PALU – Setelah menjalani masa bhakti di DPRD Provinsi Sulteng, periode 2009-2014 lalu, kini mantan Ketua Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Sulteng, Asgar Ali Djuhaepa, mencoba maju kembali sebagai anggota legislatif.
Namun di Pemilu 2019 ini, salah satu unsur Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PPP ini tidak lagi maju di level provinsi. Asgar ingin melebarkan sayap pengabdiannya dengan mencalonkan diri sebagai anggota DPR RI dari Daerah Pemilihan (Dapil) Sulteng.
Dalam pencalonannya, Asgar mengaku tidak terlalu memaksimalkan sosialisasi dirinya melalui Alat Peraga Kampanye (APK) berupa baliho, melainkan lebih intens melakukan pertemuan-pertemuan dengan masyarakat dan membentuk tim-tim kecil.
“Saya sudah melalui beberapa daerah seperti Buol, Tolitoli, Parigi Moutong, Kota Palu, Sigi dan Donggala. Saya melakukan door to door dari rumah ke rumah dengan masyarakat. Memang baliho seadanya saja, saya lebih intensif melakukan pertemuan-pertemuan,” ujar Asgar kepada MALOnline, Selasa (12/03).
Selain itu, kata dia, dirinya juga manfaatkan struktur partai, mulai dari tingkat DPW, DPC, Pengurus Anak Cabang (PAC) hingga pengurus ranting, termasuk dengan para caleg yang maju di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota.
“Jaringan itu yang saya manfaatkan. Mengingat ini mencakup 13 kabupaten/kota, maka kita melakukan komunikasi dengan ketua-ketua partai di masing-masing tingkatan dan juga tokoh-tokoh PPP,” tambahnya.
Asgar juga menyinggung terkait keamanan data di tingkat penyelenggara pemilu, baik terkait daftar pemilih maupun perolehan suara caleg, setelah penghitungan suara nanti.
Hal ini disampaikan karena pengalaman yang dialaminya sendiri pada Pemilu 2014 saat dia mencalonkan diri sebagai anggota DPRD Sulteng.
“Waktu itu saya sudah dianggap menang berdasarkan data saksi-saksi di lapangan. Saya sudah dapatkan suara sebnyak 23 ribu. Karena sudah saya anggap aman, maka waktu itu saya sudah bolak balik Jakarta karena ada peristiwa sengketa di tubuh PPP pasca Suryadharma Ali ditetapkan jadi tersangka. Ternyata setelah saya tinggalkan beberapa lama, suara saya tinggal 17 ribu lebih, itu sudah di posisi urutan sembilan atau sepuluh,” tutur Asgar yang kala itu mencalonkan diri dari Dapil Sigi-Donggala.
Saat itu, kata dia, dirinya diminta untuk mengajukan keberatan dan menggugat ke MK.
“Jadi saya mulai mengumpulkan data yang saya ambil dari lintas partai, memang angka yang saya dapat masih tinggi baik di dapil Sigi maupun Donggala. Kasus ini saya anggap menang, tetapi begitu kita berperkara MK tidak terima lagi, dan itu terjadi di semua caleg,” kisahnya.
Sekaitan dengan itu, dia berharap agar penyelenggara Pemilu, khususnya KPU selaku pemilik data untuk selalu melakukan kontrol guna meminimalisir kecurangan.
“Bukan hanya kepada lembaga yang bersangkutan tetapi oknum yang bisa saja diluar dari lembaga penyelenggaran pemilu,” tekannya. (RIFAY)