Palu Menuju Kota Kebudayaan Ekologis

oleh -

Satu hal terpenting di dalam pengembangan lembaga TBST, di samping kembali membangun sarana dengan prinsip ekologis, adalah meletakan prinsip keterbukaan lembaga TBST sebagai ruang publik melalui debirokratisasi, dan meletakan keterlibatan warga-masyarakat sebagai pendukung utama di dalam penyususnan program maupun praktek pengelolaan kegiatan.

Dalam konteks ini, lembaga TBST berposisi sebagai fasilitator. Posisi sebagai fasilitator ini memiliki dasar kekuatan hukum yang sahih seperti yang dirumuskan di dalam Undang Undang Pemajuan Kebudayaan.

Berkaitan dengan hal itulah posisi lembaga TBST justeru makin kuat sebagai lembaga kebudayaan yang dimiliki oleh warga-masyarakat.

Dalam konteks ini secara teknikal, termasuk di dalamnya kandungan pemeliharaan suatu lembaga berkaitan dengan rasa-memiliki warga-masyarakat akan menciptakan proses yang secara anggaran sesungguhnya lebih ekonomis.

BACA JUGA :  Mencari Jejak Identitas Kaili Rai di Tengah Arus Modernisasi

Kasus Taman Budaya Jawa Tengah (TBJT) di Solo yang dikenal dengan Taman Budaya Solo (TBS) misalnya hanya memiliki staf (kebanyakan staf teknis) untuk melayani kebutuhan kegiatan sebanyak 40-an orang dibandingkan dengan Taman Budaya Jawa Timur yang memiliki staf sebanyak 60an orang, namun jumlah kegiatan Taman Budaya Solo berlipat kali secara kuantitatif, dan secara kualitatif jauh lebih bernilai.

Nilai lebih dalam kasus operbandingan kedua taman budaya itu, terletak pada penyusunan program yang melibatkan seniman dan warga yang membutuhkan, dengan mempraktekan debirokratisasi dan keterbukaan lembaga yang didasarkan kepada prinsip bahwa taman budaya sebagai ruang publik.

BACA JUGA :  Authority Bawaslu Sebelum Penetapan Calon dalam Pemilihan Kepala Daerah

Meletakan posisi TBST sebagai ruang publik dengan prinsip debirokratisasi menjadikan taman budaya sebagai ruang kebudayaan yang menciptakan jaringan sosial, social networking.
Jaringan sosial ini bisa menjadi pelatuk strategis bagi TBST untuk secara berkesinambungan untuk ikut mengembangkan berbagai komunitas senibudaya dan komunitas komunitas lainnya ke dalam suatu kerangka kerja kebudayaan secara bersama-sama.

Dalam konteks jaringan sosial itu pula TBST bisa menjalin dan merangkai program bersama Baruga Community Center di Palu dan kota kota lainnya di Sulawesi Tengah.

Poin ketiga sebagai bahan diskusi kita, saya ingin melontarkan gagasan yang berkaitan dengan tema dan program sehubungan dengan TBST dan BCC.

BACA JUGA :  Menakar Manfaat dan Pengaruh Debat Publik Paslon dalam Pilkada 2024 bagi Pemilih di Sulteng

Tema dan program ini akan menekankan kepada prinsip bahwa ruang-ruang senibudaya sebagai ruang publik semestinya memiliki dasar kegiatan kepada kebutuhan warga untuk mengekspresikan dirinya di dalam proses pembudayaan dan pematangan lingkungan masyarakat secara psikologi sosial.