Seorang lelaki datang ke majelis Rasulullah SAW. Seperti biasa, semua kalangan ingin menyerap madu ilmu dari sumber utama.
Tak disebutkan jelas siapa nama lelaki itu. Perawakannya layaknya sang Arab badui. Mengelana dari satu tempat ke tempat lain. Lelaki ini ingin bertanya tentang masa depan kepada sang Nabi.
Sang pembantu Nabi, Anas bin Malik RA, mencatat setiap gerak-gerik lelaki itu. Sekonyong-konyong si Arab badui ini melontarkan pertanyaan kepada Rasulullah. Tak ada basa-basi, tak perlu pendahuluan. “Kapankah hari kiamat terjadi?”
Nabi SAW memang layak digelari fathanah. Beliau SAW bisa menjawab semua pertanyaan dari semua golongan. Cara menjawabnya pun disesuaikan dengan kapasitas sang penanya.
Rasulullah SAW tak hendak menerangkan ciri-ciri atau tanda-tanda hari akhir. Selain itu, tak ada kapasitas Beliau SAW menjawab dengan persis kapankah hari pembalasan itu akan datang.
Namun, Beliau SAW justru berbalik bertanya kepada sang Arab badui. Sebuah pertanyaan yang akan melahirkan kaidah ilmu nan agung. “Apa yang telah engkau persiapkan untuknya (hari kiamat)?
Sebuah jawaban jujur mengalir. “Cinta Allah Azza wa Jalla dan Rasul-Nya.” Maka Rasulullah SAW bersabda, “Seseorang (pada hari kiamat) akan bersama dengan orang yang dia cintai.”
Hadis yang termaktub dalam jalur periwayatan Imam Muslim itu memberikan sebuah ilmu. Barang siapa mencintai seseorang karena Allah dan Rasul-Nya, maka ia akan dikumpulkan di hari akhir bersama yang dicintainya.
Rasulullah tidak menjawab, “Seseorang akan bersama Allah dan Rasul-Nya jika ia mencintai keduanya.” Namun, Baginda Nabi meluaskan objek persaudaraan ini. Siapa saja, yang mengikrarkan cinta terhadap sesama atas dasar iman, maka ia akan bersamanya kelak saat hari akhir.
Maka tak berlebihan jika menyebut persahabatan tak hanya akan berhenti di dunia. Persaudaraan akan kekal nanti hingga akhirat.
Saling mencintai di jalan Allah Taala akan dapat merasakan manisnya iman, memperoleh naungan di hari kiamat (hadits 7 golongan, di antara orang-orang yang saling mencintai karena Allah Taala, menjadi sebaik-baiknya sahabat di sisi Allah Taala dan akhirnya akan memperoleh mimbar dari cahaya di hari kiamat.
Menjalan persahabatan tentunya diwujudkan dalam bentuk tolong-menolong dalam ketaatan. Orang-orang yang berukhuwah akan selalu siap tolong-menolong dalam kebaikan dan ketaatan kepada Allah Taala dan Rasul-Nya.
Di jaman Rasulullah hal itu jelas terlihat seperti menolong biaya orang yang akan menikah, sesama meminjamkan pakaian bagus agar saudarinya juga bisa hadir di shalat, meminjamkan uang tanpa bunga.
Jadi bukan menolong orang karena ada maksud-maksud tertentu atau ingin meraih keuntungan yang lebih besar.
Saling menghormati. Sesama muslim yang berukhuwah akan saling menghormati satu sama lain. Mereka juga saling berlomba memberi salam lebih dulu.
Dalam hadits dikatakan Rasulullah saw., “Bukan termasuk golongan kami orang yang tidak menghormati orang-orang yang lebih tua dan menyayangi orang-orang yang lebih muda”.
Siapa yang berteman dengan penjual minyak wangi, maka akan terciprat bau harum wewangian. Jika ingin bersama seseorang di surga, kita sudah paham rumusnya.
Cintailah orang yang gemar mengamalkan amalan ahli surga hingga ajalnya menjelang. Wallahu a’lam
DARLIS MUHAMMAD (REDAKTUR SENIOR MEDIA ALKHAIRAAT)