Seakan tak ada habisnya, Kabupaten Donggala selalu punya banyak tempat wisata yang bisa menjadi alternatif bagus bagi para traveller local maupun mancanegara untuk mengekspresikan hobi-hobinya.
Sederet tempat wisata yanga ada itu, bahkan tak asing lagi di telinga para turis-turis eropa.
Sedikit gerimis menjelang senja, Sabtu (22/6) sekira pukul 16.18 Wita, Lutfia Hamdan, remaja putri berusia 18 tahun itu tiba di Pantai Molui dengan kendaraan roda dua matic miliknya.
Membembeng tas berisikan tenda, nesting (belanga), makanan serta air minum, Lutfia langsung bergegas jalan kaki memenuhi panggilan ombak yang sudah menunggu kedatangannya sejak tadi.
Sekejap saja, ia tinggal berjarak beberapa centimeter dari hangatnya air laut di wilayah Barat Donggala itu. Kompor yang ditenteng pun langsung diletakan begitu saja, seakan tak sabar ingin memenuhi panggilan ombak Pantai Molui.
Merahnya langit di senja itu, seakan tak ingin disia-siakan gadis berusia 18 tahun itu. Ia langsung mengeluarkan kamera dari dalam tasnya untuk mengabadikan momen tersebut.
Sebagai remaja, tentu ia juga tak ketinggalan untuk melakukan foto selfie menggunakan handphone miliknya dengan background pantai dan sunset, sekedar untuk pemanis di media sosial pribadinya.
Sayangnya, ia tak bisa berlama-lama menikmati pesona senjak itu, karena dari kejauhan telah terdengar panggilan merdu adzan magrib, yang seakan menjadi pengantar tenggelamnya sinar surya ke peraduannya.
Letak pantai Molui memang terbilang agak jauh dari Kota Palu, Provinsi Sulawesi Tengah. Berada di poros Palu-Tolitoli, dengan jarak sekitar 108 kilometer dengan waktu tempuh sekitar dua jam. Pantai itu terletak di Desa Tambu, Kecamatan Tambu, Kabupaten Donggala, tak jauh dari Warung Makan Pak Rahmat.
Pantai Molui memang menawarkan berbagai kecantikan alam, mulai dari pasirnya yang begitu putih, ditambah dengan sajian pemandangan deretan pulau kecil yang mengelilingi.
Belum lagi, kawasan wisata yang luasnya tak kurang dari 500 meter persegi itu, diisi dengan berbagai jenis pohon khas pesisir seperti kelapa yang selain berfungsi memberikan udara sejuk bagi pengunjung di waktu pagi, juga meneduhkan dari teriknya mentari di siang hari.
Gugusan pasir putih yang menghampar di pantai, sangat pas dinikmati untuk bersantai sejenak dari penatnya suasana kota.
Tak seperti pantai-pantai pada umumnya, di Molui tidak akan didapati lumpur, meskipun berenang hingga ke jarak 20 meter. Sebaliknya, hanya ada dedaunan menguning yang gugur dari pepohonan.
Tak sering menjadi pilihan utama, menjadikan suasana pantai yang satu ini masih begitu asri, menambah keeksotisannya.
Pasir putih yang lembut sedikit menjorok ke lautan sebelum akhirnya bertemu dengan permukaan yang dipenuhi oleh terumbu karang. Jika dilihat dari atas, seluruh isi dalam laut bisa terlihat dari atas. Kejernihan dari air yang ada di sini menyebabkan visibilitasnya sangat tinggi.
MURAH MERIAH
Suasana yang begitu asri, membuat pantai ini hanya dinikmati oleh warga sekitar Kecamatan Tambu, sedangkan pengunjung asal Kota Palu dan berbagai daerah lainnya belum banyak mendengar tentang Molui.
Pantai Molui tidak memiliki ketentuan mengenai jam operasional resmi. Sebab wisata yang satu ini memang tidak dikelola oleh pemerintah daerah setempat, melainkan oleh seorang pria berusia 49 tahun bernama Rahmat.
Kepada Media Alkhairaat, Rahmat menceritakan ikhwal dirinya merintis lokasi tersebut sampai menjadi salah satu pilihan bagi masyarakat untuk berilibur.
“Jadi karena saya punya kebun juga di seberang jalan itu kemudian dekat dengan lokasi ini, maka saya cobalah waktu itu mulai bersihkan lokasi ini dan dulu saya dianggap gila karena hal itu,” terangnya.
Beberapa kali Rahmat sempat mencoba mengajukan permohonan bantuan kepada dinas terkait, namun sebanyak itu pula permohonannya ditolak.
Meski begitu, Rahmat bersama istri dan tiga anaknya tetap menyediakan fasilitas berupa air tawar dan listrik dalam keadaan terbatas. Sedangkan fasilitas seperti penginapan atau pun home stay belum tersedia.
Olehnya, bagi para pengunjung yang benar-benar ingin menikmati waktu liburannya, harus membawa sejumlah peralatan outdoor seperti tenda dome. Praktis, pantai ini terbuka 24 jam sehari, sepanjang pekan.
Untuk masuk ke area pantai ini, pengunjung tak perlu mengeluarkan sepeser pun uang, msekipun menginap.
Jika di Tanjung Karang punya taksi laut untuk para pengunjung yang ingin berkeliling, maka di Molui juga demikian. Namun jangan kira taksi laut itu akan selalu ada, karena para pelaku usaha taksi laut hanyalah beberapa nelayan yang secara tak sengaja lewat.
Biayanya pun terbilang murah, hanya dengan Rp15 ribu pengunjung sudah bisa pergi melihat secara dekat beberapa pulau di sekitar pantai tersebut.
Lain halnya jika para pengunjung yang ingin memancing, andaikan sang nelayan menawarkan untuk memancing bersama maka tak perlu bagi anda untuk membayar sepeserpun. Namun jika meminta untuk dibawa memancing maka perlu anda merogoh kocek sedikit agak dalam.
Selain itu, bagi pengunjung yang lupa membawa bekal tak perlu khawatir akan kelaparan. Sebab, berbagai menu murah meriah diwarung Pak Rahmat telah siap untuk menjadi sarapan maupun makan siang anda.
Ikan bakar katombo, ayam bakar bumbu pedas, sampai pisang goreng iris tipis-tipis merupakan menu andalan di warung Pak Rahmat.
Berbicara soal waktu yang pas untuk ke Pantai Molui tak harus menunggu lama, setiap akhir pekan pun siapa saja bias dating ke tempat yang satu ini.
Hanya saja, bulan Oktober sampai pertengahan Desember merupakan waktu yang sangat pas, sebab kondisi alam di pantai ini sangat bersahabat. Ombaknya kecil juga jarang turun hujan, tetapi tetap teduh. Bagaimana, apakah anda tertarik untuk dating ke Pantai Molui?. (FALDI)