PALU – Beredarnya video Dandim 1311 Letkol Inf. Arhanud Sabariyandu Kristian Saragih yang melakukan intimidasi kepada warga masyarakat di lingkar sawit PT. Agro Nusa Abadi (ANA) di Morowali Utara, kembali menambah panjang catatan buruk dan pelibatan aparat negara oleh perusahaan yang berinduk di PT. Astra tersebut.
Peristiwa tersebut terjadi pada 26 April 2018 lalu, ketika warga yang mengatasnamakan Aliansi Masyarakat Lingkar Sawit mendatangi DPRD Kabupaten Morowali Utara untuk memperjelas kasus penyerobotan lahan yang dilakukan oleh PT. ANA sejak tahun 2007.
Saat itu masyarakat yang merasa kecewa karena tak ada sedikitpun langkah konkret yang dilakukan pihak DPRD, memutuskan untuk kembali turun ke jalan pada 14 Mei 2018. Saat itu, massa aksi ditemui langsung oleh Wakil Bupati Morut yang langsung merekomendasikan untuk melakukan pemanggilan menagement PT. ANA untuk menjelaskan tentang apa yang dituntut masyarakat dengan membawa dokumen lengkap.
Namun karena PT. ANA tak kunjung datang, warga pun melakukan pemalangan di area perkebunan. Namun palang itu dibongkar oleh pihak kepolisian. Sehingga pada 16 Mei 2018, warga kembali melakukan pemalangan yang kali kedua, ditambah dengan penimbunan serta membuat tenda di tengah jalan yang mengakibatkan aktifitas produksi berhenti total.
Pada tanggal 17 Mei 2018 dilakukan mediasi antara warga dengan manajemen PT. ANA yang digagas oleh Dandim 1311 Morowali Letkol Inf. Arhanud Sabariyandu Kristian Saragih, dihadiri aparat Kecamatan Petasia Timur, kepala-kepala desa yang ada dilingkar sawit, Kapolsek, Babinsa dan unsur-unsur lainya.
Namun masyarakat yang telah diserobot tanahnya bukannya mendapat solusi, justru dituduh sebagai provokator, bahkan komunis, yang ketika itu juga terlontar beberapa kalimat yang tidak pantas dikeluarkan oleh seorang prajurit TNI sekelas Dandim.
Bahkan yang dituduh sebagai provokator adalah Kepala Desa Molino, Wakil Bupati Morut, Very Siombo serta beberapa nama lainnya.
Menanggapi peristiwa itu, Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sulteng langsung menggelar jumpa pers di kanornya, Ahad (27/05), dihadiri beberapa pihak terkait seperti LPS-HAM.
Menurut Direktur LPS-HAM, Fandi, Presiden Joko Widodo bersama Menteri Pertahanan dan Panglima TNI harus memproses oknum TNI yang sudah mencederai reformasi.
Sebab, kata dia, sejak reformasi, sudah dipisahkan antara TNI dan Polri. TNI lebih fokus pada pertahanan Negara dan kepolisian untuk keamanan dalam negeri.
“Namun dalam praktiknya, telah terjadi kemunduruan-kemunduran dari capaian reformasi tersebut. Hingga saat ini militer masih melakukan intervensi dalam ranah-ranah sipil yang sebenarnya tidak sesuai dengan tugas pokok TNI yang tertuang dalam UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia,” katanya.
Dia menilai, video yang beredar merupakan cerminan dari Astra yang selalu saja menggunakan perangkat represif negara untuk melemahkan posisi rakyat.
Sementara Kepala Departemen Advokasi Walhi Sulteng, Abdi Lasita, mengatakan, cara-cara pelemahan posisi rakyat sering dilakukan oleh Astra.
“Kita bisa melihat bagaimana Astra yang memiliki luas lahan terbesar di Sulteng, adalah hasil dari perampasan tanah petani yang sudah pasti didukung oleh negara lewat penerbitan izin-izin di atas wilayah kelola rakyat dan didukung oleh perangkat represifnya,” jelasnya.
Di tempat yang sama, Pendamping Masyarakat Lingkar Sawit Morowali Utara, Moh. Faizal, menjelaskan, para petani sudah sejak lama berjuang untuk mendapatkan kembali hak mereka.
“Ini adalah gambaran bagaimana keserakahan Astra yang ada di Sulawesi Tengah. Pada tahun 2016 pendapatan Astra sebesar Rp14 triliun. Sudah bisa kita pastikan, pendapatan itu didapat dari hasil perampasan tanah petani di desa-desa di Indonesia,” tutup Moh. Faizal. (FALDI)
Tinggalkan Balasan
Anda harus masuk untuk berkomentar.