JAKARTA – Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) mengeluarkan Peraturan Bawaslu (Perbawaslu) tentang Pemantau Pemilu. Salah satu isinya, organisasi masyarakat (ormas) tidak berbadan hukum dapat mendaftar sebagai pemantau Pemilu.

Menurut Ketua Bawaslu RI, Rahmat Bagja, hal ini menjadi solusi atas banyaknya dorongan komunitas yang ingin memantau penyelenggaraan Pemilu, namun tidak berbadan hukum.

“Melalui Perbawaslu ini, pintu partisipasi masyarakat untuk menjadi Pemantau Pemilu dibuka seluas-luasnya,” kata Ketua Bawaslu RI, Rahmat Bagja.

Sebelumnya, Organisasi masyarakat yang tidak berbadan hukum tidak dapat menjadi pemantau Pemilu berdasarkan Bab II tentang Persyaratan Pemilu, pasal 2 ayat (1) sampai ayat (3) Perbawaslu Nomor 4 Tahun 2018 yang kemudian diubah melalui Perbawaslu Nomor 1 Tahun 2023.

Dalam pasal 2 ayat (2) Perbawaslu Nomor 1 tahun 2023 disebutkan, selain pemantau Pemilu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemantau Pemilu dapat berupa organisasi kemasyarakatan tidak berbadan hukum yang terdaftar pada pemerintah atau pemerintah daerah.

Terobosan ini merujuk pada ketentuan pasal pasal 435 ayat (2) dan pasal 437 ayat (2) UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang mencantumkan Surat Keterangan Terdaftar (SKT) dari pemerintah atau pemerintah daerah sebagai salah satu kelengkapan persyaratan administrasi pemantau Pemilu.

SKT sendiri adalah surat keterangan bagi Ormas tidak berbadan hukum yang terdaftar di Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) sehingga dimaknai ormas yang tidak berbadan hukum namun terdaftar di Kesbangpol, bisa mendaftar sebagai pemantau Pemilu.

Meski demikian, untuk menjadi pemantau pemilu sendiri tetap harus memenuhi beberapa syarat, yakni bersifat independen, mempunyai sumber dana yang jelas serta teregistrasi dan memperoleh izin dari Bawaslu, Bawaslu Provinsi, atau Bawaslu Kabupaten/Kota sesuai dengan cakupan wilayah pemantauannya.

Registrasi ini dibuktikan melalui akreditasi pemantau. Dalam melakukan pendaftaran pemantau, organisasi masyarakat/komunitas memuat tujuh kelengkapan administrasi yang terdiri dari, profil organisasi/lembaga, memiliki surat keterangan terdaftar dari pemerintah atau pemerintah daerah, atau memiliki pengesahan badan hukum yayasan atau badan hukum perkumpulan, nomor pokok wajib pajak organisasi/lembaga, nama dan jumlah anggota pemantau Pemilu.

Kelengkapan berikutnya adalah alokasi anggota pemantau Pemilu yang akan ditempatkan ke daerah, rencana dan jadwal kegiatan pemantauan serta daerah yang ingin dipantau dan nama, surat keterangan domisili, dan pekerjaan penanggung jawab pemantau Pemilu yang dilampiri pas foto diri terbaru.

Bawaslu pun membuka meja layanan pemantau di masing-masing kantor Bawaslu daerah, jika lembaga yang akan mendaftar mengalami kesulitan registrasi.

Setelah kelengkapan administrasinya memenuhi syarat, maka dalam waktu paling lama 14 hari, lembaga tersebut akan diberikan akreditasi Pemantau Pemilu.

Hingga saat ini, jumlah pemantau nasional yang terakreditasi di Bawaslu sebanyak 37 lembaga, jumlah pemantau lokal provinsi sebanyak 8 lembaga, dan jumlah pemantau lokal kabupaten/kota sebanyak 26 lembaga. Jumlah ini diproyeksikan akan mengalami peningkatan hingga akhir masa pendaftaran pada H-7 hari pemungutan suara. (RIFAY)