PALU- Sejumlah organisasi perempuan menyatakan, dukungan terhadap penyelesaian kasus gugatan dugaan maladministrasi kepada Doktor Nisbah, sebagai Wakil Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP), Bidang Akademik dan Pergantian Antar Waktu masa jabatan 2017-2021.
Sekjen Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) Sulawesi Tengah Maspa mengatakan, kasus itu membuktikan masih eksisnya represif kekuasaan terhadap hak-hak kaum perempuan.
“Ini merupakan salah satu contoh terkait perlindungan perempuan atas hak dalam pekerjaan mereka,” kata Maspa di Palu, dalam rilis diterima MAL Online Senin (18/5)
Dugaan maladministrasi pemberhentian Dr. Nisbah sebagai Wadek FISIP telah lama bergulir di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Palu. PTUN telah menggelar beberapa kali sidang atas kasus tersebut.
Maspa menyatakan terkait proses peradilan TUN atas gugatan Dr. Nisbah, KPI telah menyebar informasi kepada segenap unsur pergerakan kaum perempuan Indonesia, khususnya di Sulawesi Tengah.
Maspah berharap, proses peradilan itu dapat berjalan dengan objektif dan bukan digunakan untuk menciderai hak-hak perempuan.
“Kita selalu berharap seluruh unsur penegak hukum dalam proses peradilan TUN, bekerja berdasarkan standarisasi norma dan etika yang luhur,” kata Maspa.
Hal Senada disampaikan Direktur Lingkar Belajar Untuk Perempuan (LIBU Perempuan), Dewi Rana yang berharap proses peradilan itu lebih transparan dengan mengedepankan hak-hak perempuan.
“Dr Nibah merupakan akademisi perempuan yang seharusnya mendapat dukungan, bukan dihalangi apalagi dijadikan korban karena adanya kepentingan sekelompok orang,” tegas Dewi.
Dewi yang juga advokat perempuan itu menyatakan, rekam jejak Nisbah sudah tidak diragukan lagi dalam membangun Sulteng. Bahkan kata Dewi, Nisbah juga menjadi bagian dari proses pengembangan peradilan adat melalui lembaga adat di Sulteng.
Dugaan maladministrasi pemberhentian Nisbah berawal dari dikeluarkannya Surat Keputusan Rektor Untad Nomor: 7561/UN28/2019 tentang pemberhentian tersebut.
Dr. Nisbah bersama penasehat hukumnya juga telah mengajukan surat keberatan tanggal 10 Desember 2019, namun tidak ditanggapi pihak rektorat, sehingga perkaranya dilanjutkan ke PTUN. (Ikram)