PALU – Pakar sejarah dari Universitas Tadulako (Untad) Dr. Haliadi Sadi membeberkan hasil dari penelitian yang dilakukannya dari tahun 2005 sampai 2006 tentang tranformasi sosial, ekonomi dan politik di Kota Palu.

Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa Kota Palu telah berubah dari kota maskulin (kotanya para laki-laki) menjadi kota feminim (perempuan). Hal itu dibuktikan dengan jumlah penduduk perempuan yang lebih banyak daripada laki-laki, sejak tahun 2002 sampai sekarang.

“Sehingga disimpulkan, bahwa Kota Palu berubah dari kota maskulin menjadi kota feminim dan tujuan migran,” kata Menurut Dosen Jurusan Sejarah, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Untad itu, saat menjadi narasumber pada kegiatan diskusi refleksi dan proyeksi Sulteng pascabencana di Sekretariat Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Palu, dua hari lalu. Kegiatan bertema “Rekonstruksi Pascabencana yang Berintegritas,” tersebut digagas Arsitek Komunitas (Arkom) Indonesia.

Dia menjelaskan, sejak Baso Lamakarate mangkat, masyarakat kelas menengah sudah merebut Kota Palu.

“Jadi sadar atau tidak, kita harus bisa menerima siapa yang akan menguasai Kota Palu ini. Apakah masyarakat Kaili atau kaum migran yang sudah lama tinggal di Kota Palu,” ujarnya.

Dia menambahkan, dalam kajian kota, yang dilihat adalah wilayahnya, di mana ada perspektif tradisional dan modern terhadap ruang.

“Tapi perspektif tradisional kita tidak pernah digunakan dalam pengambilan kebijakan,” kata

Ketua Pusat Penelitian, Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) Untad itu.

Lebih lanjut dia menambahkan, Peneliti Belanda sudah menyimpulkan bahwa Lembah Palu adalah wilayah erosi (likuifaksi) yang harus diperhatikan. Tapi, kata dia, selama ini tidak ada kebijakan dari pemerintah yang memetakan titik-titik erosi yang dimaksud.

Narasumber lainnya, yakni Asisten II Bidang Administrasi Ekonomi Pembangunan dan Kesejahteraan Rakyat (Kesra) Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulteng, Bunga Elim Somba, mengatakan, ekspedisi Palu-Koro saat ini masih berjalan, guna melihat lokasi-lokasi terdampak yang dilewati jalur sesar Palu-Koro.

“Ekspedisi ini ingin merekam potensi gempa dan bencana untuk mengurangi risiko bencana,” katanya. (IKRAM)