OLEH: Resti Wahyuni, S.Tr.Stat*
Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk yang sangat besar. Sebagai negara dengan jumlah penduduk mencapai 270 juta jiwa, isu seputar pangan merupakan isu yang perlu diperjuangkan sekuat mungkin.
Sebagai negara produsen beras terbesar keempat di dunia, sudah seharusnya kecukupan pangan penduduk Indonesia dicukupi dari hasil produksi dalam negeri.
Penting bagi Indonesia untuk mencapai daulat pangan. Kedaulatan pangan adalah hak negara dan bangsa yang secara mandiri menentukan kebijakan pangan yang menjamin hak atas pangan bagi rakyat dan yang memberikan hak bagi masyarakat untuk menentukan sistem pangan yang sesuai dengan potensi sumber daya lokal (Bulog, 2014).
Berdasarkan Organisasi Pangan dan Pertanian atau Food Agriculture Organization (FAO), Indonesia telah berhasil mencapai 90% lebih rasio swasembada atau rasio antara produksi dalam negeri dengan total permintaan.
Berdasarkan data BPS, produksi beras di Indonesia Tahun 2022 sebesar 32,07 juta ton. Angka ini meningkat jika dibandingkan tahun sebelumnya yang hanya sebesar 31,36 juta ton atau naik sebesar 2,29 persen.
Tentu saja angka ini juga harus dibandingkan dengan kenaikan jumlah penduduk dari tahun 2021 ke tahun 2022. Pada tahun 2022, jumlah penduduk meningkat sebesar 1,13 persen dibandingkan tahun 2021 atau sekitar 309 ribu jiwa.
Namun, lain halnya dengan yang terjadi di Sulawesi Tengah, jika dibandingkan dengan tahun 2021, produksi beras tahun 2022 mengalami penurunan sebesar 14,14 persen (data BPS). Sedangkan jumlah penduduk Sulawesi Tengah mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya.
Tantangan Kedaulatan Pangan
Peningkatan jumlah penduduk dari tahun ke tahun tentu saja membuat kebutuhan pangan penduduk juga meningkat.
Dengan peningkatan jumlah penduduk ini, usaha pemerintah dalam pemenuhan kebutuhan pangan ini juga harus disertai kebijakan yang tepat sehingga tidak perlu dilakukan impor beras untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.
Selain itu berkurangnya lahan pertanian karena alih lahan ke areal perumahan, pertokoan, maupun pembangunan kawasan pabrik juga merupakan salah satu hambatan pemerintah dalam upaya mencapai daulat pangan.
Peningkatan jumlah penduduk berbanding lurus dengan kebutuhan perumahan sehingga tidak sedikit areal persawahan yang beralih fungsi menjadi perumahan.
Tantangan selanjutnya yaitu rendahnya nilai tukar petani yang berdampak pada rendahnya kesejahteraan petani tersebut. Nilai tukar petani subsektor tanaman pangan selama tahun 2022 yaitu sebesar 98 (BPS, 2022).
Apabila nilai NTP di bawah 100 itu berarti petani mengalami defisit, lebih banyak pengeluaran untuk konsumsi rumah tangga dan biaya produksi pertanian dibandingkan pendapatan yang didapat. Apalagi di Sulawesi Tengah sendiri, mayoritas penduduk bekerja di sektor pertanian.
Berdasarkan data sakernas Agustus 2022, terdapat sebanyak 43,47 persen penduduk yang bekerja di sektor pertanian di Sulawesi Tengah. Padahal kesejahteraan petani dapat menimbulkan efek domino di kalangan masyarakat.
Rendahnya kesejahteraan petani dapat berdampak pada kurangnya minat generasi muda untuk menjadi petani sehingga tidak adanya regenerasi petani. Regenerasi petani dapat menjamin keberlangsungan sektor pertanian di Sulawesi Tengah. Dan jika petani sejahtera maka akan mendorong produktivitas tinggi dan berdampak pada pangan yang melimpah dan harga pangan yang stabil. Harga yang stabil akan membuat inflasi terkendali.
