BAGI warga Kota Palu dan sekitarnya melintas di bilangan Jalan Sam Ratulangi Kota Palu, mungkin tidak asing lagi melihat sosok badut berdiri, lucu, menyapa seolah sedang tersenyum, di perempatan jalan tersebut.
Setiap lampu merah menyala, badut itu berjalan mendekati setiap kendaraan roda empat dan roda dua, berharap mendapat receh dari pengemudi atau pemotor, atas penampilannya memakai kostum badut dengan menenteng dos bertuliskan ” badut seikhlasnya ngasih uang “.
Siapa sangka di balik senyum badut itu, bergumul nestapa dari sosok seorang wanita beranama Eka (36).
Dia baru sepekan ini mangkal di perempatan lampu merah tersebut. Sebelum melakoni pekerjaan sebagai badut, istri dari Daeng Djafar ini bekerja sebagai pengamen dan tukang urut.
Untuk mendapatkan kostum badut seharga Rp1,5 juta itu dikumpul dari hasil mengamen sejak menginjakkan kakinya di Kota Palu pasca konflik Poso 1999, dan mempertemukan dengan pasangan hidupnya bekerja sebagai pemulung.
“Kostum badut ini saya kumpul-kumpul dari hasil ngamen. Saya pengen beli badut, supaya cari uang untuk anak saya,” ucap ibu dari Muhammad Ejah Saputra ini.
Dalam sehari keluar pukul 09.00 WITA sampai Pukul 17.00 WITA, ia kadang mendapatkan sekitar Rp200 ribu sampai Rp350 ribu. Uang itu selain dibelanjakan kebutuhan sehari-hari, juga disisihkan untuk membayar kost ditempatinya di Jalan Panglima Polem, Kota Palu.
Usai bekerja sebagai badut senja hari, malamnya dia gunakan kembali cari recehan dengan mengamen di seputaran Pantai Talise atau patung kuda. Kadang juga bekerja sebagai tukang urut, tetap dilakoninya.
Muhammad Ejah Saputra, adalah hasil pernikahan Eka dengan Daeng Djafar kini berusia sekitar 7 tahun, yang diasuh oleh bibinya tinggal di Kelurahan Gebang Rejo, Kecamatan Poso Kota, Kabupaten Poso.
Putra satu-satunya inilah selalu dirindukannya, sejak dilahirkan 2016 silam, Hj Mugiah orang tua dari Eka membawa anaknya tersebut ke Poso dan ia mendapat kabar anaknya itu lalu diambil oleh bibinya. Dan bahkan dia baru beberapa kali bertemu anak semata wayang. Itupun oleh orang dan keluarganya dibatasi dengan alasan kehidupan ekonominya.
Ia berharap suatu saat bisa hidup bersama-sama anaknya kembali dan hati nurani orangtuanya terbuka mengembalikan kembali anaknya dipelukan, sebab rindu membuncah.
Reporter: IKRAM
Editor: NANANG