Nasser Djibran: Persoalan Tambang Tak Kunjung Usai karena Tidak Taat Asas

oleh -
Nasser Djibran. (FOTO: FB DPRD PROVINSI SULAWESI TENGAH)

PALU – Anggota Komisi III DPRD Sulteng, Nasser Djibran, mengatakan, persoalan tambang tidak pernah selesai karena tidak taat asas dan tidak taat hukum dari pihak investor.

“Di dapil (daerah pemilihan) saya juga banyak pertambangan, tapi masih banyak masyarakat yang miskin. Padahal inti investasi untuk kesejahteraan masyarakat, bukan menyusahkan,” katanya saat menghadiri Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Dinas ESDM, DLH dan Dirkrimsus Polda Sulteng, di ruang sidang utama DPRD, Jumat (10/07).

RDP tersebut juga dihadiri dua perusahaan nikel yang beraktivitas di Kabupaten Morowali Utara (Morut), yakni PT Stardust Estate Invesment (SEI) dan PT Gunbuster Nikel Industry (GNI).

Hal ini diungkapkan Nasser, menyikapi aktivitas dua perusahaan tersebut yang dinilai tidak bisa memberikan kontribusi bagi masyarakat setempat, bahkan melakukan aktivitas tanpa didukung syarat-syarat atau izin yang sudah ditentukan.

Hal senada juga dikatakan Ketua Komisi III DPRD Sulteng, Sony Tandra. Kata dia, banyak pertambangan dilakukan di Sulteng, namun pemerintah daerah dan masyarakat hanya sedikit merasakan manfaat, justru lebih banyak mendapat dampak lingkungan.

“Kami tidak mau, apalagi dampak itu dengan tidak mematuhi aturan,” tegasnya.

Terkait RDP dimaksud, Wakil Ketua Komisi III, Zainal Abidin Ishak mengatakan bahwa kegiatan itu merupakan tindaklanjut RDP dengan Kapolda Sulteng, beberapa waktu lalu.

“Ada kecelakaan kerja di lokasi PT SEI dan kita amati, ternyata ada kesalahan pertambangan,” ungkap Zainal.

Menanggapi hal itu, Bagian Tenaga Kerja PT GNI, menjelaskan, bahwa pada Juni 2020 ada operator mereka bernama Nurdin yang meninggal dunia.

“Dari perusahaan sudah diberi santunan dua kali gaji ditambah Rp50 juta dan klaim BPJS. Pihak keluarga korban tidak menuntut apapun. Tinggal Disnaker lagi, Selasa nanti akan memanggil kami,” tuturnya.

Ia menambahkan, jumlah tenaga kerja di PT GNI adalah sebanyak 1131 orang, dan 1043 di antaranya berasal dari warga Morut. Sementara sisanya adalah tenaga kerja ahli dari luar.

Terkait tenaga kerja, Anggota Komisi III, Kaharuddin meminta pihak perusahaan agar menjelaskan berapa tenaga kerja asing yang dipekerjakan oleh pihak perusahaan. Sayangnya, permintaan tersebut tidak ditanggapi oleh pihak perusahaan. (RIFAY)