Selain itu, perubahan iklim juga berdampak pada produktivitas yang dihasilkan para petani. Iklim erat kaitannya dengan perubahan musim dan cuaca. Pergeseran musim ini menyebabkan petani bingung menentukan masa tanam dan masa panen. Fenomena ini dapat menurunkan produksi pangan dan kapasitas produksi pertanian.
Berdasarkan data BPS, tahun 2022 terjadi penurunan produksi padi yang cukup besar pada wilayah potensi penghasil padi seperti Kabupaten Banggai, Parigi Moutong, dan Poso. Ketiga wilayah tersebut merupakan tiga besar wilayah penghasil padi di Sulawesi Tengah.
Dukungan Pemerintah
Peran pemerintah sangat diharapkan dalam mewujudkan kedaulatan pangan di Indonesia. Seperti yang tertera pada tujuan SDGs yang kedua yaitu untuk mengakhiri kelaparan, mencapai ketahanan pangan, memperbaiki nutrisi dan mempromosikan pertanian yang berkelanjutan.
Tujuan ini sejalan dengan prioritas pembangunan Indonesia yang terfokus ke dalam prioritas ketahanan pangan.
Peningkatan produksi beras melalui program pengembangan varietas unggul, bantuan pupuk dengan kualitas baik untuk petani, pembangunan bendungan serta perbaikan irigasi supaya seluruh lahan pertanian memiliki akses air apabila terjadi kekeringan.
Selain itu perlu adanya pendampingan kelompok-kelompok tani sehingga petani dapat meningkatkan produktivitas dari lahan yang sudah ada serta perlu disederhanakannya mekanisme pemberian kredit usaha rakyat sehingga akses ke semua petani menjadi lebih mudah.
Dalam mengatasi perubahan iklim yang saat ini sedang terjadi, perlu adanya diversifikasi pangan. Diversifikasi pangan adalah upaya untuk mendorong masyarakat agar menvariasikan makanan pokok yang dikonsumsi sehingga tidak terfokus pada satu jenis saja (Kementan, 2022).
Sebagai contoh, produksi ubi kayu di Sulawesi Tengah cukup besar sehingga diharapkan masyarakat juga mulai mengkonsumsi ubi kayu sebagai makanan pokok tidak hanya sebagai pendamping ketika sedang makan kaledo saja.
Makanan pokok alternatif ini sebagai upaya pemenuhan kebutuhan pangan penduduk sehingga pemerintah tidak perlu melakukan impor beras karena sudah tercukupi dari produksi bahan pokok alternatif lainnya yang berasal dari dalam negeri.
Sensus Pertanian 2023
Dalam menentukan kebijakan-kebijakan tersebut perlu adanya data yang akurat sebagai dasar pengambilan keputusan yang tepat sasaran dan tepat guna.
Saat ini Badan Pusat Statistik telah selesai melakukan pencacahan lapangan Sensus Pertanian 2023 dan sedang memasuki proses pengolahan data. Sensus pertanian 2023 ini menghasilkan data struktur pertanian hingga unit administrasi terkecil sehingga data ST2023 dapat menjawab isu-isu terkini di sektor pertanian salah satunya terkait kedaulatan pangan.
Selain itu ST2023 juga dapat mengetahui potensi terkait petani milenial dan modernisasi adopsi teknologi di sektor pertanian.
Dalam menyukseskan ST2023, BPS tidak bisa berjalan sendiri. Perlu adanya kolaborasi dengan instansi terkait untuk memverifikasi hasil pendataan lapangan yang telah dilaksanakan sehingga data yag dihasilkan akurat dan relevan. Dan yang terakhir, selamat hari statistik nasional, Indonesiaku.
*Penulis adalah Statistisi Ahli Pertama BPS Provinsi Sulawesi Tengah