Dalam bahasa daerah (bahasa Banggai), paisu berarti air dan pok berarti hitam. Jadi, Paisu Pok adalah sebuah danau dengan air hitam.
Dahulu, Danau Paisu Pok yang berada di Desa Lukpanenteng, Kecamatan Bulagi Utara, Banggai Kepulauan (Bangkep) ini, dikelilingi vegetasi lebat. Pohon-pohon tinggi menjulang, sehingga menutupi cahaya matahari jatuh ke permukaan danau. Hal tersebut menyebabkan permukaan air menjadi gelap, sehingga dinamakan Paisu Pok.
Awal tahun 2019, Paisu Pok mencapai hampir 2000 pengunjung dalam sehari. Jumlah yang membuat pengelola harus membatasi pengunjung untuk berada di area danau maksimal 1 jam per kelompok.
Libur lebaran Idul Fitri 2023 belum lama ini, tercatat 1001 pengunjung. Sementara bulan-bulan biasa, bukan bulan libur dan cuti bersama, di akhir pekan maksimal 100 orang pengunjung per hari untuk satu tim atau kelompok.
Tentu saja 1 jam tersebut tidak cukup sebab ada banyak titik di danau tersebut yang harus disambangi.
Sepanjang jembatan kayu dengan dermaga di tengah yang menghubungkan sisi kanan dan kiri, seringkali dijadikan titik berswa foto. Duduk di jembatan kayu sambil kaki dicelupkan ke air danau pun memberikan sensasi kesegaran, apalagi kalau berenang dan menyelam dilengkapi berfoto di bawah air.
Di seberang danau ada lokasi kemping dengan dua gazebo di bibir danau. Jika sudah menyelam, berenang, atau bersantai di jembatan kayu, jangan lewatkan menikmati danau dari atas perahu. Perahu akan didayung mengitari danau hingga bagian terdalam, 15 meter. Airnya jernih, bening dan biru.
Kebutuhan foto pengunjung akan coba difasilitasi pengelola, seperti foto bawah air, mendayung perahu sendiri, dan lainnya. Pengunjung hanya perlu menyampaikan kepada pengelola. Selain fasilitas berswa foto, tersedia pula kantin, toilet dan ruang ganti.
Matahari cerah dan terik adalah moment terbaik berada di danau. Pantulan sinar matahari membuat danau semakin bening. Tetapi, menjelang senja pun danau Paisu Pok tidak kalah cantik. Kabut muncul dari permukaan danau, menambah syahdu suasana.
Usai mengelilingi danau, saya berbincang dengan Butros mengenai hal-hal menarik apa yang ia temui sebagai pengelola. Dalam struktur Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) yang mengelola Paisu Pok, Butros adalah sekretaris merangkap bendahara.
Menurutnya, bertemu orang baru setiap harinya adalah hal yang sangat menarik. Setiap pengunjung yang datang dan sempat berbincang dengannya, ia selalu mendapatkan saran secara tidak langsung.
“Yang menarik itu kan mereka sering cerita-cerita, sharing pengalaman. Dari tiap pengunjung dengan latar belakang berbeda, kita dapat informasi yang berbeda pula. Contohnya mereka kasih referensi soal pengelolaan wisata, penataan areal,” ucap Butros.
Intensitas pengunjung yang membanjiri, selain memberikan banyak informasi, tentu saja menjadi tantangan baginya dan tim. Pasalnya, mengikuti kemauan banyak orang bukanlah sesuatu yang mudah.
“Banyaknya mereka, selain ada positifnya, ada kurangnya. Karena mengakomodir kemauan semua orang itu agak susah. Tapi kita maksimalkan, asalkan semua tim hadir. Di sini, Bumdes yang mengurus manajemennya, untuk pelaksanaannya di lapangan itu Pokdarwis, kami sama-sama,” terangnya.
Tidak ada perlakuan khusus bagi pengunjung tertentu, lanjutnya. Mereka menerima semua pengunjung baik itu dari desa tetangga, kabupaten yang sama, kabupaten tetangga, hingga turis dari mancanegara.
“Hanya saja kalo pengunjung lokal itu lebih riweh. Karena pikir ini kan, kampung halamannya, ini daerah mereka, jadi mereka agak susah dikontrol, banyak tindakan berisiko. Tapi kalau orang dari luar, orang bule, jangan pergi kesitu Mister, awas bahaya, mereka minggir dari situ,” imbuhnya menutup bincang-bincang singkat kami.
Dampak ekonomi dari menggeliatnya wisata danau ini menyumbang 40% ke PAD (Pendapatan Asli Desa) 40% ke pemilik lahan dan 20% ke pengelola. Mengenai total pendapatan rata-rata kotor dalam satu bulan, atau kurun waktu tertentu, pihak pengelola menolak menginformasikan kepada awak media ini.
Harga yang Harus Dibayar
Akses ke danau sebening kaca itu dapat dilalui dari Luwuk, Ibu Kota Kabupaten Banggai.
Dari sana, lalu melanjutkan dengan kapal Ferry atau kapal kayu di pelabuhan rakyat yang jadwalnya setiap hari dengan tarif Rp70 ribu, menuju Salakan, Ibu Kota Kabupaten Banggai Kepulauan.
Sementara untuk kapal ferry dijadwalkan setiap Selasa, Rabu, Kamis, Jumat, dan Ahad. Tarifnya Rp.50 ribu per orang, jika dengan sepeda motor perlu menambah hingga Rp.125 ribu.
Dari Kota Salakan, dapat ditempuh sejauh kurang lebih 86,8 km dengan menyewa mobil Rp.300 ribu per hari (tidak termsuk BBM dan sopir), atau sewa sepeda motor Rp.150 ribu per hari. Untuk jasa pemandu wisata lokal, dibandrol mulai dari Rp.250 ribu per hari.
Saat jalan-jalan ke Paisu Pok, dari Kota Luwuk saya membawa sepeda motor dengan naik kapal ferry. Saya hanya menghabiskan 3 liter pertalite dengan total 48 ribu (PP).
Ketika tiba di area danau, dikenakan biaya masuk Rp.5 ribu rupiah, biaya parkir Rp.3 ribu untuk sepeda motor dan Rp.10 ribu untuk mobil. Jadi saya hanya menghabiskan Rp.176 ribu di luar biaya makan.
Sedangkan untuk fasilitas di danau, sewa perahu Rp.30 ribu per trip, sewa alat snorkling Rp.30 ribu per set, kemping Rp.35 ribu per hari, gazebo Rp.30 ribu per buah dan homestay Rp.300 ribu per malam sudah termasuk makan.
Reporter : Iker
Editor : Rifay