bangga segala keberhasilannya dalam melakukan kemaksiatan di waktu-waktu tertentu.

Beragam bentuk kebanggaan yang diumbar. Misalnya, membeberkan kepiawaian dan kepuasan hatinya karena berhasil merampok harta orang lain dalam jumlah besar suatu ketika.

Ada juga yang bangga bercerita kepada temannya bahwa ia telah berzina dengan seseorang atau banyak orang di masa mudanya. Ada juga yang bangga dengan permainan judinya yang menang berkali-kali. Juga senang melukiskan tentang keberhasilannya menjegal jalan keberhasilan orang lain hingga kehidupannya berantakan.

Ada juga yang bangga dengan kekuatannya yang tangkas dalam memukul orang lain. Padahal kebanggaan seperti itu amat dahsyat dampak buruknya, terutama bagi dirinya sendiri.

Menurut Rasulullah SAW -sebagaimana dalam hadits di atas- orang yang demikian tidak akan diampuni dosanya oleh Allah (HR. Bukhari). Lebih-lebih kebanggaan yang demikian bisa menggugah hasrat orang lain untuk melakukan hal yang sama.

Yang tak kalah parahnya adalah mengundang dendam kesumat yang bertambah-tambah dari orang-orang yang pernah menjadi korbannya. Singkatnya, kebanggaan demikian adalah bangga dengan dosanya yang tak diampuni.

Namun sebagai orang beriman, kita diharapkan untuk mau bersabar dan tidak ikut-ikutan melakukannya agar terhindar dari dosa yang menggunung dan terus-menerus dan azab dari Allah SWT.

Kita sejatinya menutup  suatu aib seseorang dari pengetahuan khalayak umum karena ini merupakan ‘kebaikan’ Allah yang dianugerahkan kepadanya. Sekali pun dia telah melakukan pelanggaran terhadap hukum-hukum Allah, namun Dia tetap mengasihinya dengan cara mentabiri keburukkan yang telah ia perbuat.

Yang jadi celaka kalau ada orang perorang selaku pribadi dengan sadar menyebarkan kemaksiatan yang dia perbuat. Dia merasa  puas melakukan perbuatan dosa (maksiat).

Padahal  seharusnya orang tersebut ‘bersyukur’ karena aibnya tidak terbongkar, bukan justru sebaliknya, membuka tabir yang telah tertutup rapat-rapat. Dan yang lebi hcelaka lagi, tidak sedikit orang justru bangga dengan menyebarluaskan keburukkannya tersebut .

Sungguh perilaku macam ini, adalah seburuk-buruk tindakkan. Dan dosanya, jauh lebih besar melampaui dosa perbuatan dosa yang telah dia kerjakan.

Dalam suatu riwayat, Rosulullah pernah bersabda, bahwa sungguh celaka/terlaknat orang yang melakukan perbuatan dosa di malam hari, kemudian, keesokannya ia menceritakan segala hal yang telah dia kerjakan kepada orang lain, padahal Allah telah menutupinya.

Begitu pula sebaliknya, orang yang melakukan maksiat ke pada Allah pada siang hari, kemudian, malam harinya, dia menceritakan kepada kerabat-kerabatnya, padahal Allah pun telah menyekapnya rapat-rapat.

Lebih-lebih kita tidak tahu berapa banyak di kalangan umat yang sudah terdampak (keburukannya) akibat menerima kiriman perbuatan maksiat. Dan tak tertutup kemungkinan, di antara orang yang menerimanya ada yang ikut menyebarkannya lebih luas lagi.

Demikianlah seterusnya. Kita juga tidak tahu bagaimana harus menghentikan keinginan orang-orang yang menerimanya untuk menyebarkan kepada orang lain lagi, sehingga pelaku pertama ikut menerima aliran dosa dari pelanjut-pelanjutnya.

Sebagaimana diingatkan dalam suatu hadits, “Siapa saja yang mengajak kepada kesesatan, ia mendapatkan dosa sebagaimana dosa orang-orang yang mengikutinya tanpa dikurangi sedikitpun dari dosa-dosa mereka” (HR. Muslim).

Karena itu, setiap datangnya keinginan, kita harus senantiasa memperingatkan diri tentang dosa besar harus ditanggung, walaupun sudah tak lagi hidup kelak. Itulah pengingat yang paling efektif. Wallahu a’lam

DARLIS MUHAMMAD (REDAKTUR SENIOR MEDIA ALKHAIRAAT)