Mural Hiasi Tembok Tua Donggala

oleh -
Seniman asal Donggal mengerjakan pengecatan (lukisan) di tembok kota tua Donggala. (FOTO: MAL/JAMRIN)

DONGGALA-Bekas kawasan pertokoan kota tua Donggala yang terbengkalai sejak terbakar 27 tahun silam, kini kembali berkilau. Bukan sekedar dibersihkan dari rambatan belukar dan pohon yang meninggi di tengah kota, tapi telah dihiasi dengan mural (lukisan tembok).

Dengan adanya mural, kini betul-betul cantik dengan warna-warni karikatural beragam tema yang menarik divisualkan berupa model mobil tempo dulu, burung rangkong, kelompok orkes yang pernah ada di Donggala, kritikan sosial dan kehidupan masa lampau dan lainnya.

Adalah dua seniman rupa kota Donggala, Tanwir Pettalolo (68 tahun) dan Irman Ladudin (50 tahun) yang telah menorehkan kuasnya di tembok itu. Dalam dua pekan saja dikerjakan, sontak setiap orang yang melewati Jalan Kemakmuran, posisi bangunan pertokoan pasti mencermati. Bahkan tidak sedikit orang lewat singgah khusus untuk mengabadikan gambar atau selfi. Sebab saban hari kawasan ini cukup ramai karena berseberangan dengan Kantor BPD Sulteng Cabang Donggala.

“Mural yang saya tampilkan ini memiliki keterkaitan dengan situasi dan kondisi kota Donggala di masa lampau dan masa kini, sehingga bila orang-orang tua memandangnya, maka dengan muda mengingat sesuatu. Salah satunya berupa visual tentang Orkes Burung Kenari, pasti orang dulu terkenang sebagai salah satu grup musik paling popular di Donggala era 1960-an,” cerita sang perupa Tanwir Pettalolo, Senin kemarin.

BACA JUGA :  Polres Poso Musnahkan Ratusan Gram Sabu-Sabu

Kelompok musik tempo dulu bernama “Burung Kenari” itu adalah milik kakek Irman Ladudin, yaitu Ladudin Bungkato, tokoh  berpengaruh di kalangan buruh kala itu. Beliau dikenal sebagai tokoh kharismartik dan mendirikan organisasi GASBIINDO di Donggala awal dekade 1950-an. Pada zamannya memiliki usaha ekspedisi yang mempekerjakan ratusan tenaga kerja di pelabuhan.

Kini semua tinggal kenangan. Hanya memori kolektif jadi pelipurlara terhadap kejayaan perekonomian Donggala zaman dahulu dan harapan kebangkitan itulah diekspresikan Tanwir Pettalolo dengan warna-warni keceriaan.  Antara harapan, keputusasaan, impian dan kemungkinan kembali berjaya.

Warga Donggala melihat hasil mural di tembok tua pertokoan Kota Tua Donggala. (FOTO: MAL/JAMBRIN)

Hampir semua bagian tembok, bukan hanya di bagian luar tepi jalan terkena sapuan kuas para seniman ini. Tetapi juga  hingga ke tembok-tembok bagian dalam, antara sekat-sekat penanda kepemilikan usaha pada zamannya. Kawasan ini cukup lengkap menyediakan berbagai kebutuhan warga, bukan hanya bahan pokok makanan, tapi juga pakaian dan berbagai asesoris serta peralatan rumah.

BACA JUGA :  Prof Romli Atmasasmita Kritik Tajam Kesesatan Hukum dalam Kasus Mardani Maming

Menurut Irman Ladudin, keberadaan mural ini sebetulnya bukan hanya mempercantik bangunan yang tua, melainkan berisi pesan-pesan bagaimana Donggala masa lampau dan kini.

Keberadaan kota yang tak seramai dulu, ia berharap ada jalan lain bisa menghidupkan kembali, salah satunya industry wisata dalam kota. Karena itu pula kerabat pemilk kawasan bangunan, Muhammad Al Idrus (40 tahun) mantan Camat Banawa yang kini menjabat Sekretaris Dinas Pariwisata Kabupaten Donggala, sangat merespon ide seniman Donggala untuk adanya mural.

BACA JUGA :  Subsatgas Dokkes OMP Polres Touna Periksa Kesehatan Personel

Secara pribadi ia mengeluarkan dananya untuk pembersihan bangunan untuk dibuatkan mural dan sekaligus akan dijadikan kawasan kreatif seni dan budaya serta wisata kota.

Dalam penataan bekas pertokoan tersebut, Muhammad akan meminta seniman melakukan perbaikan agar lebih artistic. Diantaranya dibuatkan atap terbuat dari rumbia pada sebagian banguna agar bisa dijadikan aktivitas seni dan wisata kuliner setiap saat.

Ia berjanji akan membuat event kecil-kecilan setiap bulan di kawasan itu sebagai area ekspresi seniman sekaligus menyediakan ole-ole khas Donggala. Akan ditampiknan tari, musik, sastra, kuliner dan ekspresi seni yang sifatnya mewadah anak-anak muda di Donggala yang selama ini tidak memiliki area ekspresi berkarya.  (JAMRIN AB)