PALU – Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kota Palu, Ajengkris menyatakan diri mundur dan menyerahkan pengelolaan Pasar Moderen Bambaru kepada Wali Kota Palu.
Hal itu dikemukakan Ajengkris karena dirinya mengaku tengah menjalani pemeriksaan khusus oleh Inspektorat terkait manajemen pengelolaan Pasar Modern Bambaru yang belum lama ini diresmikan. Hal ini juga berkaitan dengan diserahkannya pengelolaan Pasar Moderen Bambaru kepada Perusda Kota Palu.
Menurut Ajenkris, penyerahan ke Perusda bertentangan dengan Keputusan Mendagri Nomor 19 Tahun 2016 tentang Pengelolaan Retribusi. Di mana, retribusi prinsipnya adalah siapa yang membayar, akan dilayani.
“Namun apakah dengan pembayaran retribusi yang telah melampaui target dari Pasar Bambaru itu sudah terpenuhi keinginan, ternyata belum,” ungkap Ajengkris saat tatap muka dengan seluruh pedagang di Pasar Moderen Bambaru, Jumat (08/04).
Bahkan pada kesempatan itu, Ajengkris yang mengenakan baju gamis warna putih itu sempat menyindir Wali Kota Palu.
“Kalau hari ini saya pakai baju begini, namanya Ajengkris yang dikamuflase. Bajunya yang gamis tapi orangnya tidak. Itu ajaran dari pimpinan saya, beda antara pakaian dan isi otaknya,” sindirnya.
Ajengkris lalu melanjutkan sindirannya dengan mengatakan bahwa menjadi pemimpin jangan seperti orang mengaji yang hanya dirinya sendiri yang meresapi dan menikmatinya.
“Kalau mengaji kita sendiri yang dapat pahalanya. Biar didengar Pak Wali Kota saya berceramah ini,” ucapnya.
Menurut Ajengkris, pemimpin harus memiliki seni. Ia mengibaratkan sebuah group band yang kompak dan seirama dalam memainkan sebuah lagu.
“Contohnya, saya selaku pemimpin menyanyi ada dua orang di belakang saya, Ibu Wawali dan Sekkot yang meluruskan supaya tambah gagah suaranya. Kepala dinasnya ada yang main orgen, gitar dan sebagainya yang harus seirama. Jadi pemimpin itu bukan memimpin dengan emosional, itu tidak boleh,” ucap Ajengkris.
Ia melanjutkan, pemimpin yang sering marah-marah itu masuk dalam tiga kategori. Pertama adalah pemimpin yang bodoh melebihi anak buahnya sehingga maka dia marah untuk menutupi kelemahannya. Kedua, kata dia, pemimpin yang mempunyai masalah di luar.
“Dan yang ketiga adalah pemimpin yang gangguan jiwa atau gila barangkali,” katanya.
Untuk itu, di hadapan sejumlah unsur dari Pemkot dan para pedagang yang hadir, ia menyatakan menyerahkan Pasar Bambaru kepada wali kota.
“Silahkan dia tunjuk siapa, karena saya di pensus (pemeriksaan khusus). Baru dua bulan saya kelola pasar ini kok sudah dipensus,” katanya.
Seharusnya, kata dia, Wali Kota Palu tidak membawa persoalan politik. Harusnya, kata dia, seorang wali kota akan menanggalkan semua urusan politik dan mengayomi semua dinas.
“Tanggalkan itu, bukan memberi kesempatan kepada tim sukses saya, itu salah. Masak PNS tim, tidak boleh seorang wali kota ngomong begitu, hari ini akan saya buka semua,” tegasnya.
Sejauh ini, kata dia, dalam pengelolaan Pasar Bambaru, Dinas Perindag juga selalu melibatkan para ketua kelompok yang ada dalam pengambilan setiap keputusan.
“Di Bambaru ada tiga ketua kelompok, lantai 1, 2 dan 3 yang akan berembuk jika ada pengambilan keputusan. Jadi bukan kami yang mengurusi masalah itu,” ujarnya.
Ajengkris juga mengakui bahwa dirinya masih pusing soal pembayaran cleaning service dan listrik. Untuk itu, ia memohon maaf kepada seluruh pedagang jika dirinya ada kesalahan yang dilakukan selama mengelola Pasar Bambaru.
Pertemuan tersebut dihadiri oleh Kabag Hukum Pemkot Palu, Badan Pendapatan Daerah, Inspektorat, Dinas PU, serta puluhan pedagang Pasar Bambaru.
Reporter : Hamid
Editor : Rifay