PALU – Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng) melaksanakan orientasi ulama Wasathiyah, mulai tanggal 20 sampai 22 November 2020, di Salah satu hotel di Kota Palu.
Kegiatan itu, dihadiri 60 peserta, terdiri dari 34 pengurus MUI Sulteng, pengurus MUI Kabupaten Sigi 2 orang, Donggala 2 orang, Kota Palu 2 orang, ditambah dengan sejumlah perwakilan 10 Ormas. Yakni Muhammadiyah, NU, DDI, Washliyah, Wanita Islam Alkhairaat (WIA) pusat, Fatayah NU, Airyiah, dan Badan Kontake Mejelis Taklim (BKMT).
Wakil Sekretaris Jendral Dewan Pimpinan Pusat MUI, KH. Dr. Nadjamudin Ramly saat membuka kegiatan menyampaikan, kegiatan MUI menjelang Musyawarah Nasional ke X, secara serentak dan simultan dilakukan dimana-mana.
Kata dia, MUI mendapatkan APBN tiap tahun sebesar Rp12 miliar, tetapi biasanya cair hanya Rp10 miliar, karena Rp2 miliar digunakan untuk pendanaa Covid-19 oleh Kementerian Agama (Kemenag).
“Jadi satuan kerja kita ini di penerangan Agama Islam, Direktorat Penerangan Agama Islam dan Direktorat Jenderal Bimas Islam, disitu ada Rp10 miliar dana APBN untuk Dewan Pimpinan MUI,” terangnya.
Lanjut Nadjamudin, tahun 2020 ini, Dewan Pimpinan MUI mendapatkan dana tambahan dari APBN Perubahan, sebesar Rp5 miliar, dan akhir tahun seperti saat ini harus dihabiskan.
“Biasanya kalau menghabiskan itu tergesah-gesah dan terburu-buru. Untuk Sulteng, karena saya orang Sulteng, saya tidak mau Sulteng ini tidak ada kegiatan. Maka alokasi dari MUI Bali saya pindahkan ke Sulteng,” terangnya.
Dipenghujung, dia mengimbau kepada peserta kegiatan harus benar-benar mendengarkan dan sekaligus melakukan feed back terhadap materi-materi yang disajikan naraumber.
Sebelumnya, Sekretaris MUI Sulteng, Sofyan Bahmid menyampaikan, permohonan maaf dari ketua umum MUI Sulteng yang tidak sempat hadir bersama-sama diacara pembukaan itu, karena ketua MUI Sulteng masih dalam perjalanan menuju Kota Palu, setelah melakukan kunjungan di daerah sampit Kalimantan.
“InsyaAllah besok beliau hadir bersama kita disini,” katanya.
Dia menambahkan, berdasarkan tema kegiaatan itu, yakni Ulama Wasathiyah Solusi Untuk NKRI. Dosen IAIN Palu itu berujar, jika memperhatikan dalam dekade tahun 1980 hingga 1990 an, Islam Indonesia masih masuk Islam pinggiran. Karena terletak jauh dari pusat peradaban islam, misalkan Makkah dan Madinah. Namun saat ini islam di Indonesia justru menjadi topik utama yang dibicarakan di dunia.
Menurut Sofyan, ada dua hal yang menyebabkan umat islam di indonesia menjadi pandangan fokus di dunia saat ini. Salah satu diantaranya, banyak orang-orang diantara kita yang menulis, dan berbicara di forum-forum internasional tentang bagimana Islam di Indonesia.
Terkait dengan hal tersebut, Sofyan menambahkan, kata wasathiyah itu sebenarnya mulai terdengungkan di Indonesia, akibat beberapa kasus tindak kekerasan yang mengatasnamakan Agama Islam. Sehingga bahasa wasthiyah terkenal dan menjadi pilihan yang digunakan dalam kegiatan itu.
“Dalam kegiatan ini akan banyak membicarakan tentang wasthiyah atau islam yang Rahmatan Lil Alamin,” terangnya.
Ditemui di tempat kegiatan, Sekretaris panitia, Muhammad Arfan Hakim menjelaskan, kegiatan itu bertujuan untuk meningkatkan wawasan ulama yang moderat.
“Ulama yang moderat dalam beragama, sebab MUI ini adalah wadah dari semua organisasi Islam. Secara organisasi tidak berafiliasi ke satu ormas. Tapi dia mewadahi semua ormas, makanya kita berusaha supaya bagaimana seluruh pengurus MUI bisa berfikiran moderat. Arahnya kesana,” jelasnya. (YAMIN)