PALU – Direktur Utama (Dirut) PT Bank Sulteng, Rahmat Abdul Haris menyatakan, saat ini total asset bank yang dipimpinnya sudah mencapai Rp5,7 triliun. Sebagian dari total asset tersebut adalah dana yang dihimpun dari masyarakat sebesar Rp3,7 triliun dan kredit yang disalurkan sebesar 2,9 triliun.
“Dan laba bersih sudah mencapai Rp140 miliar,” kata Rahmat saat menjadi narasumber sosialisasi Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT), di salah satu hotel di Kota Palu, Kamis (21/11). Kegiatan itu juga dirangkai penandatangan MoU bersama Pemerintah Provinsi (Pemprov) DAN Pemkab/Pemkot tentang Pelaksaan Program Transaksi Non Tunai.
Menurutnya, dengan sarana dan prasana yang dimiliki, Bank Sulteng siap menyukseskan Program GNNT.
“Sebaran layanan Bank Sulteng sudah ada di 157 titik, sehingga sangat siap melaksanakan Program GNNT,” tambahnya.
Menyikapi pengakuan Dirut Bank Sulteng terkait total asset beserta laba bersih, Muh Sjafari selaku kuasa hukum penggugat Bank Sulteng, menyatakan, angka sebesar itu tentu bisa digunakan merealisasikan gugatan yang dimenangkan kliennya (Chairil Anwar). Gugatan yang dimaksud adalah membayar ganti rugi senilai Rp7,6 miliar, sebagaimana yang tercantum dalam amar putusan kasasi Mahkamah Agung (MA) Nomor: 3366 K/PDT/2015 tanggal 26 Mei 2016, atas kasus penghilangan agunan kredit berupa Surat Ukur/Gambar Situasi Nomor: 421/1978 tanggal 10 April 1978 dalam Sertifikat Hak Milik Nomor: 34/1978 Desa Birobuli, oleh Bank Sulteng.
Agunan itu merupakan milik almarhum Moehd. Idris Ro-E, ayah dari Chairil Anwar).
“Jadi kecil jika dibandingkan dengan total asset yang dimiliki Bank Sulteng saat ini. Makanya saya tidak heran dengan adanya pernyataan Rum (Kabag Hukum PT Bank Sulteng) bahwa mereka siap membayar ganti rugi, jika memang kalah dalam proses gugatan,” ujarnya.
Dia menjelaskan, eksekusi putusan MA menyangkut beberapa poin, mulai dari benda tidak bergerak, seperti tanah, juga kendaraan bermotor. Selain itu, lanjut dia, saham pun bisa dieksekusi dengan menarik nilai keuntungan dari tiap saham yang dikeluarkan sekian persen.
Kemudian, kata dia, ada eksekusi berupa pembayaran uang. Itulah yang disarankan oleh MA dengan menggunakan kalimat membayar secara sukarela.
“Jika itu tidak dipenuhi termohon (Bank Sulteng), maka asetnya yang dilelang sampai mencapai nominal dalam putusan. Kalau asset yang dieksekusi nilai lelangnya sudah melebihi dari isi putusan, maka sisanya dikembalikan,” terangnya.
Dalam melakukan eksekusi aset, kata dia, PN memulainya dengan asset yang nilainya kecil Sesuai data yang dimiliki, asset kendaraan bermotor Bank Sulteng itu sekitar Rp6 M.
“Misalnya dari asset bergerak hanya bisa dapat 4 M, maka pindah lagi ke aset lain untuk mencukupkan sampai 7,6 M. jika sudah dapat 7,6 M, sudah sampai disitu, tidak sampai menyita gedung,” ujarnya.
Untuk gedung, hitungan terakhir yang dimasukkan ke Ketua PN, nilainya sekitar Rp20 M lebih.
“Jadi gedung ini bisa disita kalau sudah habis asset tapi belum juga memenuhi. Nah, gedung kan nilainya lebih dari Rp7,6 M, maka setelah lelang, sisanya dikembalikan,” tutupnya.
Dua hari lalu, Jurusita PN Palu telah menyampaikan relaas (surat panggilan) pemberitahuan putusan Peninjauan Kembali (PK) Mahkamah Agung (MA).
Putusan PK yang tercatat dengan Nomor : 201 PK/ PDT/ 2017 itu, berisi poin penolakan MA atas pengajuan upaya hukum luar biasa atau PK yang diajukan oleh Bank Sulteng. (RIFAY/FAUZI)