AMPANA – Aliansi Masyarakat Walea Besar (Wabes) bersama Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) dan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Sulawesi Tengah (Sulteng) melakukan aksi unjuk rasa di depan Kantor Balai Taman Nasional Kepulauan Togean (TNKT), di Ampana, Selasa (30/07).
Dalam aksi unjuk rasa tersebut, sejumlah peserta massa aksi melakukan orasi sembil membentangkan spanduk bertulisan “TNKT Rasis Fasis”.
Samsudin Pay selaku koordinator lapangan (korlap) aksi, mengatakan, aksi unjuk rasa ini dipicu sikap rasisme dari oknum Polisi Kehutanan (Polhut) TNKT di akun sosial media sosial Facebook yang sudah menyinggung persoalan nenek moyang masyarakat Wabes, juga soal pendidikan.
“Nah ini yang memantik amarah masyarakat. Mestinya beliau sebagai polisi kehutanan tidak memantik itu, tidak menyinggung soal suku, soal nenek moyang dan soal daerah,” ucapnya, saat diwawancarai usai aksi unjuk rasa.
Karena itu, kata dia, pengacara LBH Sulteng juga melaporkan oknum tersebut ke pihak kepolisian, usai melakukan aksi unjuk rasa.
“Oknum itu dilaporkan atas perbuatan tidak menyenangkan,” jelasnya.
Pihaknya juga meminta kepada TNKT agar untuk sementara belum melakukan aktivitas, sebelum menyelesaikan persoalan-persoalan yang terjadi di Wabes.
“Saya khawatir apalagi menghadapi Pilkada ini kemudian politik lokal akan dimanfaatkan oleh segelintir orang untuk mengganggu stabilitas keamanan,” katanya.
Jika pihak TNKT tidak melakukan evaluasi, ia khawatir kejadian serupa akan kembali terjadi di beberapa wilayah di Kabupaten Tojo Una-Una (Touna).
“Saya khawatir nanti kejadian serupa akan terjadi di Togean, Una-Una, bahkan tidak menutup kemungkinan akan terjadi di sini di kantor TNKT di Ampana,” tambahnya.
Ia juga menilai, Balai TNKT yang sudah sekitar 20 tahun di Kabupaten Touna, tidak pernah serius melakukan sosialisasi kepada kepada masyarakat.
“Pemda juga lepas tangan. Awalnya kita sepakat misalnya yang kita sepakati dengan melakukan rehabilitasi soal hancurnya biota laut kemudian jawaban programnya adalah rehabilitasi terumbu karang,” jelasnya
Bahkan, kata dia, kehadiran TNKT menjadi semacam momok yang menakutkan di tengah masyarakat, karena datang menjalankan program secara tiba-tiba tanpa terlebih dahulu melakukan proses serap aspirasi, sosialisasi dan sebagainya.
“Yang kedua soal antisipasi pemboman pengrusakan karang, pancuran dan lain sebagainya kita setuju, tapi begitu masuk pada hak ekonomi, hak wilayah, hak tanah adat dan lain sebagainya, dipatok. Itu kita udah gak setuju itu membuat resah masyarakat,” tambahnya.
Sebelumnya, aksi unjuk rasa juga dilakukan masyarakat Wabes, di Desa Pasokan, Rabu (22/05) dan berakhir dengan pengrusakan fasilitas Kantor Balai TNKT. 19 masyarakat Wabes yang dipanggil ke pihak kepolisian karena dilaporkan oleh pihak TNKT yang diduga melakukan penganiayaan terhadap salah seorang petugas TNKT.
Pihak Balai TNKT yang akan dimintai tanggapannya terkait aksi unjuk rasa, mempersilahkan awak media ini untuk datang kembali Rabu besok. Menurut penjelasan pegawai TNKT, saat itu kepala balai sedang mengikuti ujian kedinasan.
Reporter : Riadi
Editor : Rifay