PALU – Dewan Pimpinan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat dan MUI Provinsi se-Indonesia mengeluarkan maklumat terkait Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP).
Menurut MUI, tidak dicantumkannya Tap MPRS No 25 tahun 1966 tentang pembubaran Partai Komunis Indonesia (PKI), pernyataan sebagai organisasi terlarang di seluruh wilayah NKRI bagi PKI dan larangan setiap kegiatan untuk menyebarkan atau mengembangkan paham atau ajaran komunis, marxisme dan leninisme adalah sebuah bentuk pengabaian terhadap fakta sejarah yang sadis, biadab dan memilukan yang pernah dilakukan oleh PKI di Indonesia, sehingga sama artinya dengan persetujuan terhadap pengkhianatan bangsa tersebut.
“RUU HIP telah mendistorsi substansi dan makna nilai-nilai Pancasila, sebagaimana yang termaktub dalam pembukaan dan batang tubuh UUD 1945.
“Kami memaknai dan memahami bahwa pembukaan UUD tahun 1945 dan batang tubuhnya telah memadai sebagai tafsir dan penjabaran paling otoritatif dari Pancasila, adanya tafsir baru dalam bentuk RUU HIP justru telah mendegradasi eksistensi Pancasila,” jelas pernyataan MUI yang ditandatangani Wakil Ketua Umum MUI KH Muhyiddin Junaidi dan Sekretaris Jenderal MUI H. Anwar Abbas, yang diterima oleh redaksi MAL Online, Jum’at (12/6/2020).
MUI juga menilai, memeras Pancasila menjadi Trisila lalu menjadi Ekasila yakni “Gotong Royong”, adalah nyata-nyata merupakan upaya pengaburan dan penyimpangan makna dari Pancasila itu sendiri, dan secara terselubung ingin melumpuhkan keberadaan sila pertama, Ketuhanan yang Maha Esa yang telah dikukuhkan dengan pasal 29 ayat (1) UUD tahun 1945, serta menyingkirkan peran agama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Dengan demikian, menurut MUI,ini adalah bentuk pengingkaran terhadap keberadaan pembukaan dan batang tubuh UUD tahun 1945 sebagai dasar negara, sehingga bermakna pula sebagai pembubaran NKRI yang berdasarkan pada 5 sila tersebut. (NANANG)