PALU – Beberapa jam pasca ledakan bom bunuh diri di sejumlah gereja di Surabaya, Jawa Timur, beberapa jajaran kepolisian di Sulteng, langsung melakukan antisipasi. Pihak Polres Palu sendiri langsung menyatakan siaga satu untuk keamanan di wilayah hukumnya.
Kapolres Palu AKBP Mujianto menyatakan, situasi keamanan di Kota Palu memang dalam keadaan aman, namun tetap dilakukan pengamanan ketat di sejumlah tempat.
“Dilakukan penebalan pasukan di tempat-tempat umum termasuk di fasilitas keagamaan,” kata Mujianto, Ahad (13/05).
Selain itu, kata Mujianto, aparat sudah ditempatkan di pintu masuk dan keluar Kota Palu untuk mencegah pihak-pihak yang akan mengganggu keamanan.
Di Poso, Polres setempat juga sudah menetapkan siaga satu. Peningkatan kesiagaan dilakukan di seluruh tempat keramaian, rumah ibadah serta tempat vital lainnya yang memungkinkan terjadianya gangguan keamanan, khususnya aksi terorisme.
Kapolres Poso, AKBP. Bogieq Sugiyarto, mengatakan, peningkatan status, lebih mengedepankan kesiagaan personil dengan melakukan patroli. Pihaknya melibatkan seluruh unsur terkait, mulai dari Polsek, Bhabinkamtibmas serta tokoh agama setempat untuk sama-sama menjaga rumah ibadah yang ada di wilayahnya masing-masing.
Kata dia, aksi bom bunuh diri di Surabaya yang mengakibatkan beberapa orang meninggal dan puluhan mengalami luka-luka, menjadi pelajaran agar tidak terulang di daerah lain, khususnya Poso.
Peningkatan kesiagaan di wilayah Poso bukan tanpa alasan, menyusul wilayah tersebut kini masih berlangsung Operasi Tinombala 2018 guna menuntaskan tujuh sisa DPO jaringan Santoso.
Sementara Kapolda Sulteng, Brigjen Pol. Ermi Widyatno, mengaku telah memerintahkan seluruh jajarannya untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan preventif di semua gereja guna memelihara rasa aman masyarakat khususnya warga nasrani yang sedang beribadah.
Terpisah, Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonedia (MUI) Sulteng, Prof Sagaf S Pettalongi, mengutuk keras tindakan teror bom di Surabaya.
“Aksi teror di Surabaya adalah sebuah tindakan yang tercela dan bertentangan dengan ajaran Islam,” katanya.
Islam, kata Sagaf, tidak menganjurkan membunuh jiwa manusia. Juga tidak membenarkan perbuatan tersebut.
Ia menilai perbuatan tersebut juga bertentangan nilai-nila kebhinekaan, serta berlawanan dengan budaya yang ada di tengah masyarakat Indonesia, karena tidak menghormati dan menghargai perbedaan.
“Tokoh-tokoh agama dapat duduk bersama untuk saling berkomunikasi guna menjaga situasi yang kondusif,” katanya.
Pagi kemarin, bom meledak secara beruntun di Gereja Santa Maria Tak Bercela di Jalan Ngagel Madya, Gereja Kristen Indonesia di Jalan Diponegoro, dan Gereja Pantekosta di Jalan Arjuno. Tiga bom Surabaya itu meledak berurutan dalam waktu 30 menit.
Hingga tadi malam, korban ledakan bom bertambah. Kepala Bidang Hubungan Masyarakat, Polda Jawa Timur, Kombes Frans Barung Mangera mengatakan korban tewas menjadi 13 orang tewas dan 43 orang mengalami luka-luka.
Barung memastikan, dari 13 yang meninggal, enam di antaranya adalah pelaku pengeboman yang terdiri satu keluarga. (RIFAY/MANSUR